Seratus Hari Abaikan Korban Lumpur


FIRDAUS CAHYADI.  Pada saat debat calon presiden (capres) di KPU, kasus Lapindo sempat disinggung. Calon Presiden (capres) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada saat itu berjanji akan akan meninjau ulang atas cara-cara penyelesaian kasus Lapindo selama ini. Artinya, akan ada pendekatan baru dalam penyelesaian kasus Lapindo. Selama ini penyelesaian kasus Lapindo diselesaikan dengan pendekatan jual beli, seraya mereduksi dampak buruk kesehatan dan lingkungan hidup yang dialami warga.

Pemilu Presiden pun berakhir dengan kemenangan pasangan SBY-Budiono. Namun janji untuk menyelesaikan kasus lumpur Lapindo secara lebih adil semakin jauh dari harapan. Betapa tidak, di saat para pengusung pasangan SBY-Budiono sibuk merayakan pesta kemenangan, warga Siring Barat, Jatirejo, dan Mindi di Porong, Sidoarjo sibuk mengungsi dari rumahnya. Saat itu Pemerintah Daerah (Pemda) Jawa Timur menyatakan kawasan di tiga desa tersebut tidak layak huni akibat dampak semburan lumpur Lapindo yang makin meluas.

Tak lama setelah dilantik pasangan SBY-Budiono pun menggelar Rembug Nasional (National Summit) untuk menjaring masukan atas program 100 hari presiden. Pertemuan itu mengundang para pengusaha. Sayangnya, korban lumpur yang telah tiga tahun lebih menderita tidak diundang di acara tersebut.

Waktu terus berlalu. Hingga pada akhir 2009 lalu terungkap bahwa ada beberapa korban lumpur yang belum menerima uang jual beli asset seperti yang pernah dijanjikan oleh pihak Lapindo. Padahal Februari 2009 silam telah muncul kesepakatan baru bahwa Grup Bakrie akan memberikan Rp 15 juta per bulan per berkas kepada korban lumpur Lapindo.

Penanggung jawab Grup Bakrie, Nirwan Bakrie, pun menyatakan pihaknya akan mengisi rekening korban Lapindo tiap bulannya. Pengisian rekening sebanyak Rp 15 juta per bulan itu dimulai pada 23 Februari 2009.  Bukan hanya Nirwan Bakrie yang menyatakan komitmennya untuk menyelesaikan proses jual-beli aset korban lumpur ini. Kepala Polri Jenderal Bambang Hendarso Danuri pun menyatakan akan memproses secara hukum bila kesepakatan baru itu diingkari.

Kini semua janji itu telah diingkari. Namun hal itu tidak juga membuat Presiden SBY memperhatikan kasus tersebut. Tanggal 28 Januari ini adalah genap 100 hari masa bakti Presiden SBY jilid II. Selama 100 hari itu pula nasib korban lumpur benar-benar diabaikan. Warga Porong, Sidoarjo yang kini harus menghirup udara beracun dan menggunakan air tercemar sejak muncul semburan lumpur seolah hanya sekedar angka-angka untuk diperebutkan dalam setiap pemilu. Perlahan namun pasti hak-hak korban lumpur sebagai warga negara pun dilucuti secara santun. Ironis!

(c) www.satuportal.net


Translate »