Ingkar Lagi, Telat Lagi


 

Bukan kali ini saja Lapindo mengingkari perjanjian yang disepakatinya di hadapan presiden. Pada bulan-bulan sebelumnya, Lapindo juga sering telat membayar cicilan yang seharusnya dibayar setiap awal bulan kepada korban yang terpaksa menerima skema cicilan.

Zainal menuturkan, karena pembayaran dicicil, ia juga harus mencicil pembangunan rumahnya. “Kalau pembayaran macet, pembangunan rumah saya juga macet,” keluh ayah dua anak yang masih sekolah itu.

Muhamad Kudhori (44), korban Lapindo asal Desa Kedungbendo, Porong, juga merasakan hal yang sama dengan Zainal. Pria yang kini menjadi tukang ojek itu merasa kerepotan memenuhi kebutuhan rumah tangga, karena pendapatannya dari mengojek tidak cukup untuk biaya seluruh keluarga.

Saat ditemui di pangkalan ojek di Tanggulangin, Kudhori menjelaskan, saat tanda tangan pembayaran berlangsung, Lapindo pernah pesan ke korban untuk tidak demo lagi demi kelancaran pembayaran.

“Sudah kami lakukan, tapi mereka (Lapindo) tidak mau melakukan kewajibannya,” kata Kudhori.

Di tengah masalah yang tak kunjung usai, terbesit kabar jika warga akan melakukan demo kembali untuk menuntut hak mereka. “Kami akan demo lagi dalam waktu dekat,” jelas Kudhori.

Selain ribuan korban lumpur yang mengalami macetnya cicilan pembayaran, ada sekitar 77 berkas korban dari empat desa yaitu Jatirejo, Renokenongo, Kedungbendo dan Siring yang sama sekali belum menerima pembayran 80 persen aset mereka. Warga pemilik 77 berkas tersebut menolak skema cicilan, dan tetap berpegang pada pola tunai (cash and carry)sebagaimana tercantum dalam Perpres 14/2007.

M. Zainul Arifin, koordinator kelompok ini mengatakan, Pemerintah hendaknya menalangi pembayaran ganti rugi warga yang kurang 77 berkas itu. “Setidaknya pemerintah bisa mengeluarkan dana talangan untuk melunasi warga yang sudah empat tahun ini menderita,” tambahnya.

Zainul juga mengatakan, warga yang masih bertahan hanya menuntut diterapkannya peraturan yang tertera dalam Perpres 14/2007. “Warga tidak mungkin dicicil karena anggota keluarganya sangat banyak, apalagi Perpres 14/2007 sudah mengatur skema pembayaran 20-80 persen,” kata pria yang kini tinggal di Keludan, Tanggulangin, itu. (fahmi)

(c) Kanal Newsroom


Translate »