Tag: pengungsi di ruas tol

  • Pipa Baru Akan Dibikin, Pengungsi Tol Dipaksa Membongkar Rumahnya

    korbanlumpur.info – Kerangka rumah bambu lebar empat meter baru saja didirikan di timur ruas tol Porong-Gempol. Menjelang magrib empat pekerja bayaran Mahmudah (42 tahun) sibuk meratakan tanah yang lebih rendah di pinggir tol. Mereka musti bekerja keras pasalnya waktu mereka tak panjang.

    “Cuma diberi waktu tiga hari untuk pindah,” tutur Mahmudah warga RT 03/04 desa Besuki.

    Kesibukan ini dimulai pada Selasa (7/10) saat Bajuri Edy Cahyono, kepala pokja perlindungan sosial Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), memerintahkan pengungsi tol yang berada di sebelah barat tol untuk membongkar gubuk pengungsian mereka. Pasalnya, ruas tol sebelah barat akan difungsikan dan pengungsi disatukan di tol sebelah timur. Rumahnya dibikin berhadapan yang ditengah tol menghadap timur dan yang dipinggir menghadap barat.

    Pengumumannya Bajuri pada para pengungsi dari 5 RT Besuki tidak tuntas. Warga RT satu dikumpulkan dan diberitahu supaya pindah sementara warga RT empat diberi gambar rencana perpindahan. Warga mesti mengumpulkan informasi sendiri dengan kepanikan.

    “Selain itu akan dibangun pipa saluran lumpur baru,” tutur Mahmudah.

    BPLS hanya mengeluarkan perintah tanpa memenuhi ongkosnya. Mahmudah mesti mengongkosi sendiri perpindahan ini dia menyewa empat orang yang masing-masing dibayar 40 ribu rupiah tiap harinya. Dia tak bisa mengandalkan suaminya karena suaminya tak bisa kerja keras karena serangan asma.

    Selain itu, sejak pengumuman itu dia tak bisa membuka warungnya karena sibuk pindahan.

    Senja mulai menggelap dan rumahnya yang baru masih berupa kerangka dengan lantai yang belum rata. Mahmudah bersama dua putrinya tak tahu musti tidur dimana malam ini. [mam]

  • Buka Bersama Korban

    korbanlumpur.info – Begitu kijang kancil, kendaraan patroli polisi, datang di posko pengungsi Tol Porong-Gempol ratusan anak, yang baru selesai sholat magrib, langsung mengepungnya. Girang betul mereka melihat dua kardus besar yang diturunkan dari mobil tersebut. Mereka tahu kardus itu berisi makanan jatah takjil, hidangan pembuka buka puasa.

    Sejak hari pertama puasa mereka dapat jatah takjil dari Kepolisian Resort Sidoarjo. Sore ini jatah takjil mereka telat jumlahnya pun tidak mencukupi.

    Anak-anak ini adalah anak korban lumpur Lapindo dari RT 01-04 RW 05 Desa Besuki yang mengungsi di tol Porong-Gempol sejak Febuari lalu. Mereka mengungsi setelah beberapa kali luapan lumpur menggenangi pemukiman mereka.

    “Kami memilih tol karena lebih tinggi tempatnya dari pemukiman,” tutur Ali Mursyid, koordinator lapangan warga Besuki.

    Menurut Perpres 48 tahun 2008 warga Besuki ini termasuk daerah yang terdampak. Tanah, rumah dan pekarangan mereka akan dibeli pemerintah yang diambilkan dari APBN. Hingga kini mereka belum mendapatkan serupiah pun dari pembelian ini. Tak hanya kehilangan rumah dan tanah mereka, penduduk yang rata-rata petani dan buruh pabrik juga banyak yang kehilangan pekerjaan. Banyak diantara mereka menjadi pengemis di sepanjang pengungsian.

    Warga pengungsian ini juga tidak mendapat jatah makanan baik dari Lapindo atau dari pemerintah. Mereka mengharapkan makanan dari para penderma, salah satunya dari Kepolisian Resort Sidoarjo yang tiap sore mengirimkan jatah takjil yang berisi bubur kacang hijau yang dibungkus wp-content plastik. Mereka berebut karena memang jumlahnya tidak mencukupi.

    Sesaat kemudian kerumunan kian banyak dan ibu-ibu juga ikut berdesakan. Mashudi (43 tahun), warga RT 01 RW 05 Besuki, sadar betul jatah tak cukup, dia berteriak memberi komando,

    “Yang dapat anak-anak usia SD, anak-anak SMP tidak dapat,” tutur Mashudi.

    Anak-anak lalu berbaris rapi, ibu-ibu menunggu dengan cemas di kiri-kanan barisan. Satu persatu bubur dibagikan, persediaan menipis. Orang-orang yang lapar mulai cemas tak dapat jatah. Mereka merangsek kebarisan.

    Jatah habis dan masih banyak anak yang belum mendapatkannya, sementara orang-orang tua beradu mulut. Tak hanya itu, meja pimpong yang digunakan untuk menaruh kardus juga jungkirkan warga yang tidak dapat jatah. Anak-anak hanya diam dan menyingkir.

    Adu mulut tak terhindarkan.

    “Diancuk, kamu sudah dapat jatah, mundur jangan minta lagi, kasian yang belum dapat,” tuduh seorang bapak dan dijawab tak kalah sengit oleh ibu-ibu yang merasa dituduh, “mana saya belum dapat.” Ibu yang lain bilang dia ingin punya wp-content pembungkus bubur dan dia tak ingin isinya.

    “Buat tempat gula,” katanya.

    “Orang-orang sini jadi mudah marah,” tutur Mashudi setelah orang-orang menyingkir saat azan Isya dikumandangkan.