Rusak Akibat Tambang Sirtu


PASURUAN –  Tidak ada upaya rehabilitasi terhadap bekas penggalian pasir batu (sirtu) di kecamatan Rembang, Pasuruan. Penambangan sirtu telah mengakibatkan kerusakan hebat di tiga wilayah, yakni dusun Jati, Dusun Balepanjang dan di sekitar desa Pandean juga desa Mojoparon. Kini, area penambangan membentuk lubang luas sedalam 7 meter yang dibiarkan menganga.

Penambangan sirtu sendiri telah dilakukan semenjak tahun 2003 oleh CV. Wahyu. Namun semenjak Juli tahun 2006 terjadi peningkatan penggalian secara drastis. Peningkatan ini ditujukan bagi pembangunan tanggul-tanggul penahan Lumpur Lapindo di Porong. “Semenjak itu sumur dibelakang rumah saya mengering. Dan jika musim kemarau tiba, disini kita kesulitan mendapatkan air,” ungkap Muhamin (48 tahun), seorang warga Pandean.

Mahfud, (37 Tahun)  warga Mojoparon, juga mengeluhkan hal yang sama. Ia mengungkapkan setidaknya 350 lebih sumur mengering pasca terjadinya peningkatan penggalian. Selain itu, Mahfud dan beberapa warga turut mengeluhkan dengan polusi serta kebisingan yang berasal dari areal penambangan.

Kondisi penambangan yang mengganggu warga mencapai klimaksnya di awal tahun 2009. Pada saat itu warga menutup penggalian karena dinilai sudah sangat mengganggu.

Upaya penutupan penggalian pernah dilakukan di awal tahun 2007. Namun pada saat itu, pihak Kodam V Brawijaya justru menjaga kelancaran penambangan sirtu, hal ini dikarenakan kondisi yang mendesak di Porong. Lumpur menyemburat keluar dengan debit yang sangat besar, oleh karena itu dibutuhkan sirtu dalam jumlah besar untuk menahan agar lumpur tidak meluber keluar.

Tanggul-tanggul penahan Lumpur Lapindo kini berdiri tegak setinggi 10 meter dari permukaan awalnya. Setidaknya tanggul-tanggul ini membutuhkan sirtu dalam jumlah yang sangat besar. “Beberapa bulan yang lalu, dibutuhkan waktu dua bulan untuk menambah ketinggian tanggul sekitar Ketapang dengan panjang 1,2 kilometer, tinggi 2 meter dan lebar 8 meter,” ungkap Zulkarnaen, Humas Badan Penaggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Dimana hal ini mengindikasikan kebutuhan sirtu yang mencapai 19.200 meter kubik.

Dan kini, upaya penanggulangan lumpur di Porong mengakibatkan kerusakan hebat di sejumlah kawasan penambangan sirtu seputaran Mojokerto dan Pasuruan. Kecamatan Rembang merupakan salah satu contoh yang cukup nyata. Namun, hingga saat ini belum ada upaya pemulihan terhadap area bekas penambangan. (Novik)

(c) Kanal News Room


Translate »