Tag: dampak transportasi

  • Lebur dalam Genangan Lumpur

    Kubangan lumpur panas di Sidoarjo meluas. Kerugian diperkirakan miliaran rupiah

    DWI Cahyani tak habis-habisnya merenungi nasibnya. Tiba-tiba saja usahanya yang beromzet sekitar US$ 250 ribu (Rp 2,45 miliar) per bulan ludes dalam sekejap. Penyebabnya pun tak pernah terpikir olehnya. Senin tiga pekan lalu, lumpur panas tiba-tiba menggenangi pabriknya sampai setinggi lutut.

    Tak ada lagi yang tersisa di perusahaan yang terletak di Jatirejo, Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur itu. Mesin-mesin pabriknya lumpuh tak bisa digunakan. Bahan baku rotan senilai Rp 1 miliar amblas. Pabrik mebel rotan miliknya, PT Victory Rottanindo, pun terpaksa merumahkan 250 karyawannya. Kebangkrutan sudah membayang di pelupuk mata Dwi.

    Padahal, sebelum bencana ini terjadi, setiap bulannya Victory biasa mengirim sampai 25 kontainer mebel rotan ke berbagai negara. Setiap kontainer nilainya sekitar US$ 10 ribu. Pas kejadian, Victory sebetulnya sudah siap mengapalkan empat kontainer ke Inggris. ”Tapi truk kontainer tak bisa masuk,” kata Dwi.

    Victory Rottanindo tak sendirian. Delapan pabrik lainnya di Jatirejo juga terpaksa berhenti operasi sejak dua pekan lalu. ”Setidaknya 683 tenaga kerja yang dirumahkan,” kata Cipto Budiono, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur.

    Jumlah itu masih bisa membengkak karena luapan lumpur yang mengandung hidrogen sulfida (H2S) itu sudah merendam 18 pabrik lain. Masalah kerusakan mesin, distribusi barang, dan pembatalan pesanan menguras pikiran pemilik pabrik. Persoalan ini kian pelik karena hingga akhir pekan lalu banjir lumpur belum juga bisa diatasi.

    Petaka lumpur ini bermula ketika pada 29 Mei lalu sebidang sawah di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Sidoarjo, menyemburkan lumpur panas setinggi delapan meter. Hanya berselang empat hari, warga Renokenongo kembali dikejutkan oleh suara berdebum. Tanah merekah, lumpur panas pun terus mengalir.

    Karena lokasi semburan tak jauh dari sumur Banjar Panji 1, tudingan pun mengarah ke Lapindo Brantas Incorporated. Perusahaan yang selama ini melakukan pengeboran di sumur Banjar Panji itu dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. Lapindo langsung membangun kolam penampungan dan tanggul untuk mencegah lumpur panas meluas. Tapi upaya itu tak membuahkan hasil.

    Ibarat kubangan raksasa, lumpur panas itu kini sudah menggenangi tiga desa: Renokenongo, Siring, dan Jatirejo. Ini membuat 2.700 warga diungsikan ke pasar Porong, Sidoarjo. Derasnya aliran lumpur yang mencapai 5.000 meter kubik—setara dengan 1.250 truk ukuran sedang—per hari juga merendam 64,8 hektare sawah yang belum sebulan ditanami.

    Akibatnya, nilai padi yang puso diperkirakan mencapai Rp 389 juta. Kerugian itu, kata Faqih, warga Renokenongo, belum termasuk biaya menanam padi yang berkisar Rp 500 ribu per petak. Bila satu hektare sawah dibagi menjadi tujuh petak, kerugian biaya tanam akibat lumpur panas mencapai Rp 226 juta.

    Lumpur panas juga luber sampai ke jalan tol Gempol-Surabaya. Semula Jasa Marga hanya menutup separuh badan jalan tol dari arah Gempol menuju Porong. Aliran lumpur juga sudah tidak merangsek sampai jal tol setelah Lapindo membuat tanggul. Tapi tanggul itu justru membuat lumpur mengarah ke perkampungan.

