Bola Pencairan di Tangan PT Minarak Lapindo


JAKARTA – Seharusnya dalam beberapa pekan ke depan pencairan ganti rugi untuk korban lumpur Lapindo bisa segera cair. Pemerintah sudah menyiapkan dana talangan Rp 827 miliar. PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) pun menyatakan keinginan agar pencairan mulai dilakukan sebelum bulan puasa yang jatuh pada pertengahan Juni.

”Ya, kami ingin finalisasi perjanjian kesepakatan pemberian dana talangan bisa segera terwujud. Sehingga dana talangan untuk korban lumpur panas kalau bisa cair sebelum bulan puasa,” kata Direktur PT MLJ Andi DarussalamTabusalla saat dihubungi Jumat (29/5).

Andi menyatakan, pihaknya tidak punya keinginan untuk memperlambat proses pencairan. Terkait belum adanya kesepakatan, kata Andi, ada beberapa poin perjanjian yang masih perlu dibahas kedua pihak.

Seperti disebutkan Wapres Jusuf Kalla pada Kamis lalu (28/5), salah satu poin yang perlu dibahas berkaitan dengan bunga. Kabarnya, pihak PT MLJ ingin dibebaskan dari bunga. Sebaliknya, pemerintah gamang karena nilai aset yang dijadikan jaminan menurun.

Menanggapi itu, Andi secara tegas menampik. Dia mengatakan, kesepakatan perjanjian lama hanya karena kehati-hatian pihak pemerintah dan PT MLJ. Selain itu, kerugian nilai aset, menurut dia, tidak akan terjadi. Sebab, pada akhirnya seluruh hutang tersebut akan dilunasi MLJ dalam rentang waktu empat tahun mendatang.

”Ini kan bukan perkara kita tidak sanggup. Tapi, dengan kondisi keuangan saat ini akan memakan waktu lebih lama untuk jual beli tanah. Makanya, dibantu pemerintah menalangi,” tandasnya.

Di tempat terpisah, Lalu Mara Satria Wangsa, juru bicara keluarga Bakrie, meminta masyarakat tidak terus-terusan menilai negatif pihak keluarga Bakrie dalam masalah itu. Menurut dia, yang telah dilakukan keluarga Bakrie harus diapresiasi. Pendapat itu didasari tanggung jawab keluarga Bakrie meski tidak memiliki secara langsung PT Minarak Lapindo. Terlebih, putusan hukum sebelumnya menyatakan perusahaan tidak bersalah atas bencana yang terjadi.

Lalu Mara mengatakan, kepemilikan saham PT Minarak Lapindo terdiri atas PT Energi Mega (50 persen), PT Medco (32 persen), dan PT Santos Australia (18 persen). Dalam kepemilikan PT Energi Mega, diakui, keluarga Bakrie memang mempunyai saham. Namun, menurut dia, itu tidak banyak. Sebab, 70 persen sahamnya milik publik. ”Dari struktur kepemilikannya saja sudah terlihat bagaimana tanggung jawab keluarga Bakrie. Meski tidak bersalah, tetap melakukan segalanya hingga lebih dari Rp 8 triliun,” tuturnya.

Sementara itu, Kemenkeu mengaku belum bisa memastikan besaran bunga dan pajak yang akan dikenakan dalam pemberian dana talangan Rp 827 miliar. ”Belum dibicarakan,” kata Menkeu Bambang Brodjonegoro di gedung Kemenkeu kemarin.

Bambang menegaskan bahwa bunga talangan tersebut tidak berkaitan dengan APBN. Bunga tersebut merupakan kewajiban Lapindo ke depan dengan peemrintah. ”Itu yang harus dibicarakan dengan ketua tim Lapindo (Menteri PU-Pera, Red),” ujarnya.

Soal kekhawatiran penurunan nilai aset yang dijaminkan PT Minarak Lapindo berupa 9.900 berkas senilai Rp 3,03 triliun, pakar geofisika ITS Amien Widodo menyatakan, itu tidak perlu terjadi. Tanah di sekitar lumpur Lapindo masih dikatakan sehat. Asalkan, tanah tersebut benar-benar bersih dari campuran lumpur. Amien menjelaskan, air lumpur memiliki kandungan garam yang sangat tinggi. Apabila sudah terkontaminasi lumpur, kondisi tanah turun drastis.

”Kalau ada kadar garam tinggi, tanaman jenis apa saja ya gak bisa tumbuh,” ujarnya.

Meski begitu, banyak manfaat yang bisa diambil dari lumpur. Dia menerangkan, saat ini sedang dilakukan penelitian terkait kandungan lumpur. Penemuannya, lumpur mengandung litium. ”Ada kandungan litium meski kosentrasinya hanya sedikit. Namun, itu berpotensi dapat digunakan untuk industri,” paparnya.

