Tag: dampak lingkungan

  • Luberan Lumpur Lapindo Mencapai Luas 650 Hektare

    Metrotvnews.com, Sidoarjo: Lumpur panas di Sidoarjo, Jawa Timur, masih keluar dari pusat semburan dengan kekuatan yang fluktuatif. Lumpur pertama kali menyembur dari area eksplorasi gas milik Lapindo Brantas Inc itu pada Mei 2006.

    Semula lumpur muncul di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong. Kemudian luberan lumpur menyebar hingga luasnya mencapai 650 Hektare.

    Dari pantauan udara, Kamis (18/12/2014), lumpur panas terus keluar dari pusat semburan. Setiap hari, lumpur keluar dengan volume mencapai 50 ribu meter kubik.

    Endapan lumpur memenuhi kolam penampungan. Celakanya, semua kolam sudah penuh. Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) pun berupaya keras membuang lumpur ke Kali Porong.

    Luberan lumpur cenderung mengalir ke kolam penampungan di sisi selatan. Kemudian lumpur disedot dan dialirkan ke Kali Porong.

    Sebenarnya, masih ada kolam penampungan cukup luas di Kecamatan Jabon. Namun lumpur sulit diarahkan ke sana. Sebab, lokasinya lebih tinggi dari kolam penampungan lainnya.

    Untuk menanganinya, BPLS pun membuat tanggul baru di Desa Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin. Lokasinya berada di sisi utara dari pusat semburan.

    Heri Susetyo

    Sumber: http://news.metrotvnews.com/read/2014/12/18/333650/luberan-lumpur-lapindo-mencapai-luas-650-hektare

  • Air Bersih Yang Hilang dari Desa Di Luar Peta

    Air Bersih Yang Hilang dari Desa Di Luar Peta

    korbanlumpur.info – Secara sekilas desa Gedang mungkin tidak terlihat permasalahan terkait semburan lumpur Lapindo, terletak di sebelah barat tanggul dengan diantarai oleh Pasar Porong Lama dan Jalan Raya Porong, desa Gedang nampak aman-aman saja. Namun dibalik itu semua ternyata desa Gedang juga harus menanggung akibat dari semburan lumpur Lapindo.

    Sri Mulyowati (48) menceritakan bahwa sejak setahun belakangan ini, air sumur di rumahnya telah berubah keruh dan berbau. “Kalau dipakai merendam baju pasti jadi bau, juga bikin baju kekuning-kuningan,” tutur Mbok Sri, demikian penjual nasi goreng ini biasa disapa, kepada awak Kanal.

    Padahal sebelum adanya semburan lumpur Lapindo ini, air di rumahnya sangat bagus. “Kalau dulu ya jernih, dipakai mandi juga enak”, kenangnya.

    Kondisi air yang tidak layak ini yang membuat warga harus membeli air setiap hari. Mbok Sri sendiri punya alasan tambahan untuk membeli air bersih ini, yaitu untuk kebutuhan mandi cucunya. Putri salsabila, cucunya yang baru berusia setahun setengah tidak kuat bila dimandikan dengan air sumur sekarang. “Badannya langsung bentol-bentol merah sekujur tubuh” sesalnya.

    Untuk sekali membeli air satu Jerigen, Sri harus mengeluarkan uang sebanyak Rp 1.200, hal yang tidak terbayangkan dulu ketika belum ada semburan lumpur panas. “Kalau yang tua-tua bisa ngalah, mandi pakai air sumur juga tidak apa-apa, tapi untuk anak-anak tidak bisa, harus dica rikan air yang bisa dipakai mandi” papar Sri lebih lanjut.

    Sayangnya, hingga sekarang di wilayah tempat Sri tinggal, RT 3 / RW 2 desa Gedang, belum ada perhatian serius baik dari BPLS apalagi dari pihak Lapindo yang sejak awal tidak pernah mengakui wilayah diluar peta. Sampai sekarang belum ada pengiriman air bersih kepada warga, sehingga untuk kebutuhan air bersih yang mendesak, warga harus membeli.

    Gedang, seperti wilayah-wilayah lain diluar peta telah mengalami kerusaka yang serius, tapi hingga sekarang belum ada kejelasan tentang nasib mereka. Entah sampai kapan hidup mereka digantung seperti ini.

  • Lumpur Panas Semakin Meluas

    Sawah Rusak, Lantai Retak, dan Pohon Mengering
    Oleh Laksana Agung Saputra

    Sidoarjo, Kompas – Warga Desa Siring, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, semakin resah akibat semburan lumpur panas yang semakin meluas. Lumpur berwarna abu-abu itu kini telah menutupi hamparan sawah seluas lebih 12 hektar dan pohon-pohon di sekitarnya mengering.

    Sawah yang terendam lumpur panas tersebut tanamannya mati, sedangkan tanahnya butuh waktu lama untuk bisa ditanami kembali. Adapun tanaman pisang dan pohon kayu keras yang terkena lumpur panas daunnya berguguran dan batangnya mengering.

    Keresahan warga Desa Siring semakin menjadi akibat munculnya semburan gas dari areal persawahan pada Minggu (4/6) dan Senin (5/6) kemarin. Titik semburan baru ini jaraknya hanya sekitar 15 meter dari rumah paling pinggir.

    Menurut Darti (37), pemilik rumah paling pinggir tersebut, gas menyembur Minggu malam sekitar pukul 23.00. Volume semburan tidak sebesar semburan di tengah areal sawah.

    “Senin pagi, semburan gas yang tidak disertai lumpur itu telah berhenti,” ucap Darti. Namun, warga sangat cemas sewaktu-waktu semburan muncul di areal permukiman warga.

    Sebuah rumah di RT 07 RW 02 Desa Siring lantainya ditemukan terangkat sekitar 10 sentimeter. Menurut Sulaikah (50), pemilik rumah, dari retakan lantai keramiknya t selalu keluar air bening bercampur pasir setiap semburan di tengah areal sawah aktif.

    Mendekati jalan tol

    Sementara itu, ketinggian lumpur semakin bertambah. Bahkan di sisi utara ketinggiannya sedikit lebih tinggi dari badan jalan Tol Surabaya-Gempol Kilometer 38.

    Tanggul dari pasir dan batu yang dibangun memanjang di bahu jalan tol menjadi satu-satunya penahan laju lumpur. Lumpur yang tertahan tanggul darurat tersebut terus meninggi hingga lebih tinggi dari permukaan jalan tol. Persoalannya, ketika hujan turun akan mengakibatkan tanggul jebol dan lumpur menutupi jalan tol.

    General Manager PT Lapindo Brantas Imam Agustino menyatakan, semburan lumpur mencapai sekitar 5.000 meter kubik per hari. Untuk menanganinya, pihaknya telah membuat tanggul untuk melokalisasi pergerakan lumpur.

    “Kami juga sudah membentuk tim untuk mengkaji penanganan lumpur serta dampaknya. Hal ini dilakukan sebagai usaha menangani persoalan secara komprehensif,” tutur Imam.

    Pada kesempatan yang sama Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Inspektur Jenderal Herman Suryadi Sumawiredja menyatakan tidak menjumpai adanya indikasi kelalaian oleh PT Lapidno Brantas. “Semburan lumpur ini lebih karena faktor alam,” katanya.

    Sementara itu, Bupati Sidoarjo Win Hendrarso menyatakan telah membuat tim terpadu untuk penanganan lumpur. Konkretnya, Satlak Kabupaten Sidoarjo bekerja bersama dengan PT Lapindo. “Leading sectornya PT Lapindo Brantas,” ujarnya.

    Sumber: Harian Kompas, 6 Juni 2006.