Tag: humas bpls

  • Perbaikan Tanggul Lumpur Lapindo Dilanjutkan

    SIDOARJO, KOMPAS.com — Kondisi beberapa titik tanggul penahan lumpur Lapindo di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (9/12), masih kritis. Oleh karena itu, perbaikan dan pembangunan tanggul baru dilanjutkan. Sebab, kondisi kolam sudah penuh menyusul semburan lumpur yang aktif dan tanggul umumnya berumur delapan tahun sehingga rawan saat hujan deras.

    Dwinanto Hesti Prasetyo dari Humas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) mengatakan, titik 73B yang jebol, Minggu (30/11), sudah diperbaiki secara manual dengan memasang tumpukan karung pasir dan sasak bambu. Tanggul darurat itu diharapkan mampu menahan laju aliran lumpur yang mengarah ke Sungai Ketapang dan permukiman warga di Desa Kedungbendo dan Desa Gempolsari.

    ”BPLS melanjutkan pembangunan tanggul baru di titik 73 sepanjang 1,7 kilometer dengan tinggi 5 meter di atas permukaan laut dan lebar 15 meter. Saat ini pembangunan baru mencapai 100 meter dan ketinggian 1,5-2 meter,” ujar Dwinanto.

    Tanggul baru ini akan menghadang laju aliran lumpur dari tanggul jebol di titik 73B. Selain itu, tanggul baru merupakan solusi permanen terhadap kritisnya seluruh tanggul di titik 73 dan