Bakrie dapat Penghargan, Korban Lapindo Kecewa


Surabaya – Presiden SBY kemarin (12/8) memberikan penghargaan Bintang Mahaputera Adipradana kepada Ir. H Aburizal Bakrie. Penghargaan kepada Ical ini membuat warga Korban lapindo kecewa. Pasalnya penghargaan tersebut dinilai tidak patut diberikan kepada Ical karena persoalan lumpur lapindo sampai saat ini tidak kunjung tuntas.

Nur Aini, warga Korban Lapindo asal desa Jatirejo, mengatakan sampai kini persoalan ganti rugi warga belum selesai. Warga yang masih belum dilunasi ganti ruginya telah mengikuti skema yang ditawarkan Lapindo dengan cara cicil sebesar 15 juta/bulan. Dalam kurun 10 bulan terakhir ini warga hanya menerima pembayaran sebesar lima juta rupiah saja.

“Sejak September 2010 sampai sekarang, Lapindo tidak menepati janjinya membayar cicilan 15 juta/bulan. Sampai sekarang warga hanya menerima cicilan 5 juta saja. Bulan ini pun warga juga belum menerima pembayaran cicilan. Jadi tidak layak itu Bakrie mendapatkan penghargaan itu,” katanya.

Tidak hanya itu, hingga kini masih ada sekitar 20 warga di Desa Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin yang masih belum menerima penggantian sepeserpun. Menurut Nur Aini, Lapindo tidak mengakui status tanah warga. Tanah-tanah ini diakui sebagai tanah sawah, padahal bukti kepemilikan menunjukkan tanah kering. Namun, Minarak Lapindo Jaya hanya mengakuinya sebagai tanah sawah dan mengganti senilai tanah sawah. Praktis warga yang memiliki bukti kuat kepemilikan tanah kering ini menolak menerima penggantian yang jumlahnya jauh lebih kecil tersebut.

Nur Aini menduga, diberikannya tanda kehormatan kepada Bakrie, membuktikan keberpihakan Presiden kepada Lapindo.

Keheranan serupa juga disampaikan oleh BC. Nusantara, Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur. Saat ditemui di Surabaya ia menyatakan bahwa penghargaan itu sangat menghina nilai-nilai penghormatan kemanusiaan. Aburizal Bakrie selaku pemilik Lapindo yang menyebabkan kehancuran ekologis di wilayah Porong seharusnya tidak pernah diberikan penghargaan Mahaputra Adiprana. Semburan lumpur lapindo dikatakannya telah menyebabkan penderitaan puluhan ribu jiwa warga di Sidoarjo, seharusnya kondisi yang masih berlangsung hingga itu menjadi acuan pemerintah untuk tidak memberikan penghargaan apapun. “Masa orang yang memiliki perusahaan penyebab semburan lumpur sedemikian hebat bisa diberi anugerah ini? Lebih-lebih lagi, perusahaan-perusahaannya kan banyak yang ngemplang pajak, kalau uang pajak itu disetorkan tentu negara lebih bisa melakukan penguatan ekonomi kepada warga,” ujarnya.

Ia menambahkan, jika diperbandingkan antara kejadian semburan lumpur yang menyengsarakan puluhan ribu warga dengan penghargaan yang diterima dilandaskan penilaian pemerintah atas jasa-jasa luar biasa Ical dalam mensejahterakan bangsa, adalah sesuatu yang tidak masuk akal.

“Ini aneh sekali. Kejadian lumpur lapindo itu sudah lima tahun lebih, menyengsarakan warga, merusak lingkungan, menghilangkan nyawa, dan menyedot anggaran negara. Bagaimana mungkin pemerintah tidak melek atas semua itu.”  

Ia mengamini jika warga semakin menganggap tidak ada keberpihakan pemerintah kepada korban lumpur lapindo. Lambatnya penyelesaian dan perlakuan istimewa pemerintah kepada Aburizal Bakrie tidak terbantahkan lagi. “Ini membuktikan bahwa kelambanan penanganan semburan lumpur lapindo dikarenakan ada relasi-relasi kepentingan antara pemerintah dengan Aburizal Bakrie,” tegasnya.(vik)


Translate »