    Penduduk pun marah dan menjebol tanggul. Akibatnya, lumpur kembali membanjiri tol. Sejak Jumat lalu, perusahaan penyelenggara jalan tol itu terpaksa menutup jal tol itu di kilometer 38, karena tinggi lumpur sudah 20 sentimeter. Gara-gara penutupan ini, Jasa Marga diperkirakan merugi Rp 180 juta sampai 380 juta per hari.

    Kepala cabang tol Surabaya-Gempol Bachriansyah menjelaskan, selain pemasukan berkurang, sarana pelengkapan jalan tol yang ada di sana juga rusak. Kerusakan ini diperkirakan merugikan Jasa Marga Rp 200 juta. Beban tersebut masih harus ditambah dengan retaknya jalan akibat tergerus lumpur panas. Tapi besar kerugian konstruksi masih dihitung.

    Yang pasti, kata Bachriansyah, seluruh kerugian akan dibebankan kepada Lapindo. Kerugian dihitung per hari sejak 6 Juni lalu. ”Besarnya berapa, masih diperinci,” katanya.

    Bak terkena efek domino, lumpur panas ini juga menyebabkan kerugian di tempat lain. Kemacetan yang terjadi di jalan tol Gempol-Surabaya membuat para eksportir harus merogoh kocek tambahan.

    Direktur PT Lintas Utama Sejahtera, Isdarmawan Asrikan, mengungkapkan akibat kopi dan cengkeh miliknya terlambat tiba di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, dia mesti menambah Rp 1 juta per kontainer. Biaya tambahan itu antara lain untuk transportasi, relokasi, transportasi bahan baku ekspor-impor, dan keterlambatan (closing time).

    Padahal, setiap hari ada seribu peti kemas dari Pasuruan, Probolinggo, Malang, Jember, dan Banyuwangi yang melintasi jalan tol Gempol-Surabaya. ”Kemacetan itu membuat ekspotir rugi Rp 1 miliar per hari,” kata Isdarmawan, yang juga Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia Jawa Timur.

    Rangkaian peristiwa itu pun akhirnya menyedot perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ia meminta Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) serta Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral segera menginvestigasi kasus tersebut. ”Lapindo juga harus memberikan ganti rugi kepada masyarakat di sekitar lokasi pengeboran,” katanya.

    Tapi, menurut Faiz Shahab, Direktur Operasional PT Energi Mega Persada, perusahaan induk Lapindo Brantas, besarnya dana kompensasi akan dipastikan setelah penyebab semburan diketahui. Soalnya, sumber semburan bukan berasal titik pengeboran, tapi dari tiga titik yang berjarak 150-500 meter dari lokasi pengeboran.

    Selain itu, Energi Mega masih menunggu hasil pendataan yang dilakuan tim terpadu yang dipimpin Bupati Sidoarjo Win Hendrarso. Tim ini, kata Faiz, tengah mendata jenis kerusakan dan luas dampak kerusakan. ”Jadi kami tak bisa menyebut berapa angka ganti ruginya,” katanya seusai rapat umum pemegang saham Energi Mega, Rabu lalu.

    Repotnya, penyelesaian masalah lumpur panas ini memakan waktu lama. Faiz memperkirakan, soal ini baru beres pada akhir Oktober nanti. Bila ini benar terjadi, sudah bisa dibayangkan berapa kerugian yang bakal diderita oleh masyarakat setempat, juga para pengusaha dan eksportir.

    Karena itu, Gubernur Jawa Timur Imam Utomo meminta Lapindo pada tahap awal ini segera memberikan uang muka ganti rugi kepada semua perusahaan yang terkena dampak luapan lumpur. ”Ini tidak bisa dibiarkan,” katanya. Paling tidak, pengusaha-pengusaha yang pabriknya tutup seperti Dwi bisa menggaji karyawannya.

    Yandhrie Arvian, Zed Abidien, Kukuh S. Wibowo, Rohman Taufiq, Sunudyantoro

    Sumber: Majalah Tempo No. 17/XXXV/19-25 Juni 2006

  • Lumpur Panas Dekati Tol Surabaya-Gempol

    Semburan Gas di Areal Persawahan Desa Siring Kembali Naik

    Sidoarjo, Kompas – Lumpur panas dari perut Bumi selama tujuh hari berturut-turut di areal persawahan Desa Siring, Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jatim, hingga Minggu (4/6), bertambah. Semburan lumpur pekat mirip lahar berwarna abu-abu itu bahkan sudah mendekati badan Jalan Tol Surabaya-Gempol.

