Tag: kompas.com

  • Aksi Sinarmas Menadah Aset Bakrie

    Aksi Sinarmas Menadah Aset Bakrie

    JAKARTA, KOMPAS.com – Gencarnya aksi Grup Sinar Mas mengincar aset Grup Bakrie mencuatkan banyak tanya. Salah satunya adalah dugaan adanya motif tersembunyi atas aksi Grup Sinarmas yang terus menadah aset-aset Grup Bakrie.

    Kabar yang beredar di kalangan pebisnis menyebut, kedekatan Franky Oesman Widjaja, salah satu putra mahkota  taipan Eka Tjipta Widjaja dengan Nirwan Bakrie disebut-sebut menjadi alasan. Sinarmas  mencoba  membangunkan bisnis Bakrie Grup yang tengah surut.

    Sayang, Nirwan yang selama ini disebut-sebut sebagai otak bisnis dalam Grup Bakrie tak bisa dikonfirmasi. Tapi, jawaban datang dari Managing Director Grup Sinar Mas Soeherman Gandi Sulistiyanto. Dia menyangkal kabar tersebut. “Tidak ada hubungannya, kecuali pertimbangan bisnis,” tandas Gandi, panggilan karibnya kepada Kontan, Jumat (24/4/2015).

    Biro Riset Kontan mencatat, aksi Sinarmas mengoleksi aset Bakrie sudah dimulai sejak tahun 2013. Kala itu, Sinar Mas melalui PT Bumi Serpong Damai Tbk membeli 3 hektare (ha) lahan di superblok Rasuna Epicentrum Jakarta milik PT Bakrieland Development Tbk. Sinarmas mengeluarkan dana investasi  sebesar Rp 868,93 miliar untuk mendanai aksi korporasi itu. Rencananya, Sinarmas akan mendirikan apartemen di lahan tersebut.

    Tak puas sampai disitu. Pada tahun 2014, Sinarmas kembali mengambil alih mal Epicentrum Walk yang berada di Rasuna Epicentrum. Nilai investasi atas aksi korporasi itu Rp 297 miliar. Melalui anak usaha lain yang bergerak di bisnis perkebunan, yakni Golden Agri Resources Ltd, perusahaan ini menadah dua aset lahan sawit seluas 16.000 hektare milik PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk senilai 178 juta dollar AS.

    Pada akhir tahun 2014 lalu, PT Smarfren Telecom, perusahaan telekomunikasi yang dimiliki Sinarmas juga telah merangsek masuk ke Bakrie Telecom, dengan kerjasama pemakaian jaringan.

    Sinarmas juga agresif memborong saham Grup MNC yang mengempit aset eks Bakrie. Belum lama ini, lewat Argyle Street Management Limited (ASML) Sinarmas membeli 5 persen saham PT MNC Land Tbk (KPIG). Dan, portofolio MNC Land adalah lahan eks Bakrie antara Lido Resort, jalan ton dan Bali Nirwana Resort.

    Yang terakhir, konglomerasi yang dibangun taipan Eka Tjipta itu ingin menguasai PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU), salah satu tentakel bisnis Bakrie di pertambangan batubara. Lewat ASML, Sinarmas menawar 100 persen saham Asia Resource Minerals Plc (ARMS), induk usaha BRAU. Saat ini, ASML mengempit 11,1 juta, setara 4,65 persen saham ARMS yang tercatat di Bursa Efek London.

    Adapun, pengendali saham ARMS adalah Samin Tan yang menguasai 47,6 persen saham ARMS, yaitu 23,8 persen melalui PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk (BORN) dan 23,8 persen melalui Ravenwood.

    ASML menawar saham ARMS seharga 41 pence per saham. Perusahaan ini juga berjanji menyuntikkan dana segar 150 juta dollar AS ke ARMS sebagai salah satu alternatif restrukturisasi utangnya. Asal tahu saja, BRAU memiliki utang senilai 950 juta dollar AS yang jatuh tempo tahun ini dan tahun 2017.

    Namun, niat ASML tersebut bisa jadi tak mulus karena Nathaniel Rothschild juga berambisi menguasai saham mayoritas ARMS. Saat ini Rothschild menggenggam 17,5 persen saham ARMS.

