Gas Metan Mencemaskan Warga 45 RT


SIDOARJO-Lumpur Lapindo tak henti menyebarkan bahaya di kawasan sekitar. Semburan gas metan di Desa Ketapang, Kecamatan Tanggulangin yang sempat berhenti, sejak dua minggu terakhir muncul kembali. Setidaknya ada sekitar 25 semburan gas metan muncul di Desa Ketapang. Semburan gas ini muncul di pekarangan, di teras dan di dalam rumah warga.

Warga menjadi cemas dan khawatir. Sebab selain baunya sangat menyengat dan membuat warga mengalami pusing-pusing dan sesak nafas, sempuran gas ini gampang terbakar. Luluk Azizah, warga RT 03 RW 01 Desa Ketapang, yang pekarangan rumahnya mengeluarkan gas metan sangat khawatir terjadi kebakaran seperti yang pernah terjadi di rumah Purwaningsih di Desa Siring, Kecamatan Porong.

“Di sini ada sekitar 25 semburan yang muncul lagi. Kami sudah melaporkan ke BPLS, tapi belum ada tindakan. Saya khawatir terjadi apa-apa, apalagi banyak anak kecil di sini. Kalau malam hari baunya sangat menyengat,” ungkap Luluk.

Semburan gas liar juga muncul di teras dan di dalam rumah warga bernama Sunandar. Jika disulut api, semburan gas itu langsung menyala. Suprapto, salah satu koordinator warga 45 RT dari Desa Ketapang, juga menyatakan, fenomena munculnya semburan lumpur ini sangat membahayakan warga. Menurut Suprapto, ini menunjukan kondisi Desa Ketapang tidak layak huni.

“Gas liar yang sering hilang dan muncul lagi membuktikan bahwa kondisi Desa Ketapang sudah tidak layak huni. Selain semburan gas, di kawasan Ketapang juga banyak bangunan rumah yang retak-retak, dan airnya tidak bisa di konsumsi,” jelas Suprapto.

Kawasan Ketapang ini termasuk wilayah 45 RT yang sudah dinyatakan tidak layak huni oleh Tim Kajian Kelayakan Pemukiman (TKKP) yang dibentuk Gubernur Jawa Timur. Meskipun bermunculan semburan gas, Pemerintah melalui BPLS sampai kini belum menyatakan 45 RT dalam kondisi tidak layak huni.

Humas BPLS Akhmad Khusairi mengatakan perlu diadakan uji seismik untuk melihat kawasan mana yang tidak lahak untuk dihuni. “Untuk menyatakan kawasan 45 RT ini masuk dalam kawasan tidak layak huni, harus ada uji seismik. Bisa jadi kawasan tidak layak huni lebih dari 45 RT. Hasil dari uji ini yang nanti menjadi pegangan menentukan kebijakan,” katanya.

Sejak dinyatakan dalam kondisi tidak layak huni oleh tim TKKP pada 2010 silam, warga dari 45 RT menuntut agar wilayahnya dimasukkan dalam revisi ketiga Perpres No. 14/2007 dan memberikan ganti rugi seperti halnya warga di tiga desa, yakni Desa Besuki (Barat), Kedungcangkring dan Pejarakan. [vik]

(c) Kanal News Room


Translate »