    Berdasarkan pemantauan, jalan tol yang terancam terputus akibat lumpur itu adalah kilometer 38 dari arah Kota Surabaya. Di beberapa bagian lumpur bahkan sudah menjangkau tepi bahu jalan.

    Dalam kaitan itu, PT Lapindo Brantas selaku perusahaan eksploitasi dan eksplorasi minyak dan gas di lokasi tersebut membuat tanggul dengan menggunakan sejumlah alat berat. Ratusan kubik tanah didatangkan dengan dump truck ke lokasi itu untuk dijadikan tanggul darurat.

    Akibat kesibukan membuat tanggul tersebut, lalu lintas dari arah Gempol ke Surabaya menjadi lambat. Kecepatan mobil saat melalui lokasi rata-rata 5-10 kilometer per jam. Antrean kendaraan pun akhirnya tak terhindarkan.

    Kepala Cabang Jalan Tol Surabaya-Gempol Bachriansyah menyatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan pihak PT Lapindo Brantas. “Prinsipnya, kami meminta PT Lapindo Brantas mengupayakan lumpur tidak sampai mengalir ke jalan tol,” ujarnya.

    Skenario terburuk, apabila lumpur akhirnya masuk ke badan jalan tol, pintu gerbang tol masuk Gempol akan ditutup. Selanjutnya, lalu lintas ke arah Surabaya dialihkan ke Porong.

    Lumpur panas itu terus keluar ketika PT Lapindo Brantas membuat sumur untuk penambangan gas. Lumpur cair itu suhunya di atas 57 derajat Celcius. Jika lumpur itu diinjak dengan kaki telanjang, kaki akan berwarna kemerah-merahan kepanasan.

    Selain membuat tanggul darurat dengan menggunakan pasir, PT Lapindo Brantas juga sudah mengantisipasi meluasnya lumpur ke jalan tol dengan memasang gedek (anyaman bambu) di antara areal persawahan yang telah tergenang lumpur dengan badan jalan tol.

    Akan tetapi, kemarin permukaan lumpur semakin tinggi. Akibatnya, gedek tak sanggup menahan laju lumpur yang akhirnya semakin merangsek ke badan jalan tol.

    Kembali naik

    Hari Minggu kemarin, sekitar pukul 11.00 hingga 15.00, volume semburan lumpur panas dan gas di areal persawahan Desa Siring kembali naik. Tinggi semburan mencapai sekitar enam meter.

    Sementara itu, gas putih berbau menyengat semacam amoniak pun kembali tercium. Gas yang mengandung hidrogen sulfida tersebut baunya tercium hingga radius 500 meter, mengikuti arah angin. Padahal kawasan permukiman warga Desa Siring jaraknya hanya sekitar 200 meter dari titik semburan.

    Relations and Security Manager PT Lapindo Brantas Budi Susanto mengatakan, telah meminta bantuan Alert Disaster Control untuk menganalisis penyebab semburan sekaligus memberikan kajian teknis penanggulangannya. Alert Disaster Control adalah sebuah perusahaan di Amerika Serikat dengan spesifikasi penanganan sumur penambangan.

    Sejauh ini PT Lapino Brantas menyatakan, keluarnya gas tersebut diperkirakan akibat gempa bumi yang membentuk retakan dalam lapisan tanah. Dampaknya, gas bertekanan tinggi mencari celah-celah itu untuk keluar ke permukaan tanah.

    Syahdun, mekanik pengeboran subkontrak PT Lapindo Brantas, menyatakan, semburan gas dan lumpur disebabkan pecahnya formasi sumur pengeboran hari Senin pekan lalu sekitar pukul 04.30. “Akibatnya, gas menekan ke samping dan mencari retakan dalam lapisan tanah untuk keluar ke permukaan,” ujarnya. (las)

    Sumber: Harian Kompas, 5 Juni 2006.