Pengamat: Dana Talangan Kasus Lapindo Inkostitusonal


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Suroto menilai keputusan pemerintah untuk menalangi sisa ganti rugi pembelian lahan warga yang terdampak lumpur Lapindo adalah tindakan yang inkonstitusional.

“Kebijakan Pemerintah untuk memberikan dana talangan atas kasus lumpur Lapindo sebesar Rp781 miliar adalah kebijakan yang inkonstitusional. Kebijakan ini bisa menjadi blunder bagi Pemerintah Jokowi-JK,” katanya, Jumat (19/12).

Suroto mengatakan jika memang perusahaan migas itu bangkrut dan tidak lagi memiliki kemampuan membayar semestinya tidak perlu mendapat dana talangan apa pun. Menurutnya praktik bailout atau dana talangan yang juga sering dilakukan pemerintah sebelumnya tidak memiliki payung hukum di Indonesia.

“Kita tidak ingin kerusakan alam yang terjadi akibat ulah korporat kapitalis diselesaikan oleh negara dengan beban yang harus ditanggung bersama rakyat,” ujarnya.

“Kita tidak ingin kemiskinan yang diakibatkan oleh pembagian hasil yang tidak adil dari perangai korporat kapitalis diselesaikan oleh negara. Kita juga tidak menginginkan negara yang harus tangani kondisi krisis ekonomi yang datang tiba-tiba akibat ulah spekulatif kaum kapitalis,” jelasnya.

Ia menekankan konsepsi konstitusi Indonesia sudah jelas bahwa dalam rangka mendorong terwujudnya kesejahteraan rakyat itu, demokrasi ekonomi adalah sistemnya.

“Setiap orang harus diberikan peluang yang sama secara partisipatorik dalam proses produksi, distribusi maupun konsumsi,” katanya.

Ia mengatakan kebijakan konkret yang harus dilakukan dan relevan untuk itu adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat agar mereka dapat mengakses sumber daya dan turut berpartisipasi dan diberikan peluang untuk mengkreasi kekayaan dan pendapatan.

Program konkretnya adalah demokratisasi ekonomi yang di dalamnya mencakup reforma agraria, reforma korporasi, pengembangan koperasi yang otonom dan mandiri, dan lain sebagainya.

Konsep demokrasi ekonomi itu adalah konsep yang anti terhadap kapitalisme dan juga varian barunya seperti Negara Kesejahteraan (welfare state). “Konstitusi kita dan juga para pendiri republik ini menginginkan adanya pembebasan terhadap sistem kapitalisme yang menindas dan ekploitatif,” jelasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk menalangi ganti rugi pembelian lahan atas kasus lumpur Lapindo dimana total ganti rugi tanah yang harus dibayarkan di area terdampak sekitar Rp3,8 triliun dengan Rp3,03 triliun di antaranya sudah dibayar Lapindo, sehingga masih kurang Rp781 miliar.

Dana Rp781 miliar tersebut akan diambil dari APBNP 2015. Konsekuensinya, Lapindo harus menyerahkan keseluruhan tanah yang ada di peta terdampak dan perusahaan itu diberi waktu empat tahun untuk melunasi dana talangan dan memperoleh kembali tanah tersebut.

Dengan selesainya permasalahan ganti rugi itu, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dapat segera bekerja untuk mencegah meluasnya dampak di luar peta terdampak.

Bayu Hermawan

Sumber: http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/12/19/ngu8ob-pengamat-dana-talangan-kasus-lapindo-inkostitusonal


Translate »