Tag: putusan MK

  • Pemerintah Belum Pikirkan Sanksi untuk Lapindo

    JAKARTA – PT Minarak Lapindo Jaya akhirnya mengakui pada pemerintah tidak sanggup membayar utang ganti rugi pada warga korban luapan lumpur sebesar Rp 781 miliar.  Meski demikian, perusahaan tersebut tidak mendapat sanksi dari pemerintah. Hal ini disampaikan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto di kompleks Istana Negara, Jakarta, Jumat (19/12).

    “Presiden tidak berpikir ke situ dulu. Masyarakat sudah menunggu. Fokus bagaimana caranya supaya harapan yang tertunda ini bisa dipenuhi. Itu saja fokusnya. Hal-hal lain terkait fairness dari Minarak Lapindo, kita pikirkan kemudian,” ujar Andi.

    Selain melakukan pembelian aset Lapindo, kata Andi, pemerintah juga tidak melupakan kewajiban untuk membayar Rp 380 miliar. Jumlah ini adalah kewajiban pemerintah sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penanganan Lapindo.

    “Pemerintah siap yang Rp 380 miliar yang jadi kewajiban pemerintah,” sambung Andi.

    Seperti diberitakan sebelumnya Pemerintah akan menalangi utang lapindo dengan membeli aset perusahaan tersebut sebesar Rp 781 miliar. Pembayaran utang Lapindo itu akan menggunakan pos BA99 (dana taktis) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan tahun 2015. Meski ditalangi pemerintah Lapindo tetap harus melunasi kewajibannya itu. Sebab, pemerintah juga turut menyita seluruh aset Lapindo sebagai jaminan.

    Lapindo diberi waktu 4 tahun. Apabila perusahaan itu bisa lunasi hutangnya pada pemerintah, maka asetnya dikembalikan. Jika sudah melewati tenggat waktu tidak dibayar, aset-aset perusahaan itu akan disita. (flo/jpnn)

    Sumber: http://www.jpnn.com/read/2014/12/19/276518/Pemerintah-Belum-Pikirkan-Sanksi-untuk-Lapindo-

  • Lapindo Bokek, Negara Tekor

    Lapindo Bokek, Negara Tekor

    JAKARTA, Jawa Pos – Menagih janji pelunasan ganti rugi kepada PT Minarak Lapindo Jaya seperti upaya tak berkesudahan bagi warga korban lumpur Sidoarjo. Sudah delapan tahun lima bulan semburan lumpur, namun PT Minarak Lapindo Jaya belum kunjung melunasi kewajibannya.

    Bahkan, yang terbaru, PT Minarak Lapindo Jaya angkat tangan karena tidak mampu lagi menyelesaikan ganti rugi warga korban lumpur di peta area terdampak (PAT) di Sidoarjo. Pihak perusahaan menyatakan bahwa kondisi keuangan PT Minarak Lapindo Jaya sedang payah. Padahal, sang pemilik, Aburizal Bakrie, baru saja menjamu hampir 500 peserta musyawarah nasional (munas) Partai Golkar di kompleks wisata mahal, Nusa Dua, Bali.

    Sikap tidak bertanggung jawab anak usaha Bakrie Group tersebut membuat negara menanggung kerugian. Sebab, agar warga tetap mendapatkan haknya, pemerintah terpaksa turun tangan dengan mengambil alih pembayaran ganti rugi.

    Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan, pihaknya sudah meminta rekomendasi Kementerian Hukum dan HAM soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta negara menjamin pelunasan ganti rugi korban, baik di dalam maupun luar PAT. ”Jadi, (tanggung jawab ganti rugi) ini diambil oleh negara, dibayar dan (tanahnya) jadi aset negara,” ujarnya setelah sidang kabinet di Istana Negara Rabu (3/12).