    Adisti Dini Indreswari

    Sumber: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/04/25/224800826/Aksi.Sinarmas.Menadah.Aset.Bakrie

  • Pelipur Lara di Pusaran Lumpur Lapindo

    KOMPAS.com – DELAPAN tahun sudah lumpur Lapindo di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, menyembur. Sekitar 700 hektar areal permukiman, pabrik, perladangan, dan sawah tenggelam oleh lumpur yang hingga kini masih menyembur. Solusi belum juga ada.

    Padahal, beragam persoalan yang muncul bersama semburan lumpur Lapindo tak hanya dialami penduduk sekitar. Pergerakan ekonomi di Jawa Timur sempat melambat, bahkan hingga sekarang belum sepenuhnya pulih. Rel kereta api yang melintas di Jalan Raya Porong terus ditinggikan agar moda transportasi menuju Malang hingga Banyuwangi lancar.

    Waktu tempuh berbagai moda transportasi yang melintas di wilayah Porong cenderung dua atau bahkan tiga kali lipat dari sebelum lumpur menyembur pada 2006. Waktu tempuh Surabaya-Banyuwangi dengan mobil pribadi, yang pada kondisi normal 7 jam, kini 10 jam, bahkan saat tertentu hingga 15 jam. Kehadiran jalan tol baru Porong-Pandaan sejak 2013 baru bisa mempersingkat waktu tempuh dari Surabaya ke Malang.

    Luberan lumpur Lapindo ke berbagai penjuru yang dihadang cuma dengan tanggul setinggi 12 meter itu tak hanya menggerogoti perekonomian provinsi berpenduduk 41,4 juta jiwa tersebut, tetapi juga menasional. Apalagi pemilik pabrik di Pandaan, Pasuruan, Probolinggo, hingga Banyuwangi ketika Jalan Raya Porong macet berjam-jam karena lumpur panas menggenangi jalan. Akibatnya, arus barang masuk dan keluar terhambat.

    Pemodal asing pun sempat ingin hengkang ke negara lain, seperti Vietnam, jika jalan tol Porong-Pandaan tak segera terealisasi. Niat angkat kaki dari Jawa Timur, provinsi yang dianggap paling aman dan nyaman untuk berinvestasi, batal dengan beroperasinya jalan tol Porong- Pandaan sejak 2013. Tol ini menjadi jalur utama ke selatan Jawa Timur, sedangkan ke timur tetap melalui Jalan Raya Porong.

    Semburan lumpur Lapindo menimbulkan kerugian setiap tahun sekitar Rp 260 triliun, atau sekitar Rp 500 miliar per hari, dari pendapatan perdagangan dan industri. Kerugian begitu besar karena sekitar 30 persen produk domestik regional bruto Jawa Timur sumbangsih dari perdagangan dan industri.

    Hampir 60 persen sektor perdagangan dan industri berada di wilayah Pasuruan, Malang, dan Blitar, yang dalam ekspor mengandalkan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Artinya, ruas jalan Porong menjadi poros utama menuju Surabaya. Menurut pakar statistik dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Kresnayana Yahya, kerugian itu akibat stagnasi nilai barang dan sebagian biaya lain seperti kehilangan pekerjaan, transportasi, dan unsur psikis yang justru tak ternilai. Apalagi, secara riil lumpur tidak hanya mengubur tempat usaha, tetapi tanah berikut ribuan rumah dan bangunan ikut tenggelam.

    Memang betul: meski lumpur Lapindo belum ada solusi, kata Daniel M Rosyid, pakar transportasi dari ITS, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur relatif bagus. Kendati demikian, pertumbuhan baik, perencanaan kurang fokus, sehingga kesenjangan wilayah masih buruk. Pembangunan masih eksklusif, bahkan meninggalkan kawasan tertentu, termasuk pesisir dan pulau kecil seperti Bawean di Gresik dan Sumenep di Pulau Madura.

    Pemerintah Provinsi Jawa Timur belum mampu membenahi transportasi umum antarkota dan antardesa sehingga masyarakat cenderung memakai kendaraan pribadi. Jalan makin sesak. Bahkan, terkait pendidikan, kata Daniel, warga muda Jawa Timur tidak memiliki bekal dengan kompetensi memadai untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN yang tinggal sekejap mata.

