50 Hari Menginap di Gedung Dewan, Tuntutan Warga Masih Diabaikan


SIDOARJO—Genap 50 hari bertahan di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sidoarjo, warga korban lumpur Lapindo menggelar mimbar bebas. Hingga hari ini, tuntutan sisa pembayaran 80 persen aset tanah dan bangunan warga tidak digubris. Pihak PT Minarak Lapindo Jaya, Bupati Sidoarjo, maupun Panitia Khusus (Pansus) Lumpur Lapindo DPRD Sidoarjo, tidak memberikan kejelasan apapun bagi warga.

Warga mengharapkan Pemerintah dan DPRD Sidoarjo bisa memperjuangkan aspirasi mereka. Namun, hingga 50 hari ini warga tidak memperoleh kejelasan. Warga mengungkapkan kekecewaannya melalui aksi mimbar bebas. “Pada awal-awal kami melakukan aksi di sini hanya ditemui Bupati dan Ketua DPRD. Tapi setelah itu dan sampai sekarang tidak ada yang menemui kami,” kata Wiwik, warga Desa Siring, saat melakukan orasi, Jumat (25/9/2010).

“Lek DPRD enggak isok ngurusi mending bubar ae. Percuma dadi anggota dewan, mending macul ae,” (Kalau DPRD tidak bisa mengurusi nasib warga, mending bubar saja. Percuma dadi anggota dewan, mending mencangkul saja),” sahut Nanik Lestari, yang juga turut bertahan di gedung dewan.

Kecewaan warga semakin memuncak saat mengetahui bahwa semua anggota dewan Sidoarjo melakukan kunjungan kerja ke sejumlah daerah, sejak 20 September. Hal ini sangat disayangkan oleh koordinator aksi M. Zainul Arifin. “Kami berharap kepada dewan agar memperjuangkan nasib kami. Tapi kok malah bepergian,” tandas Zainal.

Bukannya diberi jawaban atas tuntutannya, warga justru terkesan diusir. Kepala Kepolisian Resor Sidoarjo menyarankan agar warga membubarkan diri. Alasannya, pada Oktober nanti akan diselenggarakan pelantikan bupati dan wakil bupati Sidoarjo terpilih.

“Kemarin kami dipanggil Kapolres. Beliau menyarankan kami agar untuk sementara membubarkan aksi kami. Alasannya untuk menghormati pelantikan bupati,” kata Zainal di tengah-tengah orasinya. Warga tetap menolak bubar. “Kami tidak akan membubarkan diri sampai ada kejelasan tuntutan kami,” tegas Zainal.

Zainal melanjutkan, jika pihak kepolisian tetap membubarkan paksa, warga akan pindah ke kantor gubernur di Surabaya. “Jika pihak kepolisian bersikeras, kami akan pindah ke gubernur dengan berjalan kaki ke Surabaya, agar rakyat tahu penderitaan kami,” ujarnya.

Menjelang azan magrib, melalui mimbar bebas warga menghimbau kepada masyarakat Indonesia untuk ikut memperhatikan penderitaan korban lumpur Lapindo, “Kami menghimbau kepada masyarakat indonesia untuk ikut mendukung aksi kami dan bersama-sama menekan Presiden untuk segera mengambil alih penanganan korban lumpur Lapindo. Karena selama empat tahun lebih Lapindo mengabaikan tanggung jawab yang sudah diatur dalam Perpres 14/2007,” kata Zainal. (vik)

(c) Kanal Newsroom


Translate »