Terdakwa dugaan korupsi lahan Lapindo minta penangguhan penahanan


LENSAINDONESIA.COM: Mantan Kepala Desa (Kades) Besuki Sidoarjo, M Siroj mengajukan eksepsi (bantahan) atas kasus korupsi penjualan lahan terdampak lumpur Lapindo yang didakwakan JPU kepadanya.

Saat sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (27/2/2014) ini, dalam eksepsinya kuasa hukum terdakwa, Ricky Panjaitan SH, menyebut dakwaan material yang sebelumnya disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Irwan Setiawan itu rancu. Ada inkonsistensi antara peran terdakwa dengan yang lain dalam kasus ini. “Ini malah campur baur,” jelasnya kepada wartawan usai sidang.

Diungkapkan, bentuk inkonsistensi itu adalah tak jelasnya dakwaan JPU terkait proses pertemuan dengan petani, proses penyerahan uang hingga pengukuran lahan ketika jual beli tanah. Dia melihat bahwa peran terdakwa dalam jual beli ini bukan yang utama. Malah sebaliknya, Syuhadak (berkas terpisah) adalah koordinator lapangan untuk proses jual beli lahan. “Sebenarnya kasus ini berawal dari ikatan jual beli dengan delapan petani. Dari situ kemudian dilakukan pengukuran, tapi kena lumpur sehingga jumlahnya jadi membengkak. Ini yang membuat klien saya diajukan ke pengadilan,” katanya.

Selain eksepsi, kuasa hukum terdakwa juga memohon dan menyerahkan penangguhan penahanan kepada majelis hakim. Terkait hal ini, ketua majelis hakim Sri Herawati menjelaskan, bahwa permohonan itu akan dipertimbangkan. “Dipertimbangkan apa dikabulkan atau tidak,” tegasnya.

Untuk diketahui, berdasarkan penyidikan yang ada, maka terdakwa terindikasi melakukan pemalsuan dan penggelapan dana bantuan ganti rugi lahan warga terdampak lumpur Lapindo dengan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Dari hasil penyidikan, dia didakwa menggelapkan dana hingga 30 persen dari total yang digelontorkan pemerintah untuk para warga yang masuk dalam peta terdampak. “Perbuatan terdakwa sesuai dakwaan dan audit yang dilakukan, merugikan keuangan negara hingga Rp 603 juta,” papar JPU Irwan Setiawan.

Untuk penggelapan dan pemalsuan yang dilakukan Siroj, yakni dengan memanipulasi luas lahan di kawasan Lapindo milik warga yang hendak dibeli BPLS. Salah satunya sawah milik warga seluas 2.435 meter persegi, dimana dalam laporan ke BPLS disebutkan seluas 1.334 meter persegi. Padahal saat itu, BPLS mematok Rp 1 juta per meter persegi. “Padahal sesuai data yang ada di Badan Pertanahan Nasional (BPN), luas lahan milik warga mencapai 2.435 meter persegi. Dengan begitu, terdakwa terbukti melakukan penggelapan disertai penipuan,” ujarnya.

Adapun pasal yang dijeratkan berlapis, yakni pasal 2 dan 3 UU No 31/1999 yang diperbarui No 21/2001 tentang Tipikor dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara. @ian

Sumber: http://www.lensaindonesia.com/2014/02/27/terdakwa-dugaan-korupsi-lahan-lapindo-minta-penangguhan-penahanan.html


Translate »