    Pendidikan nirformal pun kurang dikembangkan untuk menyediakan tenaga terampil besertifikat sehingga inovasi minim. ”Pengambilan keputusan dan kebijakan kurang memanfaatkan peran Badan Penelitian dan Pengembangan Jawa Timur. Lembaga ini masih dianggap sebelah mata. Akibatnya, daya saing Jawa Timur melalui inovasi tidak bertambah dibandingkan dengan provinsi pesaing seperti Kalimantan Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan, padahal sumber daya manusia sangat luar biasa, baik kuantitatif maupun kualitatif,” kata Daniel.

    Bergerak cepat

    Dalam situasi serba tak jelas kapan lumpur berhenti menyembur, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas justru terpacu mencari alternatif agar kabupaten itu tidak kian dilupakan. ”Kerja cepat, terutama untuk operasional bandara karena kehadiran bandara mampu mempercepat pergerakan ekonomi, terutama investasi dan pariwisata, butuh mobilitas yang cepat,” kata Anas.

    Gerak cepat dilakukan karena dengan pesawat udara, waktu tempuh Surabaya-Banyuwangi cukup 45 menit. ”Dulu mau ke Banyuwangi berpikir lama di jalan, naik kereta api atau mobil. Bagaimana mau ajak pemilik modal ke Banyuwangi? Persoalan makin berat ketika lumpur Lapindo,” kata Anas.

    Dalam waktu singkat, Anas pun pontang-panting meyakinkan maskapai penerbangan, juga Kementerian Perhubungan, agar penerbangan segera dibuka ke Banyuwangi, daerah paling timur di Pulau Jawa. Semua penerbangan dari awal sampai sekarang nihil APBD, tak ada subsidi. Pola ini berbeda dengan bandara lain yang baru dibangun dan maskapai disubsidi daerah agar mau terbang ke daerah itu.

    Dia juga menyusun strategi agar daerahnya makin menggeliat. Investasi dan wisata dipacu sehingga perkembangan penumpang pesawat di Bandara Blimbingsari Banyuwangi makin menjanjikan. Bandara menjadi salah satu gerbang pembuka kemajuan di kabupaten berjulukan Matahari Terbit Jawa itu.

    Pemerintah Kabupaten Banyuwangi memainkan sejumlah strategi untuk menggeliatkan daerahnya. Infrastruktur saban tahun dibangun atau diperbaiki sepanjang 300 kilometer dengan mengajak masyarakat dan dunia usaha karena tak cukup mengandalkan APBD.

    ”Pemerintah daerah menyiapkan aspal dan peralatan, masyarakat gotong royong dan secara sukarela menyediakan konsumsi saat pengerjaan. Peran dunia usaha, membantu honor pekerja,” kata Anas. Hasilnya hingga kini jalan rusak sekitar 70 kilometer.

    Banyuwangi pun kian tersohor hingga ke penjuru dunia. Obyek wisata yang begitu memesona, yang selama ini tak tersentuh, kini dibuka akses jalan dan dilengkapi sarana dan prasarana, termasuk mendidik warga setempat terbuka kepada pendatang, terutama turis. Penduduk dilatih bisa memasak dan mengembangkan usaha sesuai keterampilan masing-masing sehingga ekonomi warga ikut terdongkrak.

    Sepak terjang Anas mengangkat Banyuwangi dengan berbagai program, termasuk menggelar sedikitnya 30 agenda festival secara rutin setiap tahun di Banyuwangi, dengan lokasi tersebar hingga ke tingkat kecamatan, mendapat pengakuan dari Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Robert O Blake. Ketika bermalam tiga hari di Banyuwangi, merayakan Thanksgiving sekaligus menyaksikan Banyuwangi Ethno Carnival, Blake mengungkapkan betapa cantik dan bersahabat Banyuwangi.

    Anas pun tak lantas berhenti menaikkan pamor daerahnya. Dengan berbagai langkah, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sedang menyusun strategi untuk bisa ”mencegat” wisatawan yang hendak ke Bali melalui jalur darat, yang berjumlah jutaan orang setiap tahun.