    Sebagaimana diketahui, selama ini korban dalam PAT menjadi tanggung jawab Lapindo, sedangkan ganti rugi untuk korban di luar PAT ditanggung pemerintah. Namun, karena Lapindo sudah kehabisan dana, belum semua korban dalam PAT mendapatkan ganti rugi. Sementara itu, korban di luar PAT sudah mendapatkan ganti rugi dari pemerintah.

    Nah, Maret lalu MK telah mengabulkan permohonan enam korban lumpur Lapindo yang berada dalam PAT. Intinya, MK meminta negara dengan kekuasaan yang dimiliki untuk menjamin dan memastikan pelunasan ganti rugi korban dalam PAT. Namun, pemerintahan SBY menilai bahwa arti putusan itu bukan pemerintah yang harus mengganti rugi. Melainkan, pemerintah menggunakan kekuatan untuk menekan Lapindo agar segera menyelesaikan kewajibannya.

    Multitafsir itulah yang menurut Basuki sudah dikaji pemerintahan Jokowi. Oleh Kementerian Hukum dan HAM, putusan tersebut ditafsirkan bahwa pemerintah harus mengambil alih karena Lapindo sudah tidak mungkin lagi menyelesaikan kewajiban itu. ”Kalau tidak (mengambil alih), kami disalahkan secara konstitusi,” katanya.

    Sebelumnya, Direktur Utama PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam Tabusalla mengatakan, pihaknya sudah melunasi sebagian besar kewajiban pembayaran ganti rugi senilai Rp 3,8 triliun. Namun, masih ada kekurangan Rp 781 miliar yang belum dibayar. ”Bukan kami tidak mau membayar. Tapi, kondisi keuangan perusahaan kami lagi tidak ada,” ucapnya.

    Basuki menyebut, untuk mengambil alih tanggung jawab di wilayah PAT, pemerintah segera mengubah Peraturan Presiden tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) agar menjadi payung hukum yang kuat. ”Kami juga minta opini dari Kejaksaan Agung,” ujarnya.

    Pemerintah sebenarnya sudah mengeluarkan dana besar untuk menanggulangi lumpur Lapindo. Sejak 2007 hingga 2014, anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk membiayai BPLS sudah menyentuh angka Rp 9,53 triliun.

    Tuntut Kepastian

    Dari Sidoarjo, dikabarkan pansus lumpur Sidoarjo hingga kemarin belum mengambil tindakan tegas terkait dengan keluhan korban luapan lumpur Lapindo di peta terdampak. Namun, mereka tidak akan tinggal diam. Dalam waktu dekat, pansus akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

    Mereka bakal menjembatani pertemuan antara BPLS, bupati, dan warga. ”Rencananya, Jumat nanti (5/12) kami memanggil mereka. Melakukan mediasi untuk para pihak,” tegas Machmud, ketua pansus lumpur Sidoarjo.

    Pansus juga akan mendesak pemerintah untuk memberikan kepastian kepada korban soal pembayaran ganti rugi. Pansus juga bakal bertanya kepada pemerintah apakah benar pembayaran ganti rugi itu masuk APBN 2015.

    Untuk menyelesaikan permasalahan lumpur itu pun, pansus tidak hanya melibatkan korban dalam peta area terdampak. Mereka yang tidak masuk peta tersebut juga harus diberi pemahaman. Sebab, lanjut Machmud, terkait dengan kondisi lumpur saat ini, dua pihak warga itu memiliki keinginan yang berbeda.

    Warga yang masuk korban terdampak menginginkan penanggulan dihentikan sebelum ganti rugi tuntas dibayar. Sebaliknya, warga Desa Kedungbendo dan Kaliketapang berharap lumpur segera ditanggul. Sebab, jika dibiarkan meluber, lumpur bisa menggenangi kediaman mereka. ”Kami berharap keadaan tetap kondusif. Kuncinya ada pada pembayaran ganti rugi korban di peta terdampak,” tegas Machmud. (owi/laz/may/hen/sep/c11/end)

    Sumber: http://www.jawapos.com/baca/artikel/9930/Lapindo-Bokek-Negara-Tekor-