Berujung pada Dua Dinasti


KELUARGA Bakrie, tak bisa tidak, harus menanggung beban kerugian akibat bencana semburan lumpur panas di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Semburat puluhan ribu kubik lumpur yang kini merendam empat desa dan membuat puluhan hektare sawah puso, belasan pabrik tutup, dan ribuan penduduk mengungsi ini berpangkal pada kesalahan pengeboran oleh Lapindo Brantas Incorporated.

Kontraktor pengeboran itu adalah Alton International Indonesia. Perusahaan yang baru didirikan pada Oktober 2004 ini dimiliki Alton International Singapore (30 persen)-anak perusahaan Federal International (2000) Ltd, yang bermarkas di 47/49, Genting Road, Singapura. Dalam siaran pers Federal pada 20 Januari lalu disebutkan, perusahaan patungan ini dimiliki pula oleh PT Medici Citra Nusantara.

Jika ditelisik lebih jauh, baik Lapindo maupun Alton punya kaitan dengan keluarga Bakrie. Di Lapindo, bendera Grup Bakrie berkibar lewat PT Energi Mega Persada, yang bakal segera dimerger dengan PT Bumi Resources Tbk, anak perusahaan Grup Bakrie lainnya. Di Alton, jejak keluarga Bakrie terekam lewat kepemilikan saham Federal International atas nama Syailendra Surmansyah Bakrie (12,29 persen). Ia tak lain anak Indra Usmansyah Bakrie, adik Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie.

Yang menarik, pertautan antara kontraktor pengeboran dan perusahaan operator ladang migas di Sidoarjo ini tak hanya berujung pada keluarga Bakrie. Di kedua perusahaan itu tertera pula nama pasangan suami-istri Rachman Latief. Di Energi Mega, Rennier Abdul Rachman Latief tercatat sebagai pemilik 3,11 persen saham, sekaligus menjabat komisaris. Ia pun dipercaya sebagai Presiden Direktur Lapindo. Sementara itu, sang istri, Nancy Urania Rachman Latief, merupakan pemilik 12,33 persen saham Federal.

Dari komposisi itu, jelas keluarga Bakrie dan keluarga Rachman Latief termasuk yang akan kena “getah” kasus ini. Tapi bukan tak mungkin PT Medco E&P Brantas (anak perusahaan PT Medco Energi Internasional milik keluarga Panigoro) dan Santos Ltd (Australia) harus ikut menanggung beban kerugian. Sebab, keduanya ikut urunan modal mendanai proyek pengeboran itu (masing-masing 32 persen dan 18 persen). Sedangkan sisa participating interest (50 persen) didanai sendiri oleh Lapindo.

Alton International Indonesia

Berdiri pada Oktober 2004, Alton International Indonesia pada 20 Januari 2006 mengantongi kontrak proyek pengeboran ladang migas dari Lapindo Brantas Inc di Sidoarjo, Jawa Timur. Kontrak dari anak perusahaan PT Energi Mega Persada Tbk senilai US$ 24 juta (lebih dari Rp 220 miliar) ini berlaku setahun sejak pertengahan Februari 2006. Sekitar 30 persen sahamnya dimiliki oleh Alton International Singapore-anak perusahaan Federal International (2000) Ltd (Singapura)-sedangkan sisanya oleh PT PT Medici Citra Nusantara.

Lapindo Brantas Inc

Lapindo Brantas Incorporated berdiri pada 1996. Sebelum jatuh ke tangan PT Energi Mega Persada pada Maret 2004, perusahaan ini dimiliki oleh Kalila Energy Ltd (84,24 persen) dan Pan Asia Enterprise (15,76 persen). Lapindo menjadi operator dan pemilik 50 persen kuasa pertambangan di blok migas Brantas seluas 3.050 kilometer persegi. Wilayah operasinya mencakup penambangan darat di Jawa Timur dan penambangan lepas pantai di Selat Madura, di antaranya lapangan gas Wunut dan Carat di Sidoarjo. Kapasitas produksi gas pada 2005 di blok ini mencapai 59 juta kaki kubik per hari.

PT Energi Mega Persada 

PT Energi Mega Persada merupakan salah satu anak perusahaan milik Grup Bakrie, lewat PT Kondur Indonesia dan PT Brantas Indonesia. Bisnis intinya di bidang penambangan dan perdagangan minyak dan gas. Salah satunya di Selat Malaka, Sumatera, dan Blok Brantas di Jawa Timur. Pada 2004, perusahaan ini pun berhasil mengakuisisi penuh wilayah kerja penambangan di Blok Kangean, Jawa Timur. Tak lama lagi, Energi Mega bakal dilebur dengan PT Bumi Resources Tbk, salah satu anak perusahaan Grup Bakrie lainnya.

Metta Dharmasaputra, Yandhrie Arvian, Y. Tomi Aryanto

Sumber: Majalah Tempo No. 18/XXXV/26 Juni-02 Juli 2006

Translate »