Sekolah Dekat Tanggul Lumpur Lapindo, Murid dan Guru Cemas


SIDOARJO  – Murid dan guru SD Negeri Pejarakan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur (Jatim), diliputi perasaan cemas setiap musim hujan, pasalnya sekolah mereka sangat dekat dengan tanggul lumpur panas Lapindo.

“Setiap musim hujan begini, anak didik dan guru di sini selalu cemas, kalau-kalau sekolah kami tergenang,” kata Darmudji, guru SD Negeri Pejarakan, Jumat (2/4/2010).

Kecemasan itu bukan tanpa alasan, karena menurut dia, hampir setiap kali musim hujan, sekolahan yang lokasinya hanya beberapa meter dari tanggul itu tergenang lumpur.

Pihaknya sudah beberapa kali mengadukan persoalan tersebut kepada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dan pemerintah daerah setempat melalui kantor Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Jabon.

“Akan tetapi, pengaduan kami belum mendapatkan tanggapan. Bahkan, kami diminta untuk terus bersabar dan terus menunggu,” kata Darmudji didampingi beberapa murid dan guru SD Negeri Pejarakan itu.

Bahkan, sejauh ini pula pihak SD Negeri Pejarakan belum mendapatkan informasi dari pihak terkait ke mana kelak akan di pindahkan untuk menjamin keselamatan jiwa 135 murid dan sejumlah guru dalam melaksanakan kegiatan belajar dan mengajar.

“Kami hanya diminta menunggu. Dari kantor Cabang Dinas (Pendidikan), selama masih ada warga yang tinggal di situ maka sekolah masih tetap dibuka,” ucap Darmudji lirih.

Sejauh ini, ratusan warga Desa Pejarakan masih tetap bertahan di rumah mereka masing-masing yang berada di sekitar tanggul lumpur. Mereka menolak mengungsi, sebelum PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ)melunasi 50 persen sisa biaya ganti rugi.

“Kalau uang yang tersisa 50 persen belum dilunasi, kami tidak akan pindah. Kami tetap menunggu pencairan uang itu,” kata Sarti, warga Desa Pejarakan.

Sesuai kontrak dengan PT MLJ, warga menerima uang ganti rugi sebesar Rp 1,5 juta untuk setiap meter persegi bangunan dan Rp 1 juta untuk setiap meter persegi lahan, sedangkan untuk lahan basah, seperti sawah, hanya mendapatkan ganti rugi sebesar Rp 120 ribu per meter persegi.

Hampir semua warga yang terdampak lumpur panas sejak Mei 2006 itu telah mendapatkan 50 persen uang ganti rugi. Namun, mereka juga belum bersedia pindah sebelum menerima 100 persen uang ganti rugi.

(c) Surya Online


Translate »