Ada Bupati Baru, Korban Lapindo pun Terusir


SIDOARJO—Terhitung sejak 1 November 2010, warga Sidoarjo resmi mempunyai Bupati dan Wakil Bupati baru, H Saiful Ilah dan MG Hadi Sucipto. Akankah ada perubahan nasib korban Lapindo? Alih-alih mendapat harapan baru, korban lumpur Lapindo justru diusir dari Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Sidoarjo. Pihak Kepolisian Resor Sidoarjo membubarkan paksa puluhan korban Lapindo yang menginap di pelataran gedung dewan sejak 6 Agustus 2010 tersebut.

Warga korban Lapindo dari Desa Jatirejo, Renokenongo, Kedungbendo, dan Siring itu terpaksa menginap di gedung dewan demi menuntut sisa pembayaran 80 persen aset mereka yang seharusnya dibayar oleh PT Minarak Lapindo sesuai Perpres 14/2007 secara tunai, bukan dicicil. Namun, karena berkali-kali PT MLJ ingkar janji, warga menuntut agar pemerintah mengambil alih pembayaran aset tersebut. Berbagai macam aksi dan orasi dilakukan, namun pemerintah maupun Lapindo tidak memberikan respon positif.

Jumat siang (29/10/2010), setelah lebih 80 hari bertahan di gedung dewan, warga justru harus menerima kenyataan lebih pahit lagi. Mereka diusir dari lokasi oleh pihak kepolisian. Kepolisian juga minta agar warga membersihkan poster dan tenda-tenda yang ada. Sebenarnya, warga sudah membereskan poster dan tenda sejak Rabu (27/10/2010). Setelah itu, mereka datang ke gedung dewan hanya dengan menggelar tikar tanpa spanduk maupun atribut aksi lainnya. Namun, kepolisian tetap membubarkan paksa puluhan korban Lapindo yang terkategorikan dalam Peta Area Terdampak (PAT) Perpres 14/2007 tersebut.

Sekitar pukul 10.45 Jumat siang itu, sejumlah polisi datang dan mengancam agar warga meninggalkan gedung dewan dalam waktu 15 menit. Spontan saja warga yang kebanyakan perempuan itu kaget, lalu terjadi ketegangan antara polisi dan warga. Insiden itu membuat salah satu warga pingsan. Fitri, perempuan yang jatuh pingsan itu, langsung dilarikan ke RS DKT (Polri) Sidoarjo, yang tidak jauh dari lokasi.

“Saya datang ke gedung dewan untuk menuntut hak saya agar cepat dibayar, soalnya sudah dua bulan saya belum bayar kontrakan. Lah, kok malah diusir,” ucap Fitri saat terbaring di ruang unit gawat darurat (UGD). “Sudah dua bulan masa kontrakan rumah saya habis. Sampai sekarang saya belum bisa bayar kontrakan. Daripada mikirin terus uang kontrakan, ya, saya datang ke gedung dewan bersama warga lainnya,” lanjut Fitri, korban Lapindo asal Desa Jatirejo ini.

Koordinator aksi, Zainal Arifin, menyayangkan tindakan polisi membubarkan paksa warga tersebut. “Sudah dua hari kami tidak bermalam di sini. Dan tempat kami aksi sudah kami bersihkan. Tapi kebanyakan warga tidak punya rumah, ya, mereka kembali ke sini untuk menuntut haknya,” ujar Zainal setelah insiden Jumat siang itu. Warga yang merasa tuntutannya belum dipenuhi akhirnya pindah bertahan di sekitar alun-alun Sidoarjo. Mereka enggan meninggalkan lokasi sebelum tuntutan dipenuhi. “Kami tidak akan mengakhiri aksi kami sebelum tuntutan kami terpenuhi,” kata Wiwik, warga asal Desa Siring.

Zainal melanjutkan, warga hanyalah menuntut hak pembayaran secara tunai aset-aset yang telah ditenggelamkan Lapino. “Kami di sini menuntut pembayaran 80 persen aset kami sesuai Perpres 14/2007,” ujarnya. Dan karena Lapindo berkali-kali mangkir, bahkan terhadap warga yang menerima skema cicilan sekali pun, Zainal dan warga lainnya menuntut pemerintah mengambil alih. “Kami menuntut pemerintah mengambil alih penanganan peluansan aset-aset kami,” tandas Zainal. (vik)

(c) Kanal Newsroom


Translate »