Pemerintah Diminta Cabut Beleid Lapindo


JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia meminta pemerintah mencabut Peraturan Presiden Nomor 14 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo. Komnas menilai, meski beleid itu sudah direvisi, tetap tak memasukkan semua korban semburan lumpur agar mendapat ganti rugi.

“Hanya sebagian kecil yang ter-cover. Padahal jumlah korban lebih banyak,” kata anggota Komnas, Syafruddin Ngulma Simeulue, kepada Tempo kemarin.

Pemerintah telah merampungkan revisi peraturan presiden tersebut. Dalam peraturan itu, tiga desa, yakni Besuki, Pejarakan, dan Kedungcangkring, Kecamatan Jabon, Sidoarjo, dimasukkan dalam peta wilayah yang terkena dampak. Sebelumnya, ketiga desa itu tidak dimasukkan dalam peta dampak sehingga korban dinilai tak berhak mendapat ganti rugi.

Syafruddin menilai, di luar desa terkena dampak versi peraturan presiden yang baru, masih banyak korban semburan lumpur tidak mendapat ganti rugi. Meski saat ini wilayah mereka belum terkena dampak langsung, tempat tinggal mereka sudah tidak aman. Kondisi di desa-desa itu, kata Syafruddin, hampir mirip tiga desa yang dimasukkan dalam revisi peraturan presiden. “Bisa terjadi konflik antara mereka yang mendapat ganti rugi dan tidak,” kata dia.

Menurut Syafruddin, pemerintah mestinya mencabut peraturan presiden itu dan menggantinya dengan peraturan baru yang bisa memulihkan hak semua warga di sekitar lokasi semburan. Selain tak perlu membedakan daerah terkena dampak dan tidak terkena dampak, kata dia, dalam peraturan baru itu juga diatur mekanisme ganti rugi dan biaya pemulihan bagi warga.

ANTON SEPTIAN | Koran Tempo


Translate »