Tag: Partai Golkar

  • Pengamat: DPR Tidak Boleh Terjebak dalam Konflik Golkar

    Pengamat: DPR Tidak Boleh Terjebak dalam Konflik Golkar

    BeritaSatu.com, Jakarta – Pengamat politik dari IndoStrategi Andar Nubowo meminta kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak terjebak dalam konflik Partai Golkar di parlemen. Dia menilai kubu Aburizal Bakrie (ARB) dan Agung Laksono (AL) mulai menggunakan DPR untuk kepentingan masing-masing.

    “Wacana angket Lapindo yang diusulkan kubu AL tampaknya untuk mengimbangi angket Menkumham yang diinisiasi oleh Partai Golkar kubu ARB. Jelas ini pola serangan balik atas ARB. Apalagi, kasus Lapindo identik dengan ARB,” ujar Andar saat dihubungi BeritaSatu.com, Selasa (31/3).

    Menurutnya, jika hak angket Lapindo dan Menkumham ini terjadi, maka akan menjadi kontestasi siapa yang paling berpengaruh dan kuat di parlemen, baik dalam konteks Partai Golkar sendiri ataupun Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH).

    “Kita berharap DPR bisa memilih dan memilah. Tidak terjebak pada arus konflik di tubuh partai tertentu. Lembaga DPR itu lembaga rakyat, tidak boleh disetir oleh salah satu pihak,” tegas Andar.

    Hak angket Lapindo, katanya kesannya memang lebih kuat sebagai politik revenge kubu AL terhadap ARB. Dia pun mengharapkan pimpinan DPR dan anggotanya perlu memeriksa secara objektif dan menghindari politisasi lembaga eksekutif untuk kepentingan kelompok tertentu.

    “Tetapi, jika substansi itu sesuai dengan tupoksi anggota dewan, ya jalan saja tanpa terjebak pada konflik internal partai tertentu. Intinya, DPR harus fokus bekerja di atas kepentingan partai atau golongan tertentu,” terangnya.

    Andar mengaku bahwa kesan politisasi kasus Lapindo tak terhindari. Pasalnya, kasus ini merupakan kasus lama, sejak zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Publik, katanya, tentu bertanya mengapa baru dimunculkan hak angketnya setelah dualisme Partai Golkar.

    “Kesan politisnya kan tidak bisa dihindari. Tetapi, jika memang ditemukan fakta baru dalam Lapindo yang merugikan rakyat dan negara, saya kira boleh boleh saja. Makanya itu, argumentasi hak angket ini harus betul-betul jelas dan berdampak luas bagi masyarakat,” pungkasnya.

    Yustinus Paat | FEB

    Sumber: http://www.beritasatu.com/nasional/261613-pengamat-dpr-tidak-boleh-terjebak-dalam-konflik-golkar.html

  • Golkar Kubu Munas Jakarta Wacanakan Hak Angket Lapindo

    Golkar Kubu Munas Jakarta Wacanakan Hak Angket Lapindo

    JurnalParlemen, Senayan – Dualisme kepengurusan Partai Golkar antara kubu Munas Ancol (Agung Laksono) dengan Munas Bali (Aburizal Bakrie) kian memanas. Saling gugat dan ajukan laporkan ke Bareskrim Mabes Polri pun sudah dilakukan kedua kubu.

    Kini, Golkar kubu Agung Laksono memerintahkan anggotanya di Senayan, menggalang dukungan untuk pengajuan penggunaan Hak Angket soal Lapindo, sebagai balasan kepada Golkar kubu Aburizal yang lebih dulu menggulirkan penggunaan hak angket soal putusan Menkum dan HAM Yasonna Laoly mengesahkan kepengurusan Golkar kubu Agung Laksono.

    “Kita upayakan besok kita galang angket soal Lapindo, angket pajak, dan angket pertambangan. Ini akan kita kerahkan agar di DPR lakukan angket. Kita dukung pemberantasan korupsi,” kata Wakil Ketua Umum Golkar Munas Ancol Yorrys Raweyai, Senin (30/3), di Gedung DPR, Jakarta.

    Yorrys menambahkan, angket tersebut ditujukan untuk mendalami apakah dana talangan dari Pemerintah ditujukan untuk kepentingan rakyat, atau hanya dijadikan lahan bagi pengusaha untuk meraup keuntungan.

    “Dana yang diberikan untuk kemanusiaan ke Lapindo kami setuju. Tapi, apakah rakyat terselamatkan atau pengusaha yang menikmati itu?,” tukasnya.

    Jay Waluyo

    Sumber: http://www.jurnalparlemen.com/view/9726/golkar-kubu-munas-jakarta-wacanakan-hak-angket-lapindo.html

  • Lapindo Bokek, Negara Tekor

    Lapindo Bokek, Negara Tekor

    JAKARTA, Jawa Pos – Menagih janji pelunasan ganti rugi kepada PT Minarak Lapindo Jaya seperti upaya tak berkesudahan bagi warga korban lumpur Sidoarjo. Sudah delapan tahun lima bulan semburan lumpur, namun PT Minarak Lapindo Jaya belum kunjung melunasi kewajibannya.

