Belum Dibayar, Warga Tolak Penanggulan


Renokenongo – SuaraPorong. Terus berlanjutnya semburan lumpur memerlukan perluasan tanggul penampung lumpur. Namun hal itu bukan upaya yang mudah bagi Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), disebabkan oleh lambatnya proses pembayaran jual beli tanah korban oleh Minarak Lapindo Jaya (MLJ). Kerap terjadi insiden antara BPLS dan warga yang menolak upaya perluasan penanggulan tersebut.

Seperti yang terjadi akhir Juli 2008 yang lalu, beberapa alat berat terlihat memasuki desa Renokenongo untuk membuat tanggul. Rencana tersebut sebelumnya tidak dikonfirmasikan terlebih dahulu dengan warga. Menurut Widodo dari desa Renokenongo, warga tidak pernah diberitahu soal penanggulan tersebut, “tidak ada pembicaraan apapun dengan warga sebelum ini” kata pria berusia 32 tahun tersebut.

Melihat berdatangannya alat-alat berat, Widodo menuturkan, warga RT 05 yang mengetahui lebih dulu kedatangan alat berat itu segera membunyikan kentongan sebagai tanda agar masyarakat berkumpul. Demi mendengar suara kentongan yang didesa berfungsi sebagai semacam alarm tanda bahaya tersebut, alat-alat berat dari BPLS itu pun ngacir dan meninggalkan lokasi tanpa sempat melakukan rencana mereka.

“Sebelum warga mendapat pembayaran tunai 100%, jangan sampai dilakukan penanggulan diwilayah desa Renokenongo” demikian tambah Widodo yang akrab dipanggil Sihong tersebut menjelaskan alasan penolakan warga.

Kegeraman warga ini rupanya dipicu oleh fakta bahwa sekitar 113 KK sampai sekarang belum mendapatkan pembayaran ganti rugi sama sekali. Ini jelas merupakan fakta yang ditutup-tutupi baik oleh pihak Lapindo maupun BPLS, karena beredar kabar di media bahwa semua korban lumpur sudah diselesaikan. “Bahkan ada yang berkasnya sudah di Berita Acara-kan sejak satu setengah tahun yang lalu, tapi pembayarannya tidak kunjung jelas “, sergah Widodo.

Di daerah sekitar, baik di desa Renokenongo maupun di desa Glagah Arum, sudah tercetus kesepakatan bersama, bahwa tidak boleh ada penanggulan sebelum masalah pembayaran ganti rugi warga diselesaikan. Untuk diketahui, warga Glagah Arum meminta semua wilayah untuk dimasukkan kedalam peta area terdamopak, karena selama ini hanya wilayah dusun Risen saja yang dimasukkan kedalam peta.

Kengototan warga untuk menolak proses penanggulan juga didasari sudah seringnya mereka dibohongi, ketika proses penanggulan awal didesa Renokenongo dahulu warga dijanjikan akan dibayar secepatnya, buktinya hingga sekarang masih seratus lebih kepala keluarga yang belum mendapatkan pembayaran ganti rugi. Karena itu, sekarang warga akan bertahan menolak wilayah mereka ditanggul sebelum mereka mendapat pembayaran. “Tidak hanya 20%, harus dibayar tuntas 100% kalau mereka mau bikin tanggul disini (di desa Renokenongo-red)” demikian pungkasnya penuh amarah.

Bagaimana seandainya BPLS ngotot untuk tetap membayar tanggul sementara pembayaran belum dilaksanakan? “Coba ae. Lek warga yo wani gegere (coba saja, kalau warga ya lebih baik bentrok)”, tandas Widodo.[re]


Translate »