Litium, lanjut dia, digunakan untuk bahan baterai. ”Kami sedang dalam penelitian untuk menjadikan sebuah produk baterai. Tapi, masih proses karena memang kosentrasinya hanya sedikit, tidak sampai 5 persen,” terangnya. Litium diperoleh dari hasil pemisahan saat air lumpur disaring.

Bukan hanya bahan baterai. Lumpur juga sangat berpotensi digunakan sebagai bahan batu bata. ”Dulu pernah membuat batu bata, tapi gagal. Karena memang dulu belum tahu kalau memiliki kadar garam tinggi,” terangnya.

Jika kadar garam dapat dipisahkan, lumpur tersebut dapat dimanfaatkan untuk bahan batu bata. Amien mengimbau pemerintah untuk melihat potensi yang ada dari lumpur. Dengan begitu, lumpur Lapindo dapat digunakan sebagai bahan industri yang menghasilkan keuntungan. ”Hanya saja, saat ini kondisi tanah terus turun. Buktinya, selalu ada banjir di sekitar itu,” terangnya.

Sementara itu, sembilan tahun semburan lumpur Lapindo diperingati ribuan korban dengan menggelar festival pulang kampung. Festival tersebut diawali dengan arak-arakan ogoh-ogoh berbentuk mirip Aburizal Bakrie berbaju kuning. Dua tangannya diikat rantai hitam dan tepat di depan ogoh-ogoh beberapa warga membawa spanduk dengan berbagai tulisan. Ogoh-ogoh tersebut diarak lebih dari 200 orang dari Taman Apaksi (Pasar Porong Lama) menuju tanggul di titik 21, perbatasan antara Desa Siring dan Desa Jatirejo.

Sambil mengarak ogoh-ogoh, warga yang hadir saat itu juga memainkan musik patrol. Sesampai di tanggul titik 21, ogoh-ogoh tersebut diletakkan tidak jauh dari lokasi patung-patung yang ditenggelamkan warga setahun lalu. Warga yang dari awal mengarak ogoh-ogoh tersebut langsung memutari ogoh-ogoh tersebut. Sejumlah warga lalu menaburi ogoh-ogoh dengan bunga.

”Bunga ini melambangkan bahwa hukum di Indoensia telah mati,” kata Koordinator Festival Pulang Kampung Harwati. Dia mengatakan, ogoh-ogoh tersebut akan terus diletakkan di posisi tersebut. Itu menunjukkan musibah yang menimpa mereka merupakan tanggung jawab Bakrie.

Seusai kegiatan arak-arakan ogoh-ogoh, warga yang mengikuti kegiatan tersebut langsung menghampiri sembilan gubuk di lokasi tersebut. Di sembilan gubuk tersebut ada beberapa makanan desa khas Porong seperti getuk, gerondol jagung, dan nasi kuning. Makanan-makanan tersebut dahulu bisa didapat dengan mudah di desa yang sekarang tertimbun lumpur itu. Tiga jenis makanan tersebut dihadirkan untuk mengobati rasa rindu para korban lumpur Lapindo akan kampung halaman.

Warga juga menyantap nasi aking (nasi karak) yang sudah dimasak ulang. Nasi aking tersebut, menurut Harwati, menggambarkan nasib mereka. Mereka yang berasal dari desa dihancurkan seperti tak ada harganya. ”Tapi, nasi aking kami masak lagi. Artinya, kami masih bisa bangkit dan akan terus berjuang untuk hidup kami,” tegas Harwati.

Karena itu, mereka sangat berharap janji kali ini tidak meleset lagi seperti sebelum-sebelumnya. ”Tentu kami ingin ini menjadi kenyataan. Bagi kami, kalau ganti rugi ini benar-benar cair sebelum Lebaran, suasana Lebaran akan terasa nikmat,” ungkap Gunawan, seorang korban lumpur asal Jatirejo, Porong.

Jika ganti rugi itu cair, Gunawan menyebut hidupnya akan terasa lebih ringan. ”Dengan uang itu, rumah bisa kami lunasi dan utang kami juga bisa dikurangi,” kata pria 53 tahun tersebut.

Harapan agar pelunasan tersebut diwujudkan juga diapungkan Sugiono. Pria yang dahulu tinggal di Jatirejo itu berharap pelunasan ganti rugi nanti bisa menjadi hadiah Lebaran untuknya, keluarga besarnya, dan para korban lainnya. ”Biar semua beban kami bisa lebih ringan sehingga kami bisa menikmati Lebaran lebih nyaman,” ujarnya. (mia/tin/fim/bri/c10/ang)

http://www.jawapos.com/baca/artikel/18108/Bola-Pencairan-di-Tangan-PT-Minarak-Lapindo

Translate »