    Bahkan, yang terbaru, PT Minarak Lapindo Jaya angkat tangan karena tidak mampu lagi menyelesaikan ganti rugi warga korban lumpur di peta area terdampak (PAT) di Sidoarjo. Pihak perusahaan menyatakan bahwa kondisi keuangan PT Minarak Lapindo Jaya sedang payah. Padahal, sang pemilik, Aburizal Bakrie, baru saja menjamu hampir 500 peserta musyawarah nasional (munas) Partai Golkar di kompleks wisata mahal, Nusa Dua, Bali.

    Sikap tidak bertanggung jawab anak usaha Bakrie Group tersebut membuat negara menanggung kerugian. Sebab, agar warga tetap mendapatkan haknya, pemerintah terpaksa turun tangan dengan mengambil alih pembayaran ganti rugi.

    Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan, pihaknya sudah meminta rekomendasi Kementerian Hukum dan HAM soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta negara menjamin pelunasan ganti rugi korban, baik di dalam maupun luar PAT. ”Jadi, (tanggung jawab ganti rugi) ini diambil oleh negara, dibayar dan (tanahnya) jadi aset negara,” ujarnya setelah sidang kabinet di Istana Negara Rabu (3/12).

    Sebagaimana diketahui, selama ini korban dalam PAT menjadi tanggung jawab Lapindo, sedangkan ganti rugi untuk korban di luar PAT ditanggung pemerintah. Namun, karena Lapindo sudah kehabisan dana, belum semua korban dalam PAT mendapatkan ganti rugi. Sementara itu, korban di luar PAT sudah mendapatkan ganti rugi dari pemerintah.

    Nah, Maret lalu MK telah mengabulkan permohonan enam korban lumpur Lapindo yang berada dalam PAT. Intinya, MK meminta negara dengan kekuasaan yang dimiliki untuk menjamin dan memastikan pelunasan ganti rugi korban dalam PAT. Namun, pemerintahan SBY menilai bahwa arti putusan itu bukan pemerintah yang harus mengganti rugi. Melainkan, pemerintah menggunakan kekuatan untuk menekan Lapindo agar segera menyelesaikan kewajibannya.

    Multitafsir itulah yang menurut Basuki sudah dikaji pemerintahan Jokowi. Oleh Kementerian Hukum dan HAM, putusan tersebut ditafsirkan bahwa pemerintah harus mengambil alih karena Lapindo sudah tidak mungkin lagi menyelesaikan kewajiban itu. ”Kalau tidak (mengambil alih), kami disalahkan secara konstitusi,” katanya.

    Sebelumnya, Direktur Utama PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam Tabusalla mengatakan, pihaknya sudah melunasi sebagian besar kewajiban pembayaran ganti rugi senilai Rp 3,8 triliun. Namun, masih ada kekurangan Rp 781 miliar yang belum dibayar. ”Bukan kami tidak mau membayar. Tapi, kondisi keuangan perusahaan kami lagi tidak ada,” ucapnya.

    Basuki menyebut, untuk mengambil alih tanggung jawab di wilayah PAT, pemerintah segera mengubah Peraturan Presiden tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) agar menjadi payung hukum yang kuat. ”Kami juga minta opini dari Kejaksaan Agung,” ujarnya.

    Pemerintah sebenarnya sudah mengeluarkan dana besar untuk menanggulangi lumpur Lapindo. Sejak 2007 hingga 2014, anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk membiayai BPLS sudah menyentuh angka Rp 9,53 triliun.

    Tuntut Kepastian

    Dari Sidoarjo, dikabarkan pansus lumpur Sidoarjo hingga kemarin belum mengambil tindakan tegas terkait dengan keluhan korban luapan lumpur Lapindo di peta terdampak. Namun, mereka tidak akan tinggal diam. Dalam waktu dekat, pansus akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

    Mereka bakal menjembatani pertemuan antara BPLS, bupati, dan warga. ”Rencananya, Jumat nanti (5/12) kami memanggil mereka. Melakukan mediasi untuk para pihak,” tegas Machmud, ketua pansus lumpur Sidoarjo.

    Pansus juga akan mendesak pemerintah untuk memberikan kepastian kepada korban soal pembayaran ganti rugi. Pansus juga bakal bertanya kepada pemerintah apakah benar pembayaran ganti rugi itu masuk APBN 2015.

    Untuk menyelesaikan permasalahan lumpur itu pun, pansus tidak hanya melibatkan korban dalam peta area terdampak. Mereka yang tidak masuk peta tersebut juga harus diberi pemahaman. Sebab, lanjut Machmud, terkait dengan kondisi lumpur saat ini, dua pihak warga itu memiliki keinginan yang berbeda.

    Warga yang masuk korban terdampak menginginkan penanggulan dihentikan sebelum ganti rugi tuntas dibayar. Sebaliknya, warga Desa Kedungbendo dan Kaliketapang berharap lumpur segera ditanggul. Sebab, jika dibiarkan meluber, lumpur bisa menggenangi kediaman mereka. ”Kami berharap keadaan tetap kondusif. Kuncinya ada pada pembayaran ganti rugi korban di peta terdampak,” tegas Machmud. (owi/laz/may/hen/sep/c11/end)

    Sumber: http://www.jawapos.com/baca/artikel/9930/Lapindo-Bokek-Negara-Tekor-