[Februari 2015] Kasus Lapindo, Negara Hadir untuk Siapa?


Menghadirkan negara dalam kasus Lapindo menjadi bagian kampanye Presiden Jokowi. Skema talangan agaknya memang janji paling realistis yang bisa dilakukan Jokowi kepada korban Lapindo. Demikian halnya sebagai pelaksanaan keputusan MK tanpa resiko. Skema ini tentu mensyaratkan kejelasan para pihak korban yang menjadi tanggungan Lapindo dan detail besaran jumlahnya.

Namun demikian, apakah benar negara tidak hadir dalam persoalan Lapindo. Konstruksi ‘menghadirkan negara’ ala Jokowi yang sebenarnya tidak benar dan cenderung menyesatkan. Jika hadirnya negara dipahami sebagai absennya peran negara dalam mengkonstruksi kasus Lapindo tentu salah besar.

Kami melihat peran penting negara dalam menghadirkan kasus Lapindo bagi warga Sidoarjo. Para pengurus negara punya andil dalam memberikan izin dan tidak tegas mengawasi operasional pengeboran. Saat terjadi kecelakaan pada proses pengeboran, mereka cenderung gagap dalam menghadapi situasi yang ada, berposisi lemah menghadapi Lapindo, dan tidak tegas memimpin proses penanganan semburan sejak awal.

Begitu pula peran pengurus negara dalam menentukan skema penyelesaian lumpur Lapindo yang hanya sebatas pada persoalan ganti rugi dan menegasikan tanggung jawab pemulihan hilangnya hak dasar warga. Rusaknya sarana pendidikan dan akses mendapatkan pendidikan yang sulit tidak diatasi secara khusus. Kualitas kesehatan yang menurun tidak diimbangi dengan melakukan monitoring kesehatan warga dan pertanggungan khusus. Lebih-lebih soal lingkungan yang memburuk, tidak ada upaya mengatasi melalui monitoring ataupun pengolahan. Pengurus negara justru berperan memperburuk terpenuhinya hak dasar warga.

Masa pemerintahan SBY lebih mengedepankan pemulihan ekonomi regional dan lebih melihat dampak lumpur Lapindo terhadap infrastruktur. Ini bisa dilihat dari struktur personel BPLS dan juga anggarannya yang lebih fokus pada pemulihan infrastruktur, tidak pada pemulihan kehidupan korban Lapindo. Lagi-lagi, pengurus negara juga menyelesaikan dampak lumpur Lapindo bagi warga di luar PAT 2007 juga dengan menggunakan skema ganti rugi tanah dan bangunan.

Presiden Jokowi seharusnya tidak memandang persoalan lumpur Lapindo sebagai persoalan sederhana dan bisa diselesaikan tuntas dengan menalangi pembayaran ganti rugi. Sejumlah pekerjaan pemulihan dan upaya mitigasi perlu dilakukan. Memantau persebaran lumpur dan dampaknya perlu dilakukan terus menerus dan diimbangi upaya pemulihan lingkungan dan monitoring kesehatan warga. Jaminan khusus untuk pendidikan anak-anak korban wajib dilakukan. Demikian juga peran untuk memfasilitasi inisiasi aktivitas ekonomi baru untuk percepatan pemulihan ekonomi keluarga korban.

Redaksi berharap tulisan Anton Novenanto, Khudori, dan beberapa pilihan berita media dalam Buletin Kanal edisi kali ini bisa menyajikan secara gamblang dan memberi pemahaman bagaimana politik penyelesaian lumpur Lapindo ini.

Selamat membaca!

Bambang Catur Nusantara

Daftar tulisan:

  1. Kasus Lapindo, Negara Hadir untuk Siapa? [pdf]
  2. Lagi, Masih Menyoal Dana Talangan untuk Lapindo: Politik-Ekonomi [pdf]
  3. Talangan APBN buat Lapindo [pdf]
  4. Lapindo di Media (Februari 2015) [pdf]

 

Unduh Buletin Kanal Volume XI, Januari, 2015 versi lengkap di sini


Translate »