Korban Lapindo Tidak Masuk dalam SJSN


Sidoarjo, korbanlumpur.info – Tepat tanggal 1 Januari 2014 ini, Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) akan dilaksanakan. Namun sampai saat ini proses pendataan untuk Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) masih belum sepenuhnya beres khususnya bagi warga korban lumpur Lapindo. Ketidakjelasan informasi soal pendataan PIB membuat Kelompok Belajar Korban Lapindo Ar-Rohma bersusah payah mencari informasi secara mandiri. Setelah mendatangi Dinas Kesehatan Sidoarjo, mereka mengirimkan surat permintaan informasi ke Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kabupaten Sidoarjo

“Tidak ada informasi tentang SJSN yang didapat warga selama ini. Kami harus mencari-cari sendiri informasi tersebut. Ini sangat merepotkan bagi kami,” kata Ike Anasusanti (43), warga Siring, Koordinator Ar-Rohma. Ike menambahkan, usaha mencari informasi dipicu oleh keresahan warga atas status mereka bila SJSN diberlakukan.

Setelah mengirimkan surat permintaan informasi ke TKPKD Kabupaten Sidoarjo 10 November 2013 lalu, Kelompok Belajar Ar-Rohma mendapat surat jawaban. Dalam surat jawaban itu, TKPKD menyatakan bahwa setelah dilakukan validasi, warga korban Lapindo tidak masuk dalam bank data Program Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2011. Data PPLS 2011 merupakan sumber data untuk menetapkan peserta PBI.

Dalam surat TKPKD itu disebutkan juga bahwa Pemerintah Daerah Sidoarjo akan memasukkan korban Lapindo dalam basis data perserta Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) hanya jika kuota Jamkesda Kabupaten Sidoarjo bisa ditambah. Jika kuota itu tidak bisa bertambah dan berubah, maka korban Lapindo akan difasilitasi dengan Pemberian Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari desa dan kecamatan.

“Kami terkejut dengan jawaban tersebut. Bagaimana mungkin data korban Lapindo yang berhak menerima jaminan kesehatan dinyatakan tidak ada?,” tanya Mujiyarto (40) warga Jatirejo.

Mengetahui hal ini, Kelompok Belajar Ar-Rohma geram. Meskipun Pemda Sidoarjo berjanji akan memasukkan korban Lapindo sebagai peserta Jamkesda dan SKTM, mereka masih bingung apakah pelayanan Jamkesda dan SKTM sama dengan pelayanan SJSN.

Rencananya, mereka akan meminta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sidoarjo untuk memfasilitasi pertemuan dengan badan publik terkait pelaksanaan SJSN ini, seperti: Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo, Kepala Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Sidoarjo, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Sidoarjo.

“Kami menuntut DPRD Sidoarjo bisa mempertemukan kami dengan pihak-pihak terkait. Supaya informasi jelas. Kami tidak mau diping-pong lagi sama pejabat-pejabat ini,” tegas Harwati (38), warga desa Siring yang juga aktif sebagai anggota Ar-Rohma.

Selain itu, mereka juga meminta Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sidoarjo, kepala puskesmas di tiga kecamatan (Porong, Tanggulangin, dan Jabon), Camat Porong, Camat Tanggulangin, Camat Jabon, dan Badan Penaggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dihadirkan juga dalam pertemuan itu. Kelompok Belajar Ar-Rohma berharap dapat mendesak untuk pendataan ulang, sekaligus mempertanyakan layanan kesehatan yang diberikan oleh SJSN, Jamkesda, dan SKTM.

Surat permintaan audensi sudah dikirim pada 10 Desember 2013. Namun, sampai saat ini belum ada respons DPRD Kabupaten Sidoarjo untuk menggelar pertemuan Kelompok Belajar Ar-Rohma dan badan-badan publik yang diminta.


Translate »