Rumah Baru Supadmi


Supadmi (46 tahun) sedang membangun sendiri rumah barunya di Dusun Pandokan, Desa Kedungcangkring. Dalam memilih rumah barunya, Supadmi tak berpikir panjang. Baginya, yang penting dekat dengan jalan raya dan harga tanahnya murah [40 juta rupiah untuk tanah ukuran 5 x 42 meter). Dia sudah habis sekitar 130 juta. Sampai saat ini Supadmi belum mendapat sertifikat. Dia hanya memegang akta jual beli.

Supadmi memiliki 5 (lima) anak. Dua diantaranya sudah pisah rumah. Seorang anak perempuannya bekerja di Pabrik Salon Pas di Buduran, Sidoarjo.

Supadmi merupakan warga Desa Siring Barat yang mendapat uang penjualan dari APBN. Sejak setahun lalu, proses pembayaran sudah lunas. 

Suami Supadmi, Supriadi (50 tahun) sudah berhenti kerja sebagai pegawai honorer petugas kebersihan. Supriadi tidak mendapat pensiunan. “Sekarang bapak mortal di depan tanggul. Sehari bisa dapat 20 ribu rupiah. Kalau gak cukup ya ngutang ke tetangga di Beringin,” ujar Supadmi.

Hampir setiap minggu Supadmi mengunjungi rumah barunya di Pandokan. “Sambil kenalan sama tetangga baru di sana,” kata Supadmi.

Supadmi mengaku dirinya masih sering merasa pusing dan sesak ketika buldozer menghancurkan bangunan-bangunan di Siring Barat. “Pusing saya, debunya tebal-tebal,” ujar Supadmi.

Supadmi masih belum punya uang untuk mengangkuti barang-barangnya ke rumah baru. Kamar mandi dan WC belum ada di rumah barunya. Dia berharap ada uang tambahan untuk menambal kekurangan di rumah baru. “Jadi rumahnya kosongan, uangnya pas-pasan, kurang malah,” keluh Supadmi. Untuk akta jual-beli tanah, Supadmi mengeluarkan 45 juta rupiah.

Banyak tetangga Supadmi yang pindah ke Pandaan atau ke Sidoarjo. “Kalau saya yang penting punya rumah, gak pikir panjang lagi,” tegas Supadmi.

Menurut Supadmi, tinggal di perumahan itu memang lebih murah tapi masih harus direnovasi lagi. Selain itu, ukuran rumah pun kecil-kecil, Tipe 21. Tidak seperti rumah di kampung yang ukurannya besar. Supadmi juga mengamati bahwa di perumahan tidak ada tumbuh-tumbuhan, tidak ada sisa tanah untuk tanaman.

Supadmi mengurus kepindahannya dari Siring Barat secara mandiri. “Di sini [Siring Barat], ada yang langsung pindah rumah begitu dapat 20 persen,” tutur Supadmi, “tapi saya tidak.”

Dulu, Supadmi berjualan rujak cingur. Sekarang sudah tidak bisa karena tidak ada pembeli. “Dulu, setiap minggu kita tahlilan, kegiatan PKK juga. Sekarang buyar sudah, kocar-kacir,” kenang Supadmi. Dia berharap di lingkungan baru, dia bisa ikut dengan kegiatan sosial warga.

“Saya juga sering ikut demo sama orang-orang Siring Barat. Kalau kita gak demo ya cicilan gak turun-turun.”


Translate »