Pakde Karwo Genjot 100 Hari, Kasus Lumpur Terberat


Pelantikan pasangan ini memang memungkinkan untuk dipercepat dengan telah ditolaknya pengajuan gugatan pasangan Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono (Ka-Ji) ke Makhamah Konstitusi (MK).

KarSa pun memberikan apresiasi tinggi terhadap keputusan MK tersebut. Hal ini disampaikan Soekarwo-Saifullah Yusuf dalam jumpa pers di kantor kuasa hukum Todung Mulya Lubis di Meyapada Tower, Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, Rabu (4/2).

Menurut Pakde Karwo, panggilan akbrab Soekarwo, dirinya sangat menghargai bahwa MK tidak lagi mengambil alih masalah Pilkada Jatim. “Kami mengambil pelajaran bahwa suatu gugatan ada titik hentinya, dan (keputusan) MK sudah tepat,” kata Pakde Karwo sambil tersenyum.

Meski kurang sepekan, Soekarwo langsung menyampaikan program 100 hari pertama pemerintahannya sebagai gubernur. Bahkan ia sudah menyiapkan crash program untuk mengatasi berbagai masalah mendesak di Jatim.

Ada lima masalah yang akan menjadi fokus perhatiannya dalam 100 hari pertama tugasnya. Pertama adalah penyediaan air bersih, kedua mengusahakan pengobatan gratis bagi masyarakat miskin, ketiga PKL mungkin akan digusur namun direlokasi ke tempat yang lebih memadai.

Sedangkan program keempat yang menjadi perhatiannya adalah kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo. “Bagi warga yang masuk dalam peta terdampak, kami akan mengusahakan untuk segera mendapatkan pelunasan pembayaran ganti ruginya. Sedangkan yang tidak masuk peta terdampak, kami usahakan untuk memperbaiki kesejahteraan warga,” katanya.

Untuk program kelima, pasangan yang sama-sama berkumis tebal ini memilih perbaikan infrastruktur diutamakan dengan memperbaiki jalan provinsi yang rusak. “Motto kami, tiada hari tanpa tambal jalan,” ungkap Soekarwo.

Meski persoalan lumpur Lapindo ditempatkan di urutan keempat program 100 hari, H Zainul Lutfi, salah satu pengusaha tas di Tanggulangin yang terdampak lumpur, mengaku masih menggantungkan harapan besar. Dalam kurun tiga tahun semburan lumpur hingga sekarang, penrajin tas di Tanggulangin masih merasakan dampaknya. “Ya, sejak adanya semburan lumpur itu, benar-benar terasa bagi kami,” ujarnya.

Ia berharap, duet pemimpin baru di Jatim ini dapat mengembalikan kejayaan Tanggulangin seperti dulu sebelum terdampak semburan lumpur. “Siapapun pemimpinnya, harus ada terobosan untuk memajukan kembali kerajinan tas dan sepatu yang ada di Tanggulangin,” tambahnya.

Korban Lumpur

Namun kasus Lapindo dipastikan bukan pekerjaan ringan bagi Pakde Karwo. Sejumlah pekerjaan berat terkait perbaikan infrastruktur di kawasan terdampak semburan lumpur serta masalah sosial juga masih menumpuk. Antara lain, relokasi infrastruktur Jalan Raya Porong, Jembatan Tol Porong – Gempol serta rel KA, yang saat ini masih menyisakan masalah terkait pembebasan lahan.

Masalah ini memerlukan perhatian ekstra karena infrastruktur tersebut merupakan urat nadi perekonomian di Jawa Timur. “Ibarat manusia, Sidoarjo adalah leher, orang mau ke Malang, ke Banyuwangi, lewat Sidoarjo,” kata Bupati Sidoarjo Win Hendrarso menggambarkan pentingya pembangunan infrastruktur di kawasan Porong dan sekitarnya.

Pembayaran ganti rugi warga korban lumpur, yang hingga kini juga masih terkatung-katung, karena pihak Lapindo yang akhirnya memberikan opsi pembayaran ganti rugi skema jual beli lahan terdampak lumpur dengan cara dicicil.

