Tag: energi mega persada

  • Perusahaan Migas Grup Bakrie Cari Utang US$ 200 Juta

    Perusahaan Migas Grup Bakrie Cari Utang US$ 200 Juta

    Jakarta, CNN Indonesia — Manajemen PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) melansir tengah mencari pinjaman senilai US$ 200 juta yang rencananya bakal digunakan untuk merestrukturisasi utang jangka pendek perseroan (refinancing) sebesar US$ 134 juta.

    Presiden Direktur Energi Mega Persada, Imam P Agustino mengatakan selain untuk menutupi utang jangka pendek, sisa pinjaman sindikasi atau berkisar US$ 64 juta juga akan dipakai untuk menggenapi angka belanja modal (capital expenditure/capex) perseroan tahun ini yang mencapai US$ 218 juta.

    Sementara sisa capex sebesar US$ 154 juta akan ditutupi dari kas perseroan. “Kami pastikan kalau bunga pinjaman tersebut tidak akan lebih besar daripada yang (pinjaman) sebelumnya. Karena pada dasarnya pinjaman ini untuk refinancing,” ujar Imam di Jakarta, Rabu (17/6).

    Sebagaimana diketahui, dalam laporan keuangan perseroan 2014 Energi Mega Persada memiliki total liabilitas sebesar US$ 1,29 miliar yang terdiri dari kewajiban jangka panjang senilai US$ 581 juta, dan kewajiban jangka pendek mencapai US$ 715 juta.

    Dari liabilitas jangka pendeknya, Imam bilang tercatat utang yang memasuki jatuh tempo tahun ini mencapai US$ 102 juta.

    Lebih lanjut, untuk memperoleh pinjaman, manajemen perusahaan yang terafiliasi dengan Grup Bakrie itu telah mengantongi restu dari mayoritas pemegang saham guna menjaminkan aset perseroan dan anak usahanya.

    “Ini hal yang biasa kami lakukan. Sedangkan sindikasi kredit tadi dari beberapa bank asing tapi kita tidak bisa sebut namanya,” tuturnya.

    Dari catatan CNN Indonesia, selain dari perbankan sumber pinjaman Energi Mega Persada juga akan berasal dari satu lembaga pendanaan yakni Farallon Capital dengan besaran bunga London Inter-bank Offer Rate (LIBOR) mencapai 18 persen per tahun. Dimana angka ini diketahui lebih rendah dari pinjaman sindikasi sebelumnya yang memiliki bunga mencapai 20 persen.

    Serapan Belanja Modal

    Sementara untuk pemanfaatan belanja modal tahun ini, tambah Imam, hingga akhir Mei 2015 kemarin serapan belanja modal perseroan telah menyentuh angka 40 persen. Adapun penggunaan capex tersebut digunakan untuk perawatan production facilities, hingga kegiatan pemboran sumur-sumur migas yang dikelola perseroan dan anak usahanya.

    “Tahun ini kami hanya akan berfokus pada pengembangan blok-blok migas yang sudah perseroan miliki. Jadi capex hanya akan dipakai untuk kegiatan perawatan sumur dan tidak ada rencana akuisisi working interest di blok lain,” katanya.

    Diemas Kresna Duta

    http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150618074758-85-60747/perusahaan-migas-grup-bakrie-cari-utang-us–200-juta/

  • Perusahaan Minyak Bakrie Klaim Dapat Tambahan Produksi

    Perusahaan Minyak Bakrie Klaim Dapat Tambahan Produksi

    Jakarta, CNN Indonesia — Manajemen PT Energi Mega Persada Tbk (EMP), anak usaha Bakrie Group di bidang minyak dan gas bumi (migas) melansir berhasil mendapatkan tambahan produksi minyak sebanyak 300 barel per hari (BPH) dari blok Malacca Strait PSC.

    Imam P. Agustino, Presiden Direktur EMP mengatakan adanya tambahan produksi tersebut diyakini akan menjaga performa keuangan perseroan di tengah rendahnya harga minyak dunia. “Tambahan produksi tersebut akan berdampak positif terhadap kinerja keuangan perusahaan,” ujar Imam di Jakarta, Selasa (24/2).

