Belasan Gas Liar Menyembur, Sidoarjo ‘Membara’


Tapi, jika mereka ditanya, raut mereka mendadak gelisah. “Mereka takut, resah, Mas,” tutur Kurniawan, 37 tahun, Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) Ketapang. Maklum saja, Desa Ketapang berjarak hanya beberapa puluh meter dari tanggul penahan lumpur Lapindo, persis hanya dibatasi Jalan Raya Porong.

Desa Ketapang sendiri terdiri dari 14 RT. Sejumlah 2 RT, yakni RT 1 dan RT 7, berada di sebelah timur Jalan Raya Porong dan sudah tenggelam oleh lumpur Lapindo. Kedua RT terakhir ini masuk dalam Peta Terdampak 22 Maret 2007 yang ditetapkan Perpres No 14/2007. Sementara sejumlah 12 RT sisanya terletak di sebelah barat Jalan Raya Porong. Kawasan ini tidak masuk dalam area peta terdampak.

Nyala api yang menggelisahkan warga itu berasal dari semburan gas liar (bubble gas) yang disulut. Gas ini tidak berbau. Hari Minggu (17/5) kemarin, warga RT 3 mula-mula menemukan rembesan tanah basah yang tidak biasa. Gelembung-gelembung kecil pada rembesan itu muncul tanpa henti. Sejumlah warga mencoba menusukkan bambu pada tanah basah itu, sehingga tekanan udara mengarah ke atas lebih kuat. Ketika mereka menyulut di dekat bambu tersebut, nyala api muncul. Sebagian warga lainnya langsung menyulutkan api pada gelembung-gelembung kecil di tanah basah itu.

Warga lalu menyusun beberapa batubata di sekeliling nyala api sehingga menjadi semacam tungku, dan menaruh ketel atau panci yang berisi air di atasnya. Salah seorang warga yang berkerumun malam itu, Rabu (21/5), berusaha untuk bercanda.  “Wah, enak ini, kita tinggal urun ikan emas. Ditaruh dipanci, matang. Ngobrol-ngobrol makin gayeng ini.” Kontan saja sejumlah warga lainnya, terutama ibu-ibu, memaki. “Kalau rumahmu kobong, bagaimana coba?” sahut seorang warga.

Mereka gelisah kalau-kalau gas liar itu jauh lebih banyak dan lebih besar dari yang muncul sekarang. Sebab, semua gas ini muncul tanpa diduga. Mereka kuatir, jangan-jangan di dalam rumah mereka sendiri juga terdapat gas-gas liar semacam. Warga sudah melaporkan adanya semburan gas-gas liar ini kepada Badan Penaggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). “Senin (18/5) kemarin, Mas. Tapi petugas itu, ya, cuma melihat. Ketika kita bertanya, petugas itu cuma menjawab ‘Kita akan laporkan ke Dewan Pengarah’,” ujar Kurniawan, Ketua BPD itu.

Di kawasan RT 3 setidaknya terdapat tiga nyala api besar, dan satu nyala api kecil. Beberapa titik api lainnya di pekarangan dan belakang rumah penduduk dipadamkan warga sendiri. Sementara di RT 8, nyala api muncul di pinggir Sungai Ketapang. Satu nyala api besar persis berada di tubir sungai. Beberapa nyala api besar lainnya muncul di pekarangan warga, beberapa meter dari sungai.

Terhadap kondisi ini, warga Ketapang sebetulnya masih belum mau menuntut macam-macam. “Yang penting kita itu mendapat keterangan yang jelas, apa yang sesungguhnya terjadi ini? Apa kawasan ini berbahaya, tidak layak huni, masih layak huni, atau bagaimana?” tandas Kurniawan.

Menurut warga, BPLS selalu memberi informasi yang tidak jelas, bilang ini tidak berbahaya. Akhir Februari lalu, ketika pertama kali warga menemukan gas liar di tubir Sungai Ketapang, BPLS juga bilang itu tidak berbahaya. Kenyataannya, hanya berselang kurang dari tiga bulan, Desa Ketapang sudah ‘membara’. Belasan titik gas liar muncul di pemukiman. [ba]


Translate »