Satu per Satu Tinggalkan Siring…


Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) pun meminta agar warga segera meninggalkan Siring. Apalagi sejak Selasa (21/7), bantuan sosial mulai ditransfer ke rekening warga, khususnya RT 3 RW 1 Desa Siring. Bantuan untuk warga lainnya segera menyusul.

Memang, siapa yang bisa tahan tinggal di Siring? Di desa yang kini penduduknya berjumlah 196 jiwa itu, walau sudah mulai menurun, terdapat 33 semburan gas metana yang mudah sekali terbakar dan membuat pusing. Berlama-lama tinggal di Siring sama saja menunggu musibah yang sewaktu-waktu dapat merenggut nyawa.

Sejak 2008, rentetan musibah menimpa desa yang berjarak sekitar 200 meter dari kolam penampungan lumpur Lapindo itu. Pada Mei 2008, tiga pekerja menjadi korban ledakan gas metana yang terbakar. Lantas, pada Januari 2009, salah satu rumah warga ambruk karena dinding rumah yang retak parah.

Tak berhenti di situ, pada akhir Juni 2009, muncul semburan lumpur yang merupakan semburan terbesar di Desa Siring. Semburan lumpur bercampur gas metana yang keluar di rumah Okky Andriyanto (55), warga RT 3 RW 1 Desa Siring, kemudian terbakar pada Selasa (7/7). Sepekan kemudian, dua bangunan rumah Okky ambles ke dalam tanah.

“Siapa yang sanggup tinggal di daerah seperti ini? Ibarat tempurung kelapa, kami ada di dalam tempurung itu. Sekitar kami adalah bahaya yang sewaktu-waktu mengincar keselamatan jiwa,” tutur Mahmud Marzuki, warga Siring.

Tak punya pilihan

Pemerintah melalui BPLS menyiapkan skema bantuan sosial bagi wilayah di sekitar semburan lumpur Lapindo yang tidak layak huni. Ada tiga desa yang akan mendapat bantuan tersebut, yaitu Desa Mindi, Jatirejo, dan Siring, Kecamatan Porong. Ketiga desa itu tidak layak huni karena banyak terdapat semburan gas berbahaya dan tanahnya rawan ambles.

Bantuan sosial itu berupa uang evakuasi Rp 500.000 per kepala keluarga (KK), uang kontrak rumah Rp 2,5 juta per KK untuk satu tahun, dan uang jatah hidup Rp 300.000 per bulan per jiwa selama enam bulan. Ada sebanyak 756 KK atau 2.174 jiwa di tiga desa itu. BPLS menyiapkan dana Rp 60 miliar untuk bantuan sosial tersebut.

Awalnya, warga Siring enggan menerima bantuan sosial itu karena pemerintah belum menjamin nasib aset rumah dan tanah mereka bila ditinggalkan mengungsi. Namun, rentetan bencana di Siring berhasil “memaksa” warga Siring untuk meninggalkan kampung halaman mereka. Satu per satu warga pun mulai mengemasi perabotan rumah dan mengungsi.

“Saya tidak punya pilihan lain selain pergi dari sini. Bila tidak mengungsi, bisa-bisa jiwa kami yang terancam. Apalagi, kondisi di sini semakin hari semakin berbahaya saja,” tutur Siti Hidayati (31), warga Siring yang berencana mengungsi ke rumah famili di Desa Wunut, Kecamatan Porong. [Aris Prasetyo]


Translate »