Lumpur Lapindo Mengandung Senyawa Kimia Berbahaya


Wawancara dengan Bambang Catur Nusantara, Direktur Walhi Jawa Timur

Temuan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) bahwa lumpur Lapindo mengandung senyawa kimia polycyclik aromatic hydrocarbons (PAH) mengejutkan banyak pihak, termasuk pemerintah, yang selama ini selalu berdalih lumpur yang menyengsarakan puluhan ribu jiwa secara sosial dan ekonomi itu aman bagi kesehatan.

Wartawan Tempo, Rohman Taufik, akhir pekan lalu mewawancarai Direktur Walhi Jawa Timur Bambang Catur Nusantara untuk mendapatkan penjelasan mengenai temuan itu. Berikut ini petikan wawancaranya:

Apa yang mendorong Walhi melakukan penelitian tentang PAH?

Sebenarnya sudah bisa diduga sejak awal, lumpur Lapindo mengandung senyawa PAH. Setelah kami teliti, ternyata benar. Bahkan, di luar dugaan, PAH yang terkandung dalam lumpur Lapindo 8.000 kali lipat dari ambang batas normal.

Lumpur Lapindo setidaknya mengandung dua jenis PAH, yaitu chrysene dan benz (a) antracene. Senyawa kimia ini jika masuk ke dalam tubuh akan langsung mempengaruhi sistem metabolisme, yang akan menimbulkan berbagai penyakit. Selama ini korban Lapindo bersentuhan langsung dengan PAH dalam kategori terpapar lama dalam 24 jam berturut-turut. PAH dalam kadar yang terendah saja sangat mudah masuk ke tubuh melalui pori-pori kulit.

Apa saja efek paling buruk jika terkena PAH?

PAH bisa menyebabkan tumor dan kanker, khususnya kanker kulit, paru, serta kandung kemih. PAH adalah senyawa organik yang berbahaya dan karsinogenik.

Senyawa ini sebenarnya tidak secara langsung menyebabkan tumor ataupun kanker, tapi pada orang yang terkena, PAH dalam sistem metabolisme tubuh akan langsung diubah menjadi senyawa alkylating dihydrodiol epoxides yang sangat reaktif serta sangat berpotensi menyebabkan timbulnya tumor dan risiko kanker.

Senyawa kimia ini sangat mudah larut dalam tubuh, sehingga jika orang terpapar lama dalam waktu lima hingga sepuluh tahun, orang tersebut langsung akan terkena tumor dan kanker. Karena kadarnya 8.000 kali lipat, risiko terkena tumor dan kanker dipastikan lebih cepat.

Korban Lapindo yang tinggal di pengungsian Pasar Baru Porong, di setiap blok telah ditemukan sekitar lima anak yang menderita benjolan di lehernya, yang mirip tumor. Selain itu, banyak korban yang terkena penyakit kulit.

Kondisi seperti ini seharusnya segera ditindaklanjuti. Terhadap semua korban lumpur Lapindo, harus dilakukan general check-up.

Dari hasil penelitian Walhi, kandungan PAH dalam lumpur Lapindo sejauh radius berapa kilometer?

Kami mengambil sampel di 20 titik, terjauh di radius 1,5 kilometer dari pusat pusat semburan. Hasilnya, PAH terkandung di semua titik yang kami teliti. Ada kemungkinan lebih jauh lagi radiusnya. Sebenarnya kami juga meneliti lumpur di Sungai Porong. Untuk sementara, baru logam berat yang kami teliti.

Banyak yang ragu dengan temuan Walhi, bahkan ada yang mengatakan laboratorium di Indonesia belum mampu mendeteksi PAH

Perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung demikian pesat. Laboratorium Universitas Airlangga yang kami gunakan juga bisa dicek akurasinya.

Sebenarnya logika berpikir yang harus dibangun bukan mencari-cari kelemahan penelitian kami. BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo) dan Bapedal (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan) seharusnya melihat fakta ini sebagai ancaman. Memang, dalam kasus lumpur Lapindo, tidak ada keberpihakan terhadap warga. Menteri Lingkungan, misalnya, malah memberikan anugerah kepada Lapindo dengan predikat taat lingkungan.

PAH sebenarnya lazim ditemukan di area pengeboran, tapi anehnya, Kementerian Lingkungan ataupun Bapedal tak pernah menelitinya. Mereka hanya berkutat pada logam berat. Atau mungkin mereka takut karena PAH memang sangat membahayakan, sehingga sengaja tidak dicari tahu kandungannya. Padahal, kalau sejak awal diketahui, bisa langsung diantisipasi.

Apa langkah lebih lanjut yang dilakukan Walhi?

Karena menyangkut keselamatan banyak orang, kami akan kirimkan hasil penelitian ke semua pihak, seperti BPLS, Menteri Kesehatan, Gubernur, juga Presiden. Tujuan kami supaya ribuan korban Lapindo segera diperhatikan dan mendapat penanganan serius. Dua pekan lalu kami sudah berikan kepada Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia). Saat berada di Jakarta, kami sampaikan juga ke Kementerian Lingkungan Hidup, tapi tidak ditanggapi.

Penelitian ini apakah tidak terlambat? Semburan lumpur sudah berlangsung lebih dari dua tahun.

Penelitiannya sudah lama. Hasil laboratoriumnya memang baru keluar beberapa waktu lalu. Sejak awal kami sudah memprediksi ancaman seperti ini, tapi tidak pernah ada yang menanggapinya.

Sejak awal kasus lumpur, Walhi selalu dibenturkan dengan korban Lapindo, tapi kenapa Walhi merilis masalah ini?

Sebuah korporasi memang akan menggunakan berbagai cara agar kepentingannya tidak terganggu. Kami tahu ada aktor yang bermain, karena Walhi dianggap mengganggu mereka, sehingga banyak ditemui spanduk seolah-olah warga menolak kehadiran kami. Ini aneh. Kami melakukan investigasi untuk kepentingan warga korban, malah ditolak. Kami sudah melacak siapa yang memasang spanduk, ternyata bukan warga. Bukan hanya (tentang) spanduk, kami juga sering diteror.

Bahkan posko bersama yang kami dirikan di Porong diancam akan dibakar oleh sekelompok orang. Kami tak akan terusik. Tugas kami memang menyoroti masalah lingkungan.

Sumber: Tempo

Translate »