Sembilan Tahun Lumpur Lapindo


Tanggal 29 Mei 2015, tepat 9 (sembilan) tahun lumpur Lapindo menyembur di Desa Siring Kecamatan Porong, yang sudah menenggelamkan dan mengusir warga di 3 (tiga) kecamatan (Porong, Jabon, dan Tanggulangin).

Pada hari itu ratusan korban Lapindo memperingatinya dengan mengarak ogoh-ogoh yang menyerupai Aburizal Bakrie. Ogoh-ogoh diarak dari taman, bekas Pasar Porong, menuju kolam lumpur. Tidak hanya kaum laki-laki, anak-anak dan perempuan juga ikut serta dalam aksi peringatan itu.

Selain ogoh-ogoh, peserta aksi juga membawa poster dari kardus dengan pelbagai tulisan, antara lain, “Kampungku dulu tidak begini, Lapindo menghancurkan semua” dan “Tambangku hancurkan, duniaku.” Para perempuan memakai topeng wajah Aburizal Bakrie juga membentang spanduk bertuliskan “9 Tahun Lumpur Lapindo Muncrat, Bakrie Penjahat.”

This slideshow requires JavaScript.

Festival Pulang Kampung

Abdul Rochim, salah satu koordinator aksi, mengatakan aksi dengan mengarak raksasa Bakrie dengan tangan terikat rantai itu ingin mengabarkan bahwa pemilik Lapindo Brantas ini adalah penjahat lingkungan, yang seharusnya diadili.

“Dalam aksi kali ini, kami sengaja lakukan dengan mengarak ogoh-ogoh Bakire yang terikat rantai. Kami sengaja ingin menyampaikan pesan ke publik dan ke negara bahwa tokoh Partai Golkar ini adalah penjahat lingkungan yang seharusnya diadili,” ujarnya.

Sesampainya di tanggul lumpur Lapindo, arak-arakan ogoh-ogoh langsung disambut ibu-ibu dari Komunitas Ar-Rohma, yang mendirikan gubuk-gubukan di atas lumpur yang sudah mengering. Komunitas Ar-Rohma sengaja membangun gubuk-gubukan di atas Desa Siring, di titik 21.

Harwati, salah satu perempuan korban Lapindo dari Komunitas Arrohma, mengatakan bahwa warga yang berprofesi sebagai tukang ojek lumpur sudah membangun gubuk-gubukan sejak tanggal 25 Mei. “Kami membangun kampung kembali di atas lumpur yang sudah mengering.” Dalam aksi “Festival Pulang Kampung” ini mereka berpesan kepada negara bahwa dulu ada kampung dan kehidupan di dalam sini.

Aksi peringatan 9 tahun lumpur Lapindo berjalan lancar dengan pengawalan tim dari kepolisian. Ogoh-ogoh Aburizal Bakrie diletakkan di atas lumpur yang mengering, dengan rantai yang mengikat kedua tangannya dipasung dalam lumpur. Warga mengerubungi ogoh-ogoh dan melemparinya dengan kembang sambil berteriak “Bakrie Penjahat.”

Usai dengan ogoh-ogoh, warga berkumpul di gubuk yang sudah disiapkan. Warga melakukan beberapa aktivitas “pulang kampung” di atas lumpur yang mengering itu. Ada perwakilan anak-anak membacakan puisi yang menggambarkan penderitaan mereka kehilangan tempat tinggal, bermain.

Menghukum Pelaku

“Presiden Jokowi pernah mengatakan negara harus hadir untuk menyelesaikan semua persoalan yang terjadi di sini,” ungkap Harwati.

“Seharusnya Jokowi tidak hanya mengganti rugi yang sampai sekarang belum selesai dengan dana talangan, tapi juga harus menyelesaikan persoalan yang lain seperti pemulihan ekonomi warga, jaminan kesehatan dan pemulihan sosial budaya yang saat ini sama sekali tidak diperhatikan,” lanjutnya.

Harwati dan ibu-ibu yang tergabung dalam komunitas Ar-Rohma akan terus memperjuangkan hak-hak korban Lapindo yang dihilangkan oleh Lapindo dan negara. “Selama kami diusir dari kampung kami, kami tidak pernah mendapatkan jaminan kesehatan dan pendidikan,” katanya.

Ony Mahardika, Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur, juga mengatakan senada. “Seharusnya Presiden Jokowi tidak memaknai persoalan kasus lumpur Lapindo hanya dengan persoalan ganti rugi, tapi harus melihat aspek-aspek yang lain, misalnya jaminan kesehatan, jaminan pendidikan, pemulihan ekonomi, dan jaminan pemenuhan hak-hak korban Lapindo lainnya,” ungkap Ony.

Novik Akhmad untuk korbanlumpur.info

Translate »