    Blok Malacca Strait sendiri merupakan satu dari beberapa blok migas yang berada di Riau. Akan tetapi, kata Agustino, pihaknya mengklaim telah berhasil mengembangkan lapangan minyak baru terlepas dari usia blok tersebut yang sudah cukup tua.

    Dalam kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) blok tersebut, EMP memiliki participating interest (PI) sebesar 60,49 persen di Malacca Strait. Sementara sisanya sekitar 32,58 persen dikantongi OOGC Malacca Ltd dan 6,93 persen dimiliki Malacca Petroleum Ltd.

    “Dari Januari hingga Desember 2014, blok Malacca Strait PSC berhasil memproduksi minyak 3.201 BPH dan gas sebanyak 6,2 juta kaki kubik gas per hari (MMSCFD),” kata Imam.

    Berdasarkan catatan, EMP memiliki PI di 12 blok migas yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia. Tahun lalu, angka produksi minyak EMP mencapai 12.800 BPH dan gas sebanyak 226 MMSCFD. (gen)

    Diemas Kresna Duta

    Sumber: http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150224120518-85-34396/perusahaan-minyak-bakrie-klaim-dapat-tambahan-produksi/

  • Bakrie banking on Energi Mega

    PT Energi Mega Persada is hoping for a healthy performance next year with a plan to boost its annual output by 20 percent and outline a refinancing strategy to push up its bottom line.

    The oil and gas company is one of the few business entities under Aburizal Bakrie that is performing well.

    Energi president director Imam Agustino told reporters on Friday that the company hoped to see its production hit 68,000 barrels of oil equivalent per day (boepd), increasing by around 33 percent from this year’s estimate of around 51,000 boepd.

    Imam said the increase was attributed to additional output from one of its blocks that had been running at full capacity starting this year.

    In the first nine months of this year, the company has produced up to 50,300 boepd, 44 percent of which comes from the company’s Kangean Block in East Java.

    Responding to plunging oil prices, Imam said the company had nothing to worry about as it relied more on gas as its main sales generator.

    In fact, his company hoped to see its revenue grow by around 20 percent from US$807 million last year to $965 billion this year from increasing gas output.

    “About 70 percent of our revenue comes from gas, of which prices are relatively stable because of fixed contracts. Next year we hope the gas contribution will rise to around 75 percent of our total revenue with additional production,” he said.

    In the long run, he said that Energi hoped to see production hitting 200,000 boepd in 2020, be it from maximizing its current assets or through acquisitions.

    Energi, one of four of Bakrie’s firms in the bourse, the shares of which are still traded above Rp 100 (less than 1 cent) apiece, runs 10 blocks, including one in Mozambique, with total proven and potential reserves of 165.5 million barrels of oil equivalent (mboe) that will last around nine years.

    As of the third quarter of this year, the company saw its net sales up from $576.96 million to $603.07 million because of increasing gas prices, while its net profits plunged by 80.2 percent year-on-year to $40.08 million.

    That included gains from selling its Masela Block recorded in the first nine months of last year to pay its outstanding debt.

    To maintain its bottom line, Imam said the company was seeking to replace $170-million loans from Farallon Capital with new loans from Credit Suisse and Deutsche Bank early next year, which is expected to help the firm save $15 million from its interest cost to its net profit next year.

    MNC Securities’ Reza Nugraha said Energi Mega Persada was considered one of the best performers among the seven other Bakrie firms listed in the bourse.

    “Unfortunately, its shares are traded at a very low rate in the stock market simply because it is part of the Bakrie group, which investors have lost trust in,” he explained

    Shares of Energi, listed in the Indonesian Stock Exchange (IDX) under the code ENRG, traded at Rp 108 each on Friday, unchanged from the previous day’s trading.

    The Bakrie group’s eight listed companies, mostly struggling with debt issues and some facing legal disputes concerning their loans, recorded more than Rp 130 trillion of total debts in their January and June financial sheets.

    “Even compared with other energy firms, the company showed a relative healthy performance with its DER [debt-to-equity ratio] standing at around 1.3, while other firms might record between 1.7 and 2.3,” Reza explained.

    Energi’s liabilities stood at Rp 1.4 trillion while its equity was Rp 933.7 billion as of September.

    Reza’s words, however, came with a warning.

    “The Bakrie companies’ ‘tradition’ of selling their assets and sourcing new loans to refinance their debts must be avoided. The good thing [about Energi] is it has pledged to keep boosting its production,” he added.

