Akibat Lumpur Lapindo, Bangunan Bekas Ruko Ambles 6 Meter


SIDOARJO—Semburan lumpur Lapindo tak henti menebarkan dampak-dampak lanjutan. Kali ini sebuah bangunan di Desa Jatirejo ambles hingga sekitar enam meter, mirip dengan amblesnya bangunan milik warga Desa Siring beberapa waktu lalu. Tempat kejadian berjarak kurang 50 meter dari Jalan Raya Porong, dan berdekatan dengan jaringan rel kereta api. Ini membuat pihak PT KA Daop VIII khawatir dan langsung melakukan pemeriksaan jaringan rel.

Peristiwa amblesnya bangunan bekas ruko yang terletak di Desa Jatirejo RT 01/01 itu pertama kali diketahui Kariono, warga Jatirejo yang berada tak jauh dari lokasi, pada Rabu (20/10/2010). “Kejadiannya sekitar jam 06.00 pagi. Saya lihat bangunan bekas ruko itu ambles saat saya keluar dari rumah,“ cerita pensiunan TNI AD tersebut. Bangunan ini dulu pernah dijadikan usaha pembuatan kompor minyak oleh warga bernama Marwan. Di lokasi bekas bangunan ini juga terdapat bubble gas yang sudah lama menyembur dan sempat berhenti.

Petugas Badan Penanggulanagan Lumpur Sidoarjo (BPLS) yang berada di tempat kejadian masih belum berani mengukur berapa kedalaman dan lebar penurunan tanah (land subsidence) yang mangakibatkan bangunan di atasnya ikut amblas. Land subsidence terjadi akibat gerowongnya tanah di bawah permukaan lantaran lumpur yang terus menyembur dari bawah. BPLS juga belum bisa mendeteksi semburan gas yang keluar karena kondisi tanah yang masih labil. Sampai saat ini, tempat kejadian diberi garis kuning oleh BPLS.

Dengan amblesnya bangunan yang tidak jauh dari rel kerata api koridor Sidoarjo-Gempol tersebut, pihak PT KA masih menggunakan jalur kereta api tapi laju diturunkan menjadi 10 km/jam dari semula 20 km/jam. “Kami saat ini masih melakukan pemantauan secara intensif selama 24 jam. Jika penurunan tanah di sekitar rel kereta api ini semakin memburuk, kita akan terus berkoordinasi dengan BPLS,” ungkap Hary Soebagiyo, salah satu petugas PT KA Daop VIII, yang siang itu memantau di lapangan.

Tidak pelak, amblesnya bangunan bekas ruko Pasar Buah Jatirejo itu membuat warga yang tinggal tidak jauh dari lokasi khawatir jika penurunan tanah meluas ke tempat mereka tinggal. Mbah Kasih, 80 tahun, terlihat cemas. Rumah Mbah Kasih tepat berseberangan dengan lokasi. Saat kejadian, perempuan yang tinggal dengan cucunya ini tidak tahu sama sekali. “Kulo pas kejadian mboten semerap. Semerap’e pas akeh tiang-tiang ningali (Saya pas kejadian tidak tahu sama sekali. Baru tahu pas banyak orang melihat),” cerita Mbah Kasih.

Praktis saja kejadian tersebut membuat perempuan yang sehari-hari berdagang kopi ini ketakutan. “Kulo inggih wedi Mas. Lek omahku melok amles pisan yok opo? Padahal omahku enggak katut melok ganti rugi (Saya juga takut Mas. Kalo rumah saya ikut ambles juga bagaimana? Padahal rumahku tidak masuk peta ganti rugi),” kata Mbah Kasih. Desa Jatirejo RT 01/01 memang tidak tercakup dalam Peta Area Terdampak (PAT) sesuai Perpres 2007 sehingga warga tidak mendapatkan ganti rugi dalam pola jual beli tanah dan bangunan.

Ketakutan serupa juga dialami Supriati. Jarak rumah Supriati dengan tempat kejadian kurang lebih 100 meter. “Saya jadi takut kalau dampaknya nanti bisa merembet ke rumah saya,” ujar janda 48 tahun ini. Dengan kejadian tersebut, Supriati yang berjualan nasi sejak 1995 ini berharap pemerintah lebih memperhatikan nasibnya dan warga yang lain, dan cepat mengambil tindakan.

“Saya berharap pemerintah lebih memperhatikan nasib warga yang tinggal di sini. Saya pasrah saja ke pemerintah kalau mau direlokasi ataupun rumah saya diberi ganti rugi. Saya juga mau saja. Yang terpenting saya cepat pindah dari sini, biar bisa hidup lebih tenang,” ungkap Supriati.

Hingga Kamis (21/10/2010), pihak PJKA masih terlihat berupaya melakukan penutupan semburan yang mengambleskan bangunan tersebut, agar penurunan tanah tidak berdampak pada rel kereta api. Humas BPLS, Ahmad Zulkanain, mangatakan BPLS akan membatu PJKA untuk berupaya menutup semburan tersebut dan memberikan wewenang penuh kepada PJKA untuk menangani semburan yang mengambleskan bangunan tersebut.

“BPLS memberikan wewenang penuh kepada PJKA untuk menangani semburan di bekas ruko Jatirejo. Karena tanah itu punya PJKA. Kita akan membantu menyediakan material dan alat dalam upaya penutupan semburan itu,” ungkap lelaki yang biasa disapa Ijul ini. (vik)

(c) Kanal Newsroom