Belum lagi kawsan terdampak lumpur yamg makin meluas serta ganti rugi yang diambilkan dari dana pemerintah juga belum sepenuhnya sesuai keinginan warga korban lumpur.

“Permasalahan ini harus segera diselesaikan dan ini adalah tugas pemimpin baru Jatim,” tambah Suharjo, korban lumpur asal Perum TAS.

Ia menaruh harapan yang besar bagi duet pemimpin Jatim terpilih untuk menyelesaikan permasalahan sosial yang menyangkut hak dari korban Lumpur yang mencapai 12.000 kepala keluarga (KK) ini.

Seperti diketahui, akibat semburan lumpur panas itu, sedikitnya ada 12.886 kepala keluarga (KK) yang telah menjadi korban. Hingga terakhir, sebanyak 150 KK warga Desa Renokenongo masih menunggu pembayaran ganti rugi 20 persen.

Menurut Andi Darusalam Tabusalla selaku Vice President Minarak Lapindo Jaya, per 22 Januari 2009, dari 8150 berkas, pembayaran lunas sebesar 80 persen dari lahan bersertifikat telah dilakukan terhadap 1.443 berkas. Sedangkan yang mengajukan cash and resettlement sebanyak 418 berkas, sehingga totalnya 1.861 berkas. “Sedangkan pembayaran 80 persen secara cicilan, yang sudah diselessaikan sebanyak 1.675 berkas,” kata Andi, Rabu malam.

Korban lumpur yang memilih relokasi dan memesan rumah di KNV (Kahuripan Nirwana Village) sejauh ini berjumlah 1.584 unit. Pihak Minarak menyiapkan lahan seluar 400 hektare, dan kini sudah diselesaikan sekitar 335 unit. Rumah yang sudah ditempati sebanyak 200 KK.

Orang dekat Aburizal Bakrie ini mengaku hingga 22 Januari 2009 lalu, total dana yang telah dikeluarkan sebanyak Rp 3,2 triliun.

Selain masalah lumpur, penyediaan air bersih bagi seluruh penduduk Jatim juga bakal sulit diselesaikan oleh pasangan baru ini. Di perkotaan seperti Surabaya yang menjadi pusat pemerintahan saja, belum 100 persen warganya mendapat air bersih. Ada kantong-kantong permukinan yang disebut zona merah di Surabaya utara yang hampir mustahil ditembus jaringan air bersih.

Sementara di wilayah pedalaman, seperti di Kabupaten Kediri, kesulitan mendapat air bersih selalu menjadi cerita lumrah tiap kali musim kemarau. Misalnya warga Desa Surat, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, berebut air keruh dengan ternak, hewan andalan mereka yang juga butuh minum.

Begitu juga dengan program kedua yang tak kalah memusingkan. KarSa harus menyediakan layanan pengobatan yang ideal bagi jutaan warga miskin Jawa Timur. Padahal sampai sekarang masih kerap terdengar keluhan warga yang merasa ditolak ketika berobat di rumah-rumah sakit milik pemerintah provinsi.

Sementara untuk program ketiga, penataan PKL, selama ini sudah banyak ditangani pemerintah kota/kabupaten masing-masing. Sehingga tidak akan terlalu sulit bagi pasangan ini.

Tugas mengurus jalan provinsi yang rusak di Jatim bukan perkara mudah. Akibat banjir dan dan tanah longsor sejak Desember 2007-Februari 2008, setidaknya 39 ruas jalan provinsi rusak berat yang beberapa di antaranya belum tuntas perbaikannya hingga kini. Belum lagi ruas jalan penting yang hingga sekarang belum jelas penanganannya, karena konflik dengan pemerintah Kota Surabaya, yaitu Jalan Kalianak yang berstatus jalan provinsi.

Apalagi dalam beberapa pekan mendatang, beberapa daerah yang tahun lalu dihajar banjir dan tanah longsor seperti Bojonegoro, Jember, Pasuruan dan Ngawi harus kembali bergelut dengan bencana yang sama yang artinya kemungkinan jalan di kawasan itu rusak sangat besar. dtc/iit/sas


Translate »