    Anggi M. Lubis

    Sumber: http://thejakartapost.com/news/2014/12/08/bakrie-banking-energi-mega.html

  • Berujung pada Dua Dinasti

    KELUARGA Bakrie, tak bisa tidak, harus menanggung beban kerugian akibat bencana semburan lumpur panas di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Semburat puluhan ribu kubik lumpur yang kini merendam empat desa dan membuat puluhan hektare sawah puso, belasan pabrik tutup, dan ribuan penduduk mengungsi ini berpangkal pada kesalahan pengeboran oleh Lapindo Brantas Incorporated.

    Kontraktor pengeboran itu adalah Alton International Indonesia. Perusahaan yang baru didirikan pada Oktober 2004 ini dimiliki Alton International Singapore (30 persen)-anak perusahaan Federal International (2000) Ltd, yang bermarkas di 47/49, Genting Road, Singapura. Dalam siaran pers Federal pada 20 Januari lalu disebutkan, perusahaan patungan ini dimiliki pula oleh PT Medici Citra Nusantara.

    Jika ditelisik lebih jauh, baik Lapindo maupun Alton punya kaitan dengan keluarga Bakrie. Di Lapindo, bendera Grup Bakrie berkibar lewat PT Energi Mega Persada, yang bakal segera dimerger dengan PT Bumi Resources Tbk, anak perusahaan Grup Bakrie lainnya. Di Alton, jejak keluarga Bakrie terekam lewat kepemilikan saham Federal International atas nama Syailendra Surmansyah Bakrie (12,29 persen). Ia tak lain anak Indra Usmansyah Bakrie, adik Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie.

    Yang menarik, pertautan antara kontraktor pengeboran dan perusahaan operator ladang migas di Sidoarjo ini tak hanya berujung pada keluarga Bakrie. Di kedua perusahaan itu tertera pula nama pasangan suami-istri Rachman Latief. Di Energi Mega, Rennier Abdul Rachman Latief tercatat sebagai pemilik 3,11 persen saham, sekaligus menjabat komisaris. Ia pun dipercaya sebagai Presiden Direktur Lapindo. Sementara itu, sang istri, Nancy Urania Rachman Latief, merupakan pemilik 12,33 persen saham Federal.

    Dari komposisi itu, jelas keluarga Bakrie dan keluarga Rachman Latief termasuk yang akan kena “getah” kasus ini. Tapi bukan tak mungkin PT Medco E&P Brantas (anak perusahaan PT Medco Energi Internasional milik keluarga Panigoro) dan Santos Ltd (Australia) harus ikut menanggung beban kerugian. Sebab, keduanya ikut urunan modal mendanai proyek pengeboran itu (masing-masing 32 persen dan 18 persen). Sedangkan sisa participating interest (50 persen) didanai sendiri oleh Lapindo.

    Alton International Indonesia

    Berdiri pada Oktober 2004, Alton International Indonesia pada 20 Januari 2006 mengantongi kontrak proyek pengeboran ladang migas dari Lapindo Brantas Inc di Sidoarjo, Jawa Timur. Kontrak dari anak perusahaan PT Energi Mega Persada Tbk senilai US$ 24 juta (lebih dari Rp 220 miliar) ini berlaku setahun sejak pertengahan Februari 2006. Sekitar 30 persen sahamnya dimiliki oleh Alton International Singapore-anak perusahaan Federal International (2000) Ltd (Singapura)-sedangkan sisanya oleh PT PT Medici Citra Nusantara.

    Lapindo Brantas Inc

    Lapindo Brantas Incorporated berdiri pada 1996. Sebelum jatuh ke tangan PT Energi Mega Persada pada Maret 2004, perusahaan ini dimiliki oleh Kalila Energy Ltd (84,24 persen) dan Pan Asia Enterprise (15,76 persen). Lapindo menjadi operator dan pemilik 50 persen kuasa pertambangan di blok migas Brantas seluas 3.050 kilometer persegi. Wilayah operasinya mencakup penambangan darat di Jawa Timur dan penambangan lepas pantai di Selat Madura, di antaranya lapangan gas Wunut dan Carat di Sidoarjo. Kapasitas produksi gas pada 2005 di blok ini mencapai 59 juta kaki kubik per hari.