    ”Banyuwangi akan buat kiat bagaimana turis yang akan ke Pulau Dewata merogoh kantongnya di Banyuwangi minimal Rp 500.000 per orang dengan berbelanja suvenir atau makan khas daerah ini,” kata Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Jawa Timur ini.

    Padahal, kekuatan Jawa Timur tidak hanya Banyuwangi dan Surabaya dengan berbagai inovasi menjadi kota modern tanpa mengabaikan yang tak mampu. Ada 36 kabupaten dan kota dengan problem dan keunggulan khas.

    Jawa Timur tak hanya kaya dengan minyak dan gas, tetapi juga berkembang di sektor pertanian dan peternakan serta industri. Surplus gula 500.000 ton, beras sekitar 3,4 juta ton dari produksi 7,8 juta ton per tahun, produksi sapi potong setiap tahun 1,3 juta ekor dan konsumsi penduduk 560.000 ekor, sehingga ada 800.000 sapi, jadi Jawa Timur tak butuh topangan daerah lain. Jawa Timur pun tertutup bagi produk pangan impor, termasuk gula, sapi, dan beras, karena memang mengalami surplus meski sudah menopang kebutuhan nasional.

    Agnes Swetta Pandia

    Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2014/12/19/14285581/Pelipur.Lara.di.Pusaran.Lumpur.Lapindo

  • Tanggul Lumpur Lapindo Jebol Lagi, Puncak Hujan Mengancam

    SIDOARJO, KOMPAS.com — Untuk kedua kali, dalam pekan ini, tanggul penahan lumpur Lapindo di titik 73B Desa Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, jebol akibat diguyur hujan deras. Apabila hal ini tidak segera ditanggulangi, puncak musim hujan yang akan mulai awal Januari hingga Februari 2015 akan mengancam puluhan ribu warga.

    Pemantauan Kompas, Rabu (17/12/2014), menunjukkan, banjir lumpur semakin parah, mengalir ke permukiman warga di dua desa terdampak. Warga kembali mengungsi demi keselamatan dan kenyamanan mereka.

    ”Saya tak tahu persis kapan tanggul jebol lagi. Yang jelas hari Rabu ini, sewaktu melihat tanggul, kondisinya sudah berantakan. Mungkin karena diguyur hujan Selasa siang hingga petang kemarin,” ujar Warsito (45), warga Desa Kedungbendo, di Sidoarjo, Rabu.

    Lokasi tanggul yang bobol kali ini berada di sebelah selatan jebolan pada Minggu lalu. Lebar jebolan baru itu sekitar 3 meter dan menambah panjang yang lama, yang untuk sementara ditutup sesek (anyaman bambu) dan karung pasir. Material perbaikan darurat itu pun porak poranda tersapu aliran lumpur yang keluar dari tanggul yang jebol.

    Akibatnya, rumah warga di Desa Gempolsari dan Kalitengah kembali terendam banjir. Ketinggian air meningkat dibandingkan dengan banjir lumpur pada Selasa malam lalu. Material lumpur yang terbawa air juga semakin pekat.

    ”Sekarang ketinggian air bercampur lumpur sudah 1 meter lebih di dalam rumah. Padahal, sebelumnya tinggi banjir hanya 40 sentimeter hingga 80 sentimeter di dalam rumah dan 1 meter di luar rumah,” ujar Solihin (40), warga Gempolsari, saat ditemui di rumahnya.

    Lumpur yang keluar dari tanggul yang jebol tersebut juga mengalir ke Sungai Ketapang karena sempadan sungai ambrol di beberapa titik. Volume air di sungai pun terus bertambah hingga menyentuh permukaan dan meluber di beberapa tempat.

    Melihat banjir yang kian tinggi, warga Gempolsari dan Kalitengah memutuskan kembali mengungsi di Balai Desa Gempolsari. Mereka mengkhawatirkan keselamatan jiwanya.

    ”Sampai kapan kami harus hidup dikejar-kejar lumpur seperti ini. Harta benda habis dan rumah juga makin lapuk, temboknya terendam banjir,” kata Askanah (65), warga yang mengungsi.

