Ke Mana Lumpur Dibuang


SUDAH berhari-hari warga Desa Kedungbendo bergotong-royong membangun tanggul penahan lumpur. Penduduk setempat tak ingin kampung mereka terendam lumpur dari sumur PT Lapindo Brantas seperti tiga desa di sekitar Lapindo-Desa Siring, Jatirejo, dan Renokenongo. Tapi, akhirnya, pekan lalu jebol juga tanggul di Kedungbendo.

Sudah hampir sebulan kebocoran di Lapindo terjadi, tapi amuk lumpur itu belum bisa dihentikan, juga belum bisa dibuang. Lapindo sejatinya telah menyiapkan tiga kolam penampung lumpur. Satu ada di sebelah utara jalan tol Porong-Gempol atau hanya 200 meter dari sumur Lapindo. Dan dua kolam lainnya berada di sebelah selatan jalan tol Porong-Gempol. “Itu bisa menampung lumpur sampai tiga pekan,” kata Imam Agustino, General Manager PT Lapindo Brantas.

Ternyata perhitungan Imam meleset, jangkauan lumpur meluas ke Kedungbendo yang letaknya berdekatan dengan kolam pertama. Belakangan, para pejabat setempat baru sadar bahwa volume lumpur yang menyembur dari ladang Lapindo itu lebih besar dari yang diperkirakan semula, 5.000 meter kubik per hari. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur memperkirakan volume lumpur yang mengalir dari dasar bumi itu sebesar 50 ribu meter kubik per hari.

Taksiran tersebut sama dengan hitungan tim dari Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS) yang telah meneliti di 16 titik di kawasan yang digenangi lumpur. “Itu angka paling ekstrem,” kata Anggraeni, salah satu anggota tim ITS.

Untuk mencegah perluasan lumpur, ITS mengusulkan agar areal kolam penampung lumpur yang semula 24 hektare diperluas jadi 225 hektare. “Lokasinya di kecamatan Porong, Tanggulangin, dan kecamatan Jabon,” kata Hasan Basri.

Saat ini, Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo baru menyiapkan lahan 85 hektare dan 24 hektare di antaranya di Desa Renokenongo. Jika semua kolam telah siap, diperkirakan bisa menampung lumpur selama dua bulan. Rencananya, setelah lumpur diendapkan di kolam, air di bagian permukaan akan dialirkan ke kali Porong.

Teori ini bisa jalan jika kolam-kolam itu saling berdekatan. Masalahnya, letak kolam pertama dengan kolam kedua dan ketiga berjauhan. Saat ini kolam kedua dan ketiga masih melompong alias belum teraliri lumpur.

Semula Lapindo berharap lumpur secara otomatis mengalir ke kolam tersebut karena bantuan gaya gravitasi. Namun, lumpur ternyata tidak bergerak arah ke kolam. Lumpur itu malah menerjang belasan pabrik dan rumah warga Jatirejo dan Renokenongo.

Lapindo sebenarnya berusaha mengalirkan lumpur itu ke kolam kedua dan ketiga dengan sedotan mesin. “Tapi hanya jalan sebentar dan akhirnya macet,” ujar Subakri, Sekretaris Desa Renokenongo. Alhasil, kini lumpur bergerak semaunya sendiri. Duh.

ZA, Sunudyantoro dan Rohman Taufiq (Surabaya)

Sumber: Majalah Tempo No. 18/XXXV/26 Juni-02 Juli 2006


Translate »