Yustini Sudah Capek Berpindah-Pindah


“Di tempat lama, kemana-mana dekat. Depan rumah sudah ada bis. Sekarang kemana-mana jauh, sepi lagi,” tutur Yustini (27 tahun).

Yustini termasuk korban yang masuk di dalam Perpres 40 Tahun 2009. Dia tinggal di Siring (Barat). Di rumah lama itu, suami Yustini, Iyan Riyawangsa, membuka bengkel. Waktu itu penghasilan dari bengkel mencapai 350-400 ribu rupiah per minggu.

Setelah sempat pindah kontrakan berkali-kali, Yustini dan keluarganya sekarang pindah dan menetap di Pamotan. Dari Siring Barat keluarga Yustini pindah ke sebuah rumah mewah di Simo selama satu tahun, tapi tidak betah.

Keluarga Yustini juga sempat mengontrak di sebuah perumahan di wilayah Tanggulangin. Rumah itu hanya sempat ditinggali selama dua bulan saja. Keluarga Yustini tidak betah tinggal di perumahan. Padahal rumah itu sudah dibayar untuk kontrak dua tahun.

Yustini mengaku sebagian uang penjualan asetnya habis untuk biaya pindahan. Selain juga dia merasa capek untuk pindahan. “Pindah rumah atau kontrakan juga itu capek luar biasa. Cuci-cuci baju sampai satu kardus, gara-gara pindahan,” kenang Yustini.

Biaya pembangunan rumah di Pamotan menghabiskan uang sekitar 240 juta. Semuanya dibangun sendiri. Beberapa bagian dibawa dari rumah lama. “Kusen, batu bata diambil untuk bangun rumah baru,” ujar Yustini.

Rumah baru Yustini sekarang letaknya persis di depan makam. Di sekitarnya pun tidak ada rumah lagi. Malam hari sangat sepi. “Kalau mau pergi malam-malam tidak berani. Terlalu sepi. Ibu saya juga gak berani ditinggal sendirian di rumah,” tutur Yustini.

Sampai saat ini, Iyan belum membuka bengkel lagi di rumahnya. Otomatis dia mengganggur. Untuk uang makan sehari-hari, Yustini masih mengandalkan uang sisa pembayaran rumah mereka.


Translate »