    Bertahan

    Kepala Desa Gempolsari Abdul Haris mengatakan, jumlah pengungsi mencapai 100 orang yang didominasi kaum ibu, warga lanjut usia, dan anak-anak. Malam hari mereka berkumpul di pengungsian dan pada siang hari beraktivitas biasa seperti bekerja atau membersihkan rumah.

    ”Kendati begitu, masih ada yang nekat bertahan di rumahnya yang sudah terkepung banjir lumpur. Alasannya, mereka menunggu rumah, takut barangnya hilang,” kata Haris.

    Pasangan Suwadi (85) dan Saniakah (65), misalnya, meminta pembayaran ganti rugi dilunasi terlebih dahulu agar mereka bisa pindah ke tempat yang lebih layak huni.

    Bupati Sidoarjo Saiful Illah berencana menemui Presiden Joko Widodo bersama Gubernur Jawa Timur Soekarwo. Dia akan menunjukkan foto kondisi warga korban lumpur yang menderita dan tanggul yang kritis.

    ”Saya akan ke Jakarta dipanggil Presiden Jokowi. Akan saya sampaikan semua keluhan warga agar pelunasan ganti rugi segera terselesaikan,” ujar Saiful.

    Puncak hujan Januari

    Kepala Kelompok Analisis dan Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Juanda, Surabaya, Taufik Hermawan mengatakan, rata-rata hujan di Sidoarjo terjadi pada siang atau malam hari. Intensitasnya termasuk ringan hingga sedang. Curah hujan ringan rata-rata 1-5 milimeter (mm) per jam atau 5-20 mm per hari.

    ”Curah hujan masuk dalam kategori sedang apabila 5-10 mm per jam atau 20-50 mm per hari. Lama hujan rata-rata 20-60 menit. Kecuali beberapa daerah di Jawa Timur, seperti Pulau Bawean, lama hujan bisa 3-4 jam,” tutur Taufik.

    Puncak musim hujan yang ditandai dengan hujan lebat dan sangat lebat akan terjadi mulai awal Januari hingga Februari 2015. Saat itu, rata-rata curah hujan mencapai 20 mm per jam atau 100 mm per hari.

    Taufik mengingatkan, hujan lebat berpotensi terjadi karena ada pengaruh tidak langsung dari siklon tropik Hagupit di Filipina yang mengakibatkan terjadi konvergensi awan di langit Jawa Timur. Konvergensi akan memicu pertumbuhan awan hujan yang sangat banyak.

    Hujan yang terus turun bisa menyengsarakan korban lumpur Lapindo di Sidoarjo. Ada sekitar 40.000 warga yang terancam banjir dari kolam lumpur Lapindo, terutama saat puncak musim hujan.

    Apalagi, sejumlah titik tanggul kini rawan jebol, sementara antisipasi bencana masih minim. (NIK/ANG/DIA)

    Sumber: http://regional.kompas.com/read/2014/12/18/16064201/Tanggul.Lumpur.Lapindo.Jebol.Lagi.Puncak.Hujan.Mengancam

  • Jokowi Diharapkan Selesaikan Soal Ganti Rugi Lumpur Lapindo

    SIDOARJO, KOMPAS — Pemerintahan baru diharapkan melanjutkan upaya penyelesaian pembayaran ganti rugi terhadap korban lumpur Lapindo di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, yang terkatung-katung selama hampir sembilan tahun. Supaya lebih efektif, pemerintah sebaiknya melanjutkan proses sebelumnya.

    Harapan itu disampaikan Bupati Sidoarjo Syaiful Illah kepada pemerintah yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sebelumnya, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono gagal menyelesaikan permasalahan sehingga mengakibatkan ribuan korban lumpur menderita.

    ”Pemerintah harus bertanggung jawab menyelesaikannya. Dan, sesuai dengan hasil rapat kerja Dewan Pengarah BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo) sudah disepakati pembayaran tunggakan akan dilakukan oleh pemerintah,” ujar Syaiful, Rabu (22/10/2014).

    Dia mengatakan, pembayaran sisa ganti rugi harus dilakukan oleh pemerintah karena PT Lapindo Brantas Inc yang seharusnya bertanggung jawab sudah tidak mampu bayar. Perusahaan yang bergerak di bidang migas itu mengalami kesulitan keuangan.

