Tag: kolam lumpur

  • 2 Bulan Tanggul Lumpur Diblokade Warga, BPLS Angkat Tangan

    SIDOARJO – Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) selama dua bulan ini tidak bisa beraktivitas menangani lumpur. Pasalnya, warga korban lumpur masih melarang segara aktivitas penanganan lumpur sebelum ganti rugi mereka dilunasi.

    Sejauh ini tidak ada solusi untuk menyelesaikan masalah itu, karena Lapindo Brantas Inc tak kunjung melunasi ganti rugi korban lumpur.

    Akibatnya, kekuatan tanggul lumpur tinggal menghitung hari saja karena kondisi di kolam lumpur semakin penuh.

    Humas BPLS, Dwinanto Hesti Prasetyo mengatakan pengerjaan tanggul dihentikan warga sejak tanggal 18 Mei lalu. Pihaknya tidak bisa berbuat banyak, bahkan tak berani beraktivitas karena khawatir terjadi gesekan antara korban lumpur dan petugas dari BPLS.

    Sedangkan kondisi lumpur saat ini, lanjut Dwinanto, air di permukaan lumpur memang terlihat meninggi.

    Hal tersebut mengindikasikan bahwa semburan dari pusat semburan lumpur lebih banyak didominasi oleh air dibandingkan dengan lumpur.

    Sejak musim penghujan usai, tidak ada pengaliran lumpur ke Sungai Porong. Sehingga, pond hanya menampung volume yang dikeluarkan dari pusat semburan.

    “Praktis selama dua bulan kita tidak bisa membuang lumpur ke Sungai Porong,” jelas Dwinanto.

    Jika pembuangan lumpur ke Sungai Porong terhenti, otomastis lumpur akan menumpuk di kolam penampungan (pond).

    Jika sewaktu-waktu hujan turun, dikhawatirkan lumpur penuh dan akan meluber menggenangi Jalan Raya Porong dan rel KA jurusan Surabaya-Malang.
    Apa yang dilakukan agar warga memperbolehkan BPLS memperkuat tanggul lagi.

    Dwinanto mengaku, pihaknya sudah seringkali berdialog dengan warga korban lumpur. Namun, mereka mengaku tidak akan mengijinkan BPLS memperkuat tanggul sebelum ganti rugi aset mereka dilunasi.

    Sampai saat ini,  Lapindo Brantas Inc berkewajiban membayar sebanyak 13.237 berkas yang kini tinggal 3.348 berkas dengan nilai pembayaran sebesar Rp786 miliar.

    Dana yang dikeluarkan Lapindo untuk membayar aset warga sebesar Rp3,043 triliun. Atau dengan kata lain, sebanyak 75% berkas sudah lunas pembayarannya.

    Sedangkan total dana yang dikeluarkan oleh Lapindo untuk menangani lumpur sampai kini sudah sekitar Rp8 triliun.

    Dengan rincian, untuk penanganan semburan lumpur sekitar Rp5 triliun dan membayar aset warga sekitar Rp3 triliun.

    Ketua Pansus Lumpur DPRD Sidoarjo Emir Firdaus mengatakan, jika saat ini penyelesaian ganti rugi belum juga tuntas. Apalagi, belum ada kejelasan dari Lapindo kapan akan melunasi sisa pembayaran ganti rugi tersebut.

    Emir menjelaskan penyelesaian ganti rugi korban lumpur perlu ada campur tangan pemerintah.

    Sayangnya, sampai saat ini belum ada kepastian dari pemerintah kapan akan mengucurkan dana talangan untuk pelunasan ganti rugi.

    “Kita berharap secepatnya ada dana talangan dari pemerintah untuk korban lumpur,” tandasnya. (Abdul Rouf)

    Sumber: http://daerah.sindonews.com/read/882472/23/2-bulan-tanggul-lumpur-diblokade-warga-bpls-angkat-tangan

  • BPLS Pertimbangkan Bangun Kolam Penampungan Baru

    SIDOARJO, KOMPAS – Badan Penanggulangan Lumpur di Sidoarjo atau BPLS mempertimbangkan membangun dua kolam baru untuk menampung lumpur di Desa Renokenongo dan Desa Besuki, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

    Hal itu diungkapkan Kepala Humas BPLS Achmad Zulkarnain, Senin (1/9) di Sidoarjo. Menurut perhitungan BPLS, sejak pembuangan lumpur ke Sungai Porong dihentikan, Rabu lalu, kolam yang ada seluas 110 hektar hanya mampu menampung lumpur sembilan hari lagi.

    Di Desa Renokenongo, ada lahan seluas 80 hektar, sedangkan di Desa Besuki ada lahan seluas 25 hektar. Persoalannya, belum semua warga memperoleh ganti rugi. Di Desa Renokenongo masih ada 75 keluarga yang tinggal. Padahal, desa tersebut termasuk dalam peta terdampak lumpur Lapindo. Sebagian besar warga desa sudah mengungsi, khususnya yang telah terima ganti rugi.

    Desa Besuki, yang belakangan dimasukkan ke dalam peta terdampak lumpur Lapindo bersama Desa Pejarakan dan Kedungcangkring, masih dalam proses pengukuran tanah dan bangunan.

    ”Untuk rencana pembuatan kolam penampungan di Desa Besuki, Deputi Operasi BPLS sudah berkoordinasi dengan PT Minarak Lapindo Jaya,” katanya.

    Kegiatan pembuangan lumpur di Sungai Porong dihentikan akibat protes warga yang khawatir endapan lumpur akan membuat air sungai meluap di musim hujan. Di sisi lain, pembuangan seluruh semburan lumpur, 100.000 meter kubik per hari, dikhawatirkan mempercepat penuhnya kolam penampungan yang ada.

    Wakil Ketua Komisi A DPRD Jawa Timur Kusnadi dan Wakil Keta Komisi E DPRD Jawa Timur Kuswiyanto, saat meninjau normalisasi Sungai Porong, mengusulkan peninjauan ulang Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 tentang Pembuangan Lumpur ke Sungai Porong.

    Menurut mereka, perlu kajian komprehensif untuk mendapatkan solusi pembuangan lumpur selain ke Sungai Porong. ””Jika pembuangan lumpur ke sungai menimbulkan dampak lebih berbahaya, perpres perlu ditinjau ulang,”” ujar Kuswiyanto. (APO)