Polisi Kembali Bubarkan Aksi Korban Lapindo


Sidoarjo – Sampai hari ini (22/5), puluhan korban Lapindo masih melakukan aksi pendudukan tanggul di Titik 22. Warga kesal karena Lapindo tidak segera melunasi sisa pembayaran ganti rugi aset tanah dan bangunannya. Mereka bertekad melarang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) melakukan aktivitas di atas tanggul. Warga merasa masih punya hak atas tanah yang kini dijadikan tanggul itu. Mereka menghalangi alat berat BPLS yang sedang melakukan penguatan tanggul di Titik 21, di Desa Siring, Kecamatan Porong.

Polisi membongkar gubuk korban Lapindo
Polisi membongkar gubuk korban Lapindo

“Ini masih tanah kami. Kami belum dibayar Lapindo. Kami masih punya hak di sini untuk melarang BPLS beraktifitas, sebelum ada pelunasan ganti rugi kepada kami,” teriak Agus salah satu warga yang ikut mengusir alat berat BPLS.

Sudah hampir satu bulan warga yang belum dilunasi sisa pembayaran 80% mendirikan gubuk sebagai bentuk protes kepada Lapindo dan pemerintah. Mereka menuntut pelunasan sisa pembayaran tanah dan bangunan mereka yang sudah tenggelam.

“Kami menuntut pemerintah memerintahkan Lapindo untuk segera melunasi sisa pembayaran, atau jika perlu pemerintah mengambil alih. Kalau sudah dibayar, kami akan pergi dari sini,” kata Nurali.

Sudah tujuh tahun kasus ini berjalan, namun tidak ada upaya dari Lapindo untuk segera melunasi sisa pembayaran 80% yang menjadi hak warga. Bahkan, korban yang terlanjur sepakat menerima skema pembayaran dengan skema cicilan tidak memperoleh pembayaran selama lima bulan terakhir.

“Terakhir kami menerima cicilan pembayaran pada bulan Desember 2012. Jadi di tahun 2013 ini kami belum menerima apa-apa,” ungkap Mukhlis warga Desa Siring.

Hal ini membuat warga kesal. Mereka pun melampiaskan kekesalan itu dengan aksi menduduki tanggul dan melarang BPLS melakukan aktivitas.

Aksi warga kemudian dibubarkan paksa oleh pihak kepolisian. Sekitar pukul 13.00 Pasukan Dalmas (Pengendali Massa) Polres Sidoarjo mendatangi warga yang terlihat bergerombol. Tindakan polisi membubarkan warga sempat memicu ketegangan. Apalagi polisi berusaha merobohkan gubuk yang didirikan warga di atas tanggul. Khudori, warga Renokenongo, sempat melarang tindakan polisi tersebut. Namun, dia langsung ditangkap dan diamankan di Polres Sidoarjo.

Kapolres Sidoarjo, AKBP Marjuki, yang saat itu memimpin langsung pembubaran aksi warga, mengatakan, “kami terpaksa mengamankan seorang warga karena berusaha menghalang-halangi kegiatan BPLS yang sedang mengalirkan lumpur ke Sungai Porong, agar lumpur tidak meluber ke rel kereta api dan Jalan Raya Porong.”

Gandu, warga Jatirejo, mengancam akan melaporkan tindakan penangkapan itu ke Propram Polda Jatim. Pasalnya, menurut salah satu warga, mereka tidak melakukan tindak kekerasan apapun selama aksi tersebut. Pasukan Dalmas dengan semena-mena membubarkan aksi warga, tanpa berdialog terlebih dahulu.

Sebelumnya, pada hari Kamis (16/5) polisi juga menahan empat warga dengan alasan menghalang-halangi aktivitas BPLS. Keempatnya kemudian dibebaskan setelah membuat surat pernyataan tidak melakukan tindakan serupa pada malam harinya.

M. Nur Hidayat, dari Lembaga Hukum dan Keadilan HAM Indonesia (LHKI) yang ikut mendampingi aksi warga, mengecam keras tindakan represif dari Kapolres Sidoarjo. “Kami siap melakukan gugatan pra Peradilan pada Kapolres Sidoarjo jika Khudori ditahan,” tegas Hidayat.

Translate »