Sidang Gugatan Warga Melawan BPLS Digelar


SIDOARJO – Pengadilan Negeri Sidoarjo kembali menggelar sidang kasus pembebasan tanah relokasi tol Porong-Gempol dan arteri Jalan Raya Porong pada Rabu (27/10/2010). Ini sebagai kelanjutan gugatan puluhan warga dari Kecamatan Porong dan Kecamatan Tanggulangin yang terkena gusuran relokasi infrastruktur tol dan arteri yang rusak akibat lumpur Lapindo. Agenda sidang kali ini adalah penyampaian kesimpulan kedua pihak. Tergugat dan penggugat menyampaikan kesimpulan ke majelis hakim yang dipimping Suryawati.

Sidang ini berawal ketika pada Juni 2010 lalu, 5 warga yang mewakili 70 warga pemilik lahan dari Desa Wunut, Desa Pamotan, Desa Simo, Desa Juwet Kenongo, Desa Kebon Agung, Kecamatan Porong dan Desa Ketapang, Desa Kali Sampurno, Kecamatan Tanggulangin mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Sidoarjo. Mereka menggugat Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), Bupati Sidoarjo, Panitia Pembebasan Tanah (P2T) dan PT Sucofindo Appraisal Utama terkait transparansi harga tanah yang digusur untuk relokasi tol Porong-Gempol dan arteri.

Dari perjalan persidangan, Saiful Arif, kuasa hukum penggugat dari LBH Surabaya mengatakan, hasil penilaian tim appraisal itu seharusnya juga diinformasikan ke pemilik tanah. Sehingga proses musyawarah terkait harga tanah bisa berjalan lebih baik. “Bukti-bukti di persidangan menunjukkan bahwa hasil penelitian itu hak yang harus diberikan pemilik tanah. Sebab hasil penelitian itu dilakukan secara independen profesional. Sehingga itu juga harus diberikan ke pemerintah maupun pemilik tanah,” ujarnya.

Arif menolak kesimpulan dari tergugat. Pihak tergugat menyimpulkan bahwa hasil penelitian tersebut merupakan rahasia negara dan hanya diserahkan ke pihak P2T, sedangkan warga pemilik tanah tidak boleh mengetahui hasil penelitian tersebut. Menurut Arif, aturannya sudah jelas, bahwa peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No 3 Tahun 2007 menyatakan hasil penelitian merupakan salah satu pedoman yang harus digunakan untuk musyawarah pengadaan tanah. “Kalau musyawarah tidak memiliki pedoman, bagaimana musyawarah akan berjalan baik? Jelas akan merugikan pemilik tanah,” ujarnya.

Sidang yang digelar PN Sidoarjo tidak berlangsung lama. Setelah menerima berkas penyampaian keputusan dari kedua pihak, majelis hakim menyatakan sidang ditunda sampai tanggal 10 November 2010 dengan agenda penyampaian keputusan.

Puluhan warga penggugat turut menyaksikan jalannya persidangan. Mereka berharap majelis hakim mencermati dengan jeli bukti-bukti dan saksi-saksi yang disajikan di persidangan. Sehingga, hasil-hasil penelitian harga tanah tidak lagi menjadia rahasi negara dan bisa dikonsumsi oleh siapa pun.

“Saya berharap majelis hakim mengabulkan gugatan kami, bahwa hasil penelitian dari tim apprasial mengenai harga tanah tidak lagi rahasia. Sehingga pemilik tanah tidak dirugikan,” ujar Kastawi, salah satu pemilik tanah yang ikut mengajukan gugatan. “Kasus ini kan kasus baru. Jika majelis hakim mengabulkan maka tidak ada lagi warga mengalami kerugian atas tanahnya yang dipergunakan untuk kepentingan negara,” tambahnya. (vik)

(c) Kanal Newsroom


Translate »