Warga Gugat Bupati


Terkait Ganti Rugi Relokasi
SIDOARJO – Lima warga yang mewakili ratusan warga Desa Kesambi Porong dan Ketapang Tanggulangin yang tanahnya terkena proyek relokasi jalan arteri serta jalan Tol Porong, menggugat Bupati Sidoarjo Win Hendrarso. Mereka juga menggugat Panitia Pengadaan Tanah (P2T) Sidoarjo dan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Sedangkan turut tergugat adalah PT Sucofindo Appraisal Utama.

Warga menilai para tergugat melakukan perbuatan melawan hukum dengan merubah harga penawaran ganti rugi berkali-kali. Akibatnya penggugat mengalami kerugian materi dan immateri.

Sidang gugatan ini rencananya digelar di PN Sidoarjo, Rabu (30/6) dengan agenda mediasi. Namun sidang ditunda karena pihak BPLS tidak ada yang hadir.

Sejumlah warga yang ingin mengikuti jalannya persidangan terlihat kecewa, karena sidang batal digelar. Namun mereka berjanji akan tetap mengikuti jalannya persidangan kapan pun digelar.

“Kami siap menungu. Setahun pun kami tetap menunggu,” ujar Kastawi, Tim Advokasi LSM Solidaritas Rakyat (Sorak) yang mendampingi warga.

Ia menjelaskan, gugatan itu dilayangkan pada para tergugat karena tidak membeber harga taksiran dalam pembebasan lahan relokasi infrastruktur itu. Padahal sesuai aturan, taksiran harga ini mesti disebut sebagai dasar musyawarah menentukan besarnya ganti rugi. “Namun faktanya, mereka justru menawar lahan kami,” ujarnya.

Karena itu, warga menilai para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengubah harga penawaran ganti rugi sejak tahun 2007 hingga tahun 2009.

Kastawi menyatakan, para tergugat tidak mempunyai standar penawaran harga yang jelas dan transparan. Padahal, para tergugat memiliki dasar perhitungan ganti rugi sebagaimana yang dikeluarkan tim appraisal independen.

Para penggugat juga telah meminta informasi P2T Sidoarjo terkait hasil penilain tim appraisal, namun ditolak. Mereka juga meminta informasi itu ke Bupati Sidoarjo dan BPLS, lagi-lagi juga ditolak dengan alasan tidak jelas. Akibatnya, musyawarah antara para penggugat dan tergugat tidak pernah terlaksana dengan baik.

Akibatnya, warga menilai perbuatan para tergugat merupakan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Perpres No 65/2006 Jo Perpres 36/2005 pasal 1 angka 6. “Intinya komunikasi harus dua arah,” bebernya.

Kepala Humas BPLS Ahmad Zulkarnain mengaku belum tahu tentang adanya gugatan tersebut. Pihaknya juga belum menerima surat panggilan untuk menjalani persidangan.

Menurutnya, BPLS juga bukan bagian dari panitia pengadaan tanah. “Hanya saja dana pembebasan lahan tersebut diambilkan melalui pos BPLS. Namun pas pencairan, ya langsung ditransfer ke rekening warga,” bebernya.(nain)

(c) surya.co.id


Translate »