Ganti Rugi Dicicil Lagi, Korban Lapindo Makin Terjepit


Hingga saat ini warga Desa Renokenongo yang sebagian besar mengungsi di Pasar Baru Porong tetap melanjutkan penutupan tanggul di desa mereka. Tanggul yang memang belum selesai pengerjaannya itu akhirnya jebol pada Selasa kemarin (18/11). Ini akibat hujan lebat dan tanggul tidak mampu menahan besarnya volume air. Ada sekitar 5 RT yang berada di Dusun Risen Desa Glagaharum tergenang akibat kejadian jebolnya tanggul ini.

Kebingungan warga Desa Renokenongo sekarang ini bertambah. Mereka kembali disuguhi skema pembayaran baru. MLJ menawarkan proses pembayaran dilakukan dengan cara dicicil. Uang ganti rugi warga sebesar 20 persen akan dibayar dengan proses mengangsur, dimulai dengan pemberian uang sejumlah 15 juta.

Ada sudah 5 orang warga dari total 465 berkas yang telah disuguhi skema ini. “Lima orang warga dapat transfer uang sebesar 15 juta di rekening mereka. Cuma ada 11 berkas yang uang mukanya dibayar lunas. Itu pun nilai 20 persen dibawah 20 juta. Sepertinya sengaja dipilih (oleh MLJ) yang kecil-kecil,” tutur Lilik Kamina, warga dari Paguyuban Rakyat Renokenongo Korban Lapindo (Pagar Rekorlap).

Warga Pagar Rekorlap sebenarnya telah melakukan Perjanjian Ikatan Jual Beli (PIJB) dengan pihak MLJ sejak pertengahan September lalu. Oleh pihak MLJ, warga diberikan selembar kertas berupa tanda terima pembayaran ganti rugi aset sebesar 20 persen yang harus ditandatangani warga. Dalam  perjanjian tersebut, disebutkan dana sebesar 20 persen akan dibayarkan 2 minggu setelah terjadinya PIJB. “Tapi setelah tenggat waktu 2 minggu lewat, rekening kami masih kosong,” lanjut Kamina.

Hal yang sama juga terjadi dengan warga dari Perumtas 1 yang juga ditawari skema pembayaran 20 persen dengan cara dicicil. Seperti yang kami beritakan sebelumnya, sejumlah 15 berkas warga dari total 23 berkas yang belum terbayar 20 persen juga ditawari pembayaran 15 juta rupiah sebagai cicilan pembayaran 20 persen. Oleh MLJ warga dijanjikan akan dilunasi paling lambat akhir November ini. Meskipun tidak ada hitam diatas putih, warga menerima hal ini sebagai komitmen yang baik dari pihak MLJ terhadap mereka.

Sebaliknya warga Desa Renokenongo mengalami nasib yang lebih buruk. Dalam pembayaran 15 juta sebagai cicilan itu, lagi-lagi tidak ada kejelasan kapan pelunasan akan dilaksanakan. “Minarak tidak berani ngasih kepastian kapan pelunasannya akan dilaksanakan sama mereka,” ujar Kamina lagi. MLJ beralasan keterlambatan pembayaran disebabkan oleh kesulitan likuidasi dana dari perusahaan induk mereka akibat krisis keuangan global.

Dengan kondisi seperti ini, warga tidak dapat berbuat banyak. Rencana mereka untuk melanjutkan aksi menuntut kejelasan pembayaran harus berbenturan dengan niat BPLS untuk melanjutkan pembangunan tanggul. Jebolnya tanggul yang menyebabkan tergenangnya Dusun Risen Desa Glagaharum dijadikan alasan kenapa pembangunan tanggul harus segera dilanjutkan.

Setelah pembayaran 15 juta dilakukan, pembangunan tanggul pun akan segera dilanjutkan. Bahkan kabarnya pihak BPLS sudah memberikan ultimatum terhadap pimpinan warga untuk tidak lagi menghambat penanggulan. “Kalau mereka mau nanggul terus dihalang-halangi lagi, mereka akan mengerahkan aparat keamanan. Dan pimpinan-pimpinan kami diancam akan diangkut (ditangkap, red),” tutur Kami. [mas]


Translate »