    Alasan lain adalah kemanusiaan. Korban lumpur sudah menderita selama bertahun-tahun karena luberan lumpur panas menenggelamkan rumah dan permukiman warga. Lumpur juga mengubur sejumlah pabrik sehingga mengakibatkan masyarakat kehilangan pekerjaan.

    Lumpur yang menyembur sejak 29 Mei 2006 sudah menenggelamkan 621 hektar kawasan di Kecamatan Tanggulangin, Jabon, dan Porong. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2007 tentang BPLS menyatakan, PT Lapindo harus bertanggung jawab membayar ganti rugi warga di area terdampak, yakni 621 hektar.

    Sebelumnya, hasil rapat Dewan Pengarah BPLS di Jakarta memutuskan mengusulkan pemerintah membayar sisa ganti rugi. Ada dua pilihan, pertama pemerintah memberikan dana talangan dan menagihnya kepada Lapindo. Kedua, pemerintah membayar sisa ganti rugi yang belum dibayar dan tanah yang dibayar tersebut menjadi aset negara.

    Sisa ganti rugi yang belum dibayar Rp 1,25 triliun dengan rincian Rp 781 miliar untuk warga dan sisanya, sekitar Rp 500 miliar, hak pelaku usaha yang tempat usahanya tenggelam oleh lumpur. Namun, saat rapat, sisa ganti rugi yang diusulkan dibayar hanya Rp 781 miliar.

    Warga korban lumpur dari Desa Siring, Kecamatan Porong, Sulastro, berharap penyelesaian masalah ganti rugi itu masuk dalam program prioritas pemerintahan Joko Widodo yang akan direalisasikan pada 100 hari pertama kerja. ”Kami menagih janji Pak Jokowi sebagaimana tertuang dalam kontrak politik saat berkampanye sebagai calon presiden di atas tanggul di Desa Siring. Beliau telah berjanji menyelesaikan pembayaran ganti rugi,” kata Sulastro. (NIK)

    Sumber: http://regional.kompas.com/read/2014/10/23/16024531/Jokowi.Diharapkan.Selesaikan.Soal.Ganti.Rugi.Lumpur.Lapindo

  • Kemenkeu Belum Bisa Jamin Dana Talangan Lumpur Lapindo Rp 781 Miliar

    JAKARTA, KOMPAS.com – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum bisa menjamin apakah dana talangan lumpur Lapindo sebesar Rp 781 miliar bisa diambilkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015.

    “Kami belum tahu, karena rapatnya enggak ikut,” ucap Askolani, Dirjen Anggaran Kemenkeu, dikonfirmasi wartawan ditemui di gedung parlemen, Senin (29/9/2014).

    Dia bilang, pemerintah dalam hal ini Kemenkeu akan menunggu diskusi selanjutnya tentang lumpur Lapindo. Ditanyakan lagi kemungkinan dana talangan tersebut diambilkan dari APBN 2015, Askolani menegaskan hal tersebut yang perlu didiskusikan.

    Dalam kesempatan sama, anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Dolfie OFP menuturkan, BPLS memang selalu mendapat anggaran dari pemerintah. “Ada dua wilayah, di dalam dan di luar terdampak. Yang di dalam menjadi tanggungjawab Minarak, yang di luar selalu masuk anggaran,” kata Dolfie ditemui di gedung DPR, Senayan, Senin.

    Namun demikian, politisi PDI-Perjuangan itu belum tahu apakah anggaran yang diusulkan untuk BPLS sebesar Rp 781 miliar tersebut akan dianggarkan dalam APBN 2015.

    Sebelumnya dikabarkan, pemerintah siap menalangi PT Minarak Lapindo Brantas yang menyatakan tidak sanggup membayar ganti rugi terhadap korban yang terkena dampak dari lumpur Lapindo sebesar Rp 781 miliar.

    “Yang belum terbayar itu Rp 781 miliar, itu yang harus dikeluarkan dari APBN,” tutur Djoko Kirmanto, Menteri Pekerjaan Umum, Rabu pekan lalu.

    Estu Suryowati

    Sumber: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/09/29/182110926/Kemenkeu.Belum.Bisa.Jamin.Dana.Talangan.Lumpur.Lapindo.Rp.781.Miliar