Bobot Ikan Turun, Pendapatan pun Turun


“Saya tetap mengeluarkan biaya produksi yang sama sebelum ada lumpur, dari mulai pembibitan sampai panen, tapi hasilnya tak bagus,” ujar Sukari (47) salah satu pemilik tambak di Desa Permisan. Sukari juga mengatakan, ia pernah berniat menyewakan tambaknya yang seluas 1 hektar dengan separuh harga dari harga normal, tapi tak ada satu pun yang berminat menyewanya.

Selain itu, petambak juga tidak bisa memenuhi permintaan pasar. Pasalnya, ukuran bandeng yang diminati masyarakat berusia 3 bulan dengan berat 700 – 800 gram, sekarang dengan kurun waktu yang sama bandeng dari Desa Permisan hanya berbobot sekitar 400 gram. “Ikannya tidak bisa besar seperti dulu,” sahut Sukari.

Sukari dan petambak lainnya tetap menjalani pekerjaan ini karena hanya pekejaan inilah yang mereka bisa. Menurut Budi (39), kuli angkut ikan, warga tidak mungkin bekerja di sektor lain selain perikanan dan yang berhubungan dengan tambak. “Dari kecil kami sudah bergelut dengan ikan dan tambak, jadi hanya pekerjaan ini yang mampu kami lakukan,” kata Budi.

Hampir 4 tahun lumpur Lapindo menyembur, selama itu pula petambak di Desa Permisan mengeluhkan penurunan pendapatan. “Saya berharap pihak terkait melihat langsung apa yang terjadi di sini, jangan hanya balihonya yang bertebaran,” tutup Budi. (fahmi)

(c) Kanal News Room


Translate »