Sidoarjo, korbanlumpur.info — Sekitar 30 warga korban Lapindo yang tergabung dalam kelompok belajar Ar-Rohma hari Senin (3/6) mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sidoarjo. Tujuan kedatangan warga kali ini adalah ingin menyampaikan persoalan pendidikan dan kesehatan yang selama tujuh tahun belakangtidak mendapatkan perhatian dari Lapindo maupun pemerintah.
Kelompok warga yang mayoritas perempuan itu langsung ditemui Mahmud, ketua Komisi D DPRD Kabupaten Sidoarjo. Warga langsung menyampaikan aspirasinya terkait persoalan pendidikan dan kesehatan yang tengah mereka hadapi. Mulyani, seorang anggota Ar-Rohma dari Desa Jatirejo, menyampaikan perihal anaknya yang saat ini terancam tidak bisa mengikuti Ujian Akhir Semester (UAS) karena masih menunggak biaya UAS dan tiga bulan SPP.
“Saya hanya tukang jahit. Dulu sebelum lumpur menenggelamkan kampung saya, pendidikan tidak menjadi masalah buat saya. Di tempat baru sekarang, saya mati-matian mencari uang untuk membiayai anak saya sekolah. Sudah 3 bulan saya belum bisa membayar SPP anak saya. Anak saya diancam tidak bisa mengikuti UAS kalau belum bisa melunasi SPP,” cerita Mulyani, yang kini tinggal di Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera (TAS) II.
Nur Hadi Setiyawan, siswa SMU Walisongo, Gempol, juga terancam tidak menerima ijazah. Pasalnya sejak kelas 1 sampai kelas 3 dirinya juga sering menunggak SPP. Total biaya SPP yang belum dilunasi hampir sebesar 3 juta rupiah. “Anak saya tahun ini lulus SMU, tapi kami belum bisa mengambil ijazahnya karena belum bisa melunasi SPP dan biaya Ujian Nasional,” keluh Nur Ali, orangtua Nur Hadi.
Menanggapi persoalan pendidikan korban Lapindo tersebut, Mahmud berjanji akan segera menindaklanjutinya. Politisi dari Fraksi PAN ini dalam waktu dekat akan mengundang Dinas Pendidikan dan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS).
“Dalam waktu dekat kami akan mengundang Dinas Pendidikan dan BPLS untuk membicarakan hal ini. Disiapkan saja data anak-anak yang putus sekolah dan yang kesulitan biaya agar bisa ditindak lanjuti,” janji Mahmud.
Harwati, Kordinator Kelompok Belajar Ar-Rohma, sangat berharap anggota dewan dari Komisi D bisa membantu persoalan warga. Menurutnya selama ini korban Lapindo sudah menderita. Ganti-rugi aset tanah dan bangunan tidak menyelesaikan masalah. Bahkan banyak warga yang kini semakin menderita.
“Banyak anak-anak korban Lapindo yang putus sekolah. Banyak warga yang kehilangan mata pencaharian, yang lalu kesulitan membiayai sekolah anak-anaknya. Jaminan kesehatan juga sama sekali tidak diperhatikan. Kami berharap Komisi D bisa membantu kami untuk mengatasi masalah ini,” ungkap Harwati di akhir pertemuan.
Lebih lanjut Ony Mahardika, Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur yang juga ikut dalam pertemuan itu sangat berharap pemerintah lebih memperhatikan persoalan pemulihan pendidikan, kesehatan dan ekonomi.
“Kasus lumpur Lapindo ini sudah tujuh tahun berjalan, seharusnya negara juga menjamin dan memulihkan hak-hak korban Lapindo. Persoalan pemulihan pendidikan, kesehatan dan ekonomi juga harus menjadi prioritas,” ungkapnya.
© Ahmad Novik untuk korbanlumpur.info