Kok Lunas, 20 Persen Aja Belum Dibayar!


Gencar diberitakan beberapa minggu belakangan bahwa Minarak Lapindo Jaya (MLJ) sudah menyelesaikan pembayaran 20 proses jual beli dengan korban lumpur. Bahkan, mereka sekarang sudah memasuki tahapan pembayaran 80 persen yang untuk warga non-sertifikat dipaksa dengan pola cash and resettlement. Ternyata, pembayaran 20 persen itu sudah tuntas adalah omong kosong besar.

“Kami ini sudah bertemu dengan semua pihak yang berwenang, tetapi sampai sekarang 20 persen hanya omong kosongnya,” tukas Abadi Trisanto, koordinator kelompok Perwakilan Warga dari Perumtas, ketika ditemui tim SuaraPorong tadi malam.

Tidak kurang-kurang sudah upaya yang dilakukan oleh Pak Abadi dan kawan-kawannya untuk memperoleh kejelasan pelunasan pembayaran. Semua pejabat di daerah mulai dari BPLS, Bupati, Anggota Dewan, maupun MLJ sendiri yang sudah tidak terhitung. “Kami ini bahkan memegang risalah yang ditandatangani Bakrie, Menteri PU, Ketua BPN dan pejabat lain di Istana Wapres, yang isinya menjanjikan penyelesaianpembayaran korban lumpur menjadi hanya 1 tahun” terangnya.

Namun kesepakatan tinggal kesepakatan, dan risalah rapat yang ditandatangani di kertas berkop Istana Wapres itu tidak bertuah menghadapi Lapindo. Risalah tertanggal 14 April 2007 itu sudah lama kadaluarsa, pun tidak ada yang bertanggungjawab akan hal itu.

Bahkan, jangankan pelunasan pembayaran, uang muka 20 persen saja tidak digubris oleh Lapindo. “Kami ini kayaknya memang sengaja dipermainkan oleh mereka, karena dulu kami sangat keras menuntut tanggung jawab Lapindo,” tambah Abadi.

Nah, selain kelompok Perwakilan Warga dari Perumtas ini, ternyata masih sekitar 900 berkas warga lain yang juga masih nyangkut di BPLS. Bahkan anggota PW pernah mendapati ada 300 berkas warga desa yang dilakban begitu saja oleh BPLS. “Kami benar-benar tidak tahu apa maunya BPLS itu. Mestinya kan mereka membela warga. Nah ini sepertinya mereka cuman jadi suruhan Lapindo. Ini kan kebalik,” jelas Abadi.

Lalu langkah apa yang akan mereka lakukan untuk menuntut pemenuhan haknya. Abadi menegaskan bahwa pihaknya tidak akan surut satu langkahpun. Bahkan kini dengan sudah adanya posko bersama korban lumpur dimana semua korban dari berbagai kelompok dan desa2 di Porong dan Sidoarjo bergabung, semangatnya jadi semakin menggebu. “Sebab, ini yang dari dulu kami inginkan. Harus ada kesatuan visi antara sesama korban.

“Jangan lagi mau dibentur-benturkan oleh Lapindo. Musuh kita ya yang menghalangi kita mendapat hak, bukan sesama korban,” tegas Abadi.

Abadi sekarang mengaku sedang menyisir warga dari desa-desa terdampak yang mengalami nasib yang sama dengan mereka, yaitu belum dibayar 20 persennya. Bekerjasama dengan pengurus GEPPRES tim advokasi dari Posko Bersama, mereka akan melakukan pendataan dan selanjutnya akan bersama-sama dengan korban lumpur yang lain, mendesakkan tuntutannya ke pihak yang berwenang.

“Ya kalau perlu ke RI 1, mas. Dulu kita pernah berangkat ke Jakarta sebanyak 250 orang untuk menuntut Perumtas masuk Peta dan menuntut pembayaran cash and carry. Sekarang dengan kita sudah bergabung dengan seluruh komponen korban, berangkat 1000 orang bisa saja mas. Kalau perlu kita duduki istana dan kantor atau rumah Bakrie. Biar mereka tahu gimana rasanya kehilangan rumah,” pungkasnya.


Translate »