Korban Lumpur Lapindo Belum Tenang


 

TRIBUNNEWS.COM, SIDOARJO —  Meski Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa negara wajib menjamin pelunasan ganti rugi, para korban lumpur Lapindo, Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, yang berada di peta area terdampak merasa belum tenang.

Mereka masih menantikan upaya konkret pelunasan ganti rugi itu. ”Kami tidak mau tahu uang ganti rugi itu dari mana asalnya, tetapi yang penting ada pelunasan secepatnya,” kata Yudo Wintoko, korban asal Desa Renokenongo, Porong, Kamis (27/3/2014), di Sidoarjo. Warga tidak peduli pelunasan tersebut dibayar oleh PT Lapindo Brantas Inc setelah dipaksa pemerintah atau dibayar menggunakan uang negara.

Menurut Yudo, korban di wilayah peta area terdampak (PAT) sudah menunggu pelunasan ganti rugi selama delapan tahun sejak semburan lumpur Lapindo terjadi. Selama itu pula korban menanti ketegasan negara untuk menjamin nasib mereka.

Rabu, MK memutuskan agar negara, dengan segala kekuasaan yang dimilikinya, harus dapat menjamin dan memastikan PT Lapindo Brantas Inc dapat melunasi ganti rugi terhadap masyarakat di wilayah PAT. Berdasarkan ketentuan hukum sebelumnya, ganti rugi di wilayah PAT menjadi tanggung jawab Lapindo dan di luar wilayah PAT menjadi tanggung jawab pemerintah.

Keputusan MK tersebut merupakan permohonan enam warga yang tinggal di wilayah PAT. Mereka merasa selama ini didiskriminasi karena ganti rugi di luar wilayah PAT telah terselesaikan, sementara pelunasan ganti rugi terhadap mereka tak pernah jelas.

Pembayaran ganti rugi terhadap warga di wilayah PAT yang harus ditanggung Lapindo masih Rp 1,5 miliar. Berdasarkan catatan Kompas, total warga yang tinggal di wilayah PAT dan berhak atas pelunasan itu sekitar 3.000 orang.

Akibat ketidakjelasan pembayaran tersebut, sebagian besar warga di wilayah PAT mencari penghasilan dengan mengubah tanggul lumpur menjadi tempat wisata. Mereka mendapat penghasilan dari biaya parkir, jasa ojek motor, dan penjualan compact disc (CD) tentang lumpur Lapindo.

Salah seorang warga yang menjual CD di tanggul, Harwati (38), mengaku masih ragu dengan tindak lanjut putusan MK itu.

”Kami sudah lama sering dibohongi. Kami juga sudah lama meminta pemerintah turun tangan, tetapi, kok, baru sekarang begitu. Jangan-jangan ada kepentingan politik karena sudah dekat pemilu,” katanya.

Terkait dengan pelunasan ganti rugi, Harwati berharap pemerintah memilih mekanisme pembayaran yang tepat. Alasannya, selama ini warga di wilayah PAT terbagi dalam beberapa kelompok.

Juru bicara Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), Dwinanto, mengatakan, pihaknya masih menunggu instruksi lebih lanjut pasca putusan MK tersebut. Selama ini BPLS juga terus mendesak PT Minarak Lapindo Jaya yang berwenang melaksanakan pembayaran. (DEN)

Sumber: http://www.tribunnews.com/regional/2014/03/28/korban-lumpur-lapindo-belum-tenang


Translate »