MINGGU, 17 JANUARI 2016 | 04:09 WIB
TEMPO.CO, Sidoarjo – Penolakan warga terhadap rencana pengeboran perusahaan minyak dan gas, Lapindo Brantas Inc, di Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, ternyata bukan hanya pernah dilakukan warga Desa Kedungbanteng dan Banjarasri. Warga Desa Kalidawir juga sebelumnya pernah melakukan hal sama.
“Sejak 2012, semua warga Desa Kalidawir menolak pengeboran yang dilakukan Lapindo,” kata warga Kalidawir yang dikenal getol melakukan penolakan, Mochamad Arifin, 60 tahun, saat ditemui Tempo di kediamannya, Sabtu, 16 Januari 2016. Desa Kalidawir bersebelahan dengan dua desa itu.
Menurut Arifin, Lapindo Brantas memiliki dua sumur di Desa Kalidawir. Keduanya dibor sebelum terjadinya semburan lumpur di Sumur Banjar Panji 1 di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong. “Sejak terjadi semburan, setiap kali mau ngebor lagi, kami larang,” ucapnya.
Terakhir, ujar dia, warga melakukan demo penolakan pada 2014, saat Lapindo berencana melakukan pengeboran di salah satu sumur. “Warga saat itu menutup akses jalan menuju lokasi pengeboran,” tuturnya. Selain menjalankan aksi, warga berkirim surat ke pemerintah pusat.
Bersama warga lain, Arifin mengaku juga pernah melakukan demo di lokasi pengeboran di Desa Kedungbanteng. “Sekitar tahun 2012, kami dulu juga ikut demo ke sana bersama warga Kedungbanteng dan Banjarasri. Saat itu Desa Banjarasri masih dipimpin kades lama.”
Menurut dia, warga menolak pengeboran, antara lain, karena masih trauma oleh semburan lumpur akibat pengeboran oleh Lapindo beberapa tahun lalu yang menenggelamkan ribuan rumah. Selain itu, Lapindo tidak bermanfaat bagi warga. “Lapindo hanya menyengsarakan dan meresahkan warga,” katanya. Karena itu, Arifin menilai sikap yang diambil warga Desa Kedungbanteng dan Banjarasri sangat tepat.
Di Kedungbanteng, rencananya Lapindo bakal mengebor dua sumur baru. Sebelumnya, sudah ada lima sumur yang telah dibor. Secara keseluruhan, sumur yang dimiliki Lapindo di Sidoarjo sebanyak 30 yang tersebar di Kecamatan Porong dan Tanggulangin.
NUR HADI