Tolak 80% Dicicil, Warga Geppres Aksi Tutup Jalan Raya Porong


Sekitar 750 orang warga korban lumpur Lapindo melakukan aksi menutup jalan di jalan raya Porong-Gempol pada hari Kamis (04/12). Aksi yang sempat menyebabkan kemacetan sepanjang 5 kilometer ini dilaksanakan oleh warga yang tergabung dalam Gerakan Pendukung Peraturan Presiden No. 14 tahun 2007 atau Geppres.

Aksi ini dilakukan sebagai bentuk dukungan terhadap perwakilan warga yang sedang berada di Jakarta. Sejak tanggal 30 November 2008, sejumlah 40 orang perwakilan warga berangkat ke Jakarta guna menuntut kejelasan mengenai pembayaran sisa ganti rugi 80%. Dua hari berikutnya perwakilan warga Geppres bertambah hingga pencapai 70 orang.

Perwakilan warga Geppres bertolak ke Jakarta bersama dengan 1.500 orang warga korban yang berasal dari Perumtas yang telah berangkat ke Jakarta lebih awal, yaitu pada hari Sabtu (29/11). Sebelum keberangkatan baik warga yang tergabung dalam Geppres maupun Perumtas telah menyusun agenda bersama yang akan mereka sampaikan pada Presiden.

Seperti yang dituturkan Rafi’i, salah seorang warga yang tergabung dalam tim relawan Desa Jatirejo, terdapat tiga tuntutan bersama yang telah disusun oleh perwakilan Tim Geppres bersama denga Tim 16 dari Perumtas. Ketiga tuntutan tersebut yaitu, 1) pembayaran sisa ganti rugi 80% segera dilaksanakan terhadap semua jenis sertifikat tanah warga, 2) Petok D, Letter C, dan SK Gogol sama kedudukannya dengan Sertifikat Hak milik sesuai dengan risalah menteri dan Perpres No. 14/2007, dan yang terakhir pembayaran 80% harus dikawal seperti pada pembayaran 20%.

Dalam rapat koordinasi itu juga disepakati untuk membentuk tim negosiator yang nantinya akan menemui presiden dan menyampaikan tuntutan. Tim negosiator sendiri terdiri dari 3 orang dari perwakilan Geppres dan 2 orang dari Tim 16.

“Hari senin itu (1/12) perwakilan Geppres diundang rapat oleh Tim 16 Perumtas. Mereka menyatakan tim Geppres tidak lagi tergabung dengan Perumtas,” tutur Samanuddin, Koordinator Lapangan dari desa Jatirejo. Dan pada hari Rabu kemarin (3/12), sejumlah 1500 orang warga dari Perumtas melakukan aksi dengan mengepung istana Presiden.

Dalam aksi tersebut, sejumlah 9 orang perwakilan dari Tim 16 Perumtas akhirnya melakukan pertemuan dengan Presiden. Dalam pertemuan itu disepakati pembayaran sisa ganti rugi 80% untuk warga korban Lapindo akan dibayar secara cicil.  Besarannya yaitu 30 juta rupiah setiap bulannya. Sedangkan perwakilan Geppres menyatakan menolak sistem pembayaran sisa ganti rugi 80% dibayar cicil.

Mereka menilai model pembayaran itu tidak sesuai dengan Perpres No. 14 tahun 2007. Pada saat itu mereka melakukan aksi di Kedutaan Belanda untuk meminta tempat mengungsi di negara tersebut. Perwakilan warga Perumtas menyatakan pembayaran 30 juta perbulan hanya untuk warga Perumtas.

Aksi yang dilakukan warga dari Geppres di jalan raya Porong-Gempol dimaksudkan sebagai bentuk dukungan terhadap aksi yang dilakukan oleh tim Geppres yang ada di Jakarta. Aksi tersebut dimulai pada pukul 08.30 WIB. Mereka menolak skema pembayaran ganti rugi 80% secara cicilan dan menuntut pembayarannya dibayar lunas segera. Sejumlah besar aparat kepolisian dari Polres Sidoarjo diturunkan untuk mengamankan aksi ini.

Aksi yang sebelumnya  berjalan lancar ini akhirnya berujung ricuh. Aparat kepolisian memaksa para peserta aksi untuk tidak menutup keseluruhan badan jalan.  Upaya tersebut mendapatkan perlawanan dari pihak warga hingga terjadi beberapa kali bentrokan fisik dengan aparat. “Kendala kami salah satunya karena warga dari 4 desa ini belum saling mengenal satu sama lain. Jadi kami tidak tahu siapa warga yang memulai kericuhan. Malahan ada sebagian aparat kepolisian berpakaian preman yang ikut memprovokasi warga,” ungkap Rafi’i.

Sejumlah warga mengalami luka memar akibat merasakan pentungan aparat keamanan. Peserta aksi yang kebetulan sebagian besar perempuan tidak sanggup menghadapi tindakan represif oleh aparat keamanan.

Dalam kericuhan ini setidaknya ada 3 orang yang warga yang diamankan oleh pihak keamanan. Mereka adalah Iskak, warga Jatirejo RT 11, Sungkowo RT 12, dan Sugeng, juga dari Jatirejo RT 8. Setelah kericuhan mereda, warga selanjutnya menuju Pasar baru Porong sembari menunggu kabar dari perwakilan mereka di Jakarta.

Pada saat yang sama, perwakilan warga yang berada di Jakarta tengah bertemu dengan Kapolda Metro Jaya. Mereka berharap Kapolda Metro Jaya dapat memfasilitasi pertemuan mereka dengan Presiden SBY. Warga Geppres yang menunggu di Pasar Baru Porong juga menanti kejelasan tentang 3 orang warga yang diamankan oleh aparat keamanan dari Polres Sidoarjo.

“Kapolres meminta perwakilan warga sebanyak 5 orang untuk melepasakan warga yang ditahan. Teman-teman kami itu juga didampingi oleh 5 orang pengacara. 3 orang dari YLBHI dan dua lagi dari Malang,” ujar Samanuddin.

Hingga pukul setengah 5 sore warga belum juga mendapatkan kejelasan mengenai status 3 orang warga yang ditahan tersebut. Mereka pun memutuskan untuk menuju ke Mapolres Sidoarjo guna menuntut agar ketiga teman mereka dibebaskan. Sekitar 200 orang warga yang datang kembali mendapatkan blokade kawat berduri dari aparat kepolisian. Namun tidak sampai terjadi bentrok seperti aksi pada siang harinya.

Menjelang malam perwakilan warga yang ada di dalam kantor Mapolres Sidoarjo menemui warga yang berada di luar kantor. Sempat terjadi perdebatan antara perwakilan warga yang ada didalam dengan warga yang ada di luar. Bahkan warga yang ditahan pun akhirnya keluar juga menenangkan warga. “Bapak-bapak silahkan pulang dulu saja,  anak dan istri sudah menunggu dirumah. Saya dan teman-teman yang lain sudah ada yang urus,” ujar salah seorang warga yang ditahan. Baru pada keesokan pagi harinya, (Jum’at,5/12) ketiga orang warga resmi dibebaskan. (mas)

Translate »