Warga Pengontrak Tetap Menuntut


Dua tahun sudah semburan Lumpur Lapindo merusak sendi-sendi kehidupan rakyat di Porong, Tanggulangin dan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, dan hingga sekarang masih banyak ketidakadilan yang belum terselesaikan dalam kasus ini. Salah satunya adalah mereka yang dulu statusnya adalah pengontrak sebelum lumpur menenggelamkan rumah dan tempat usaha mereka.

Anton dulu tinggal di Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera I (TAS I) blok L-9/6. Dalam perbincangan dengan tim media, beliau menyatakan bahwa sesungguhnya apa yang diminta oleh pengontrak itu tidak muluk-muluk. “Ini tidak seperti apa yang dikatakan oleh Yusuf Martak pada waktu itu, bahwasannya warga pengontrak itu menuntut minta rumah. Itu yang sesungguhnya, ucapannya Yusuf Marta itu tidak betul sama sekali. Karena warga pengontrak itu menuntut Jadup yang disamakan dengan warga yang lain” tegas Anton.

Menurutnya tuntutan pengontrak hanyalah meminta uang kontrak dan jatah hidup yang diberikan kepada mereka sama dengan korban lain, dimana sekitar 315 KK hanya mendapatkan uang kontrak senilai 2,5 juta dan jatah hidup tidak dapat sama sekali. Padahal menurut perjanjian dengan pihak Lapindo ada kesepakatan untuk memberikan kepada semua korban lumpur, uang kontrak sebesar 5 juta dan jatah hidup 300 ribu/jiwa/bulan selama 6 bulan, serta uang boyongan 500 ribu rupiah.

Selain itu, karena dulunya warga pengontrak ini menggantungkan hidupnya dari usaha kecil di tengah-tengah lingkungan perumahan, dan itu semua ikut hilang ketika lumpur menenggelamkan rumah mereka, para pengontrak juga menuntut ganti rugi UKM. Setali tiga uang, tuntutan ini juga tidak dipenuhi Lapindo, padahal Lapindo sudah pernah menjanjikan untuk memberi ganti rugi UKM kepada mereka yang usahanya hancur akibat semburan lumpur.

“Untuk ganti rugi UKM memang sudah ada yang dapat bervariasi antara 5 juta hingga 7 juta, tapi kebanyakan dari kami belum menerima itu” demikian sambung bapak berusia 50 tahun ini. Dari pihak pemerintah sendiri mulai dari DPRD, Bupati hingga departemen sosial hanya selalu berjanji untuk membawa aspirasi warga ini, nyatanya hingga lebih dari 1,5 tahun harapan mereka belum juga terwujud. ““Semua mengatakan selalu dan selalu akan diperjuangkan tapi sampai sekarang realisasinya tidak ada”,” kata Anton.

Kegagalan pemerintah dalam memberikan perlindungan sosial kepada warga pengontrak ini jelas memberikan dampak langsung. Mereka kehilangan mata pencaharian, dan kalaupun berusaha membangun dari awal lagi, tidak ada modal yang mencukupi untuk melanjutkan usaha mereka.

““Keadaan warga pengontrak sudah terlalu minus dan susah karena selama ini mereka tidak bisa bekerja, selama ini mata pencaharian mereka ya disana (di perumahan TAS I yang tenggelam), setelah adanya lumpur mereka tidak dapat bekerja, secara ekonomi keadaan mereka sudah kolaps,”” demikian lanjut bapak yang telah dikaruniai 3 anak ini.

Namun segala kesusahan ini tidak membuat perjuangan warga melemah, Anton dan warga lainnya akan tetap menuntut hak-hak mereka yang selama ini dipungkiri baik oleh lapindo maupun oleh pemerintah. “Selama jadup dan kontrak kami belum dibayar, kami tetap akan menuntut!,”” demikian pungkas Anton dengan tegas.[re]


Translate »