Tanah ini mereka beli secara kolektif dengan uang mereka sendiri. Mereka tidak mampu mengontrak rumah lagi. Uang pembayaran aset-aset mereka, yang mayoritas aset kecil, hanya cukup untuk membayar hutang-hutang selama tiga tahun hidup di pengungsian tanpa pekerjaan dan membeli sebidang tanah di ladang tebu ini. Mereka membangun barak-barak alakadarnya. Suplai air dan listrik masih minus. Entah, berapa lama lagi mereka harus hidup tak layak. Lumpur Lapindo telah menghancurkan nyaris segala sendi kehidupan mereka.
Foto-foto: Fahmi ‘Indie’