Lapindo Kalah di Arbitrase Internasional


JAKARTA — Lapindo Brantas Incorporated, perusahaan yang berada di pusat pusaran kasus semburan lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur, dikalahkan PT Medco Brantas dalam persidangan di Badan Arbitrase Internasional.

Kabar itu disampaikan tim ahli pengeboran independen Robin Lubron saat mendampingi korban lumpur Lapindo berdiskusi dengan Jaksa Agung Muda Pidana Umum Abdul Hakim Ritonga. “Putusannya sudah ada beberapa bulan lalu,” ujar Lubron kemarin.

Lubron menjelaskan, dalam gugatan itu diketahui Medco Brantas sebelumnya telah memperingatkan agar Lapindo berhati-hati dalam melakukan pengeboran. Namun, hal itu tidak diindahkan.

Selain peringatan, Lubron melanjutkan, terdapat 14 hal yang tidak dipatuhi Lapindo saat melakukan pengeboran, di antaranya titik pengeboran yang salah karena dekat dengan permukiman, alatalat tidak diasuransikan, tidak adanya pelindung mata bor, dan penanganan penutupan luapan lumpur yang tidak menyeluruh.

Menurut dia, secara prosedur Lapindo melanggar karena melakukan kesalahan teknis. “Dengan putusan itu, artinya semua kerugian tersebut harus ditanggung Lapindo,” ujarnya.

Majalah Tempo edisi Juni tahun lalu menyebutkan, dalam gugatan ke arbitrase, Medco membeberkan sejumlah pelanggaran yang dilakukan Lapindo terhadap perjanjian kerja sama operasi. Salah satunya soal peringatan Medco agar Lapindo memasang selubung bor (casing) untuk mengantisipasi kebocoran, yang ternyata tak diindahkan.

Dalam gugatan itu juga disinggung soal dana provisi untuk kegiatan operasional hulu migas sebesar US$ 14 juta. Medco menolak langkah Lapindo yang “membelokkan” dana operasional itu untuk menangani dampak semburan lumpur.

Juru bicara Lapindo, Yuniwati Teryana, saat dihubungi kemarin membantah soal adanya putusan itu. Sebab, saat ini Medco tidak lagi menjadi pemegang saham Lapindo karena telah menjualnya ke Grup Perkasa. “Memang sempat ada arbitrase, tapi tidak dilanjutkan dan ada kesepakatan,” ujar Yuniwati kemarin.

Adapun Sekretaris Perusahaan Medco Energi Sisca Alimin mengatakan pihaknya sudah tidak berurusan dengan soal itu lagi. “Saya tidak tahu-menahu karena Medco sudah tidak pegang lagi,” ujarnya kemarin.

Kendati masih banyak muncul tuntutan agar Lapindo menanggung seluruh kerugian, pemerintah tetap ngotot mengambil alih tanggung jawab itu. Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar menjanjikan ganti rugi kepada warga sembilan desa di luar peta terdampak.

““Nanti akan kami samakan ganti ruginya,”” ujarnya di kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia kemarin. Rachmat datang ke kantor Komisi memenuhi panggilan berkaitan dengan kasus lumpur Lapindo. Di tengah pertemuan, dia menerima perwakilan korban dari sembilan desa itu.

Dia menjelaskan, dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan setiap perusahaan yang menyebabkan kerusakan lingkungan harus menanggung ganti rugi secara mutlak dan seketika. “Untuk itu, harus ada pembuktian kesalahan lebih dulu secara hukum. “Lapindo belum diputuskan bersalah,”” katanya.

RINI KUSTIANI | ANTON SEPTIAN | DIAN YULIASTUTI | SETRI

© Koran Tempo

 

Translate »