    PT Energi Mega Persada 

    PT Energi Mega Persada merupakan salah satu anak perusahaan milik Grup Bakrie, lewat PT Kondur Indonesia dan PT Brantas Indonesia. Bisnis intinya di bidang penambangan dan perdagangan minyak dan gas. Salah satunya di Selat Malaka, Sumatera, dan Blok Brantas di Jawa Timur. Pada 2004, perusahaan ini pun berhasil mengakuisisi penuh wilayah kerja penambangan di Blok Kangean, Jawa Timur. Tak lama lagi, Energi Mega bakal dilebur dengan PT Bumi Resources Tbk, salah satu anak perusahaan Grup Bakrie lainnya.

    Metta Dharmasaputra, Yandhrie Arvian, Y. Tomi Aryanto

    Sumber: Majalah Tempo No. 18/XXXV/26 Juni-02 Juli 2006

  • Bakrie Terkait Lapindo

    NAMA Lapindo Brantas Incorporated tiba-tiba menjadi menu tetap media massa dalam tiga pekan terakhir. Sayangnya, bukan hal baik yang membuat nama perusahaan itu mencuat setiap hari. Lapindo dituding menjadi penyebab semburan lumpur panas di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, yang terjadi mulai 29 Mei 2006.

    Sampai Jumat lalu, semburan lumpur panas itu belum juga bisa disetop. Sudah puluhan ribu kubik lumpur panas muncrat dan merendam tiga desa di Porong, yakni Renokenongo, Jatirejo, dan Siring. Puluhan hektare sawah puso, belasan pabrik tutup, dan ribuan penduduk terpaksa mengungsi. ”Tanah kami tiba-tiba jadi kolam,” kata Faqih, warga Renokenongo.

    Warga selama ini tak peduli dengan keberadaan Lapindo. Padahal perusahaan ini sudah beroperasi di daerah itu sejak 1996. Lapindo menjadi operator dan pemilik 50 persen kuasa pertambangan di blok seluas sekitar 300 hektare. Wilayah operasinya mencakup lapangan gas Wunut dan Carat, di Sidoarjo. Kapasitas produksi gas pada 2005 di blok ini mencapai 59 juta kaki kubik per hari.

    Namun, sejak peristiwa itu terjadi, warga hampir setiap hari membicarakan Lapindo. Meskipun awalnya mereka tak tahu siapa pemilik perusahaan yang membuat mereka terpaksa meninggalkan rumah dan sawahnya, belakangan mereka mendengar kelompok usaha Bakrie ada di belakang perusahaan tersebut.

    Lapindo pada mulanya dimiliki Kalila Energy Ltd (84,24 persen) dan Pan Asia Enterprise (15,76 persen). Tapi pada Maret 2004 kedua perusahaan itu diakuisisi oleh PT Energi Mega Persada. Di perusahaan yang sudah masuk bursa inilah kelompok usaha Bakrie dikaitkan.

    Hubungan Energi Mega dengan Grup Bakrie diakui oleh Yuniwati Teryana, Vice President Human Resources and Relations Lapindo. Hanya, dia menolak memerinci berapa persen dan atas nama siapa kepemilikan saham Bakrie di Energi Mega Persada. Namun sumber Tempo menyebutkan bahwa Bakrie ada di Energi Mega melalui Kondur Indonesia.

    Dalam laporan keuangan Energi Mega disebutkan, Kondur merupakan pemegang saham terbesar perusahaan itu dengan menguasai 30,41 persen saham. Selain Kondur ada PT Brantas Indonesia (19,95 persen), UBS AG Singapura (8,44 persen), Rennier Abdu Rachman Latief (4,71 persen), Julianto Benhayudi (3,31 persen), dan publik 33,18 persen.

    Seolah tak terpengaruh kasus tersebut, pada Rabu pekan lalu Energi Mega dan Bumi Resources—juga anggota Grup Bakrie—mengumumkan rencana merger mereka. Jika disetujui rapat umum pemegang saham luar biasa pada 28 Juli mendatang, kelak Bumi akan menjadi perusahaan baru hasil merger, dengan modal dasar Rp 30 triliun.

    YA, Sunudyantoro, Kukuh S. Wibowo

    Sumber: Majalah Tempo No. 17/XXXV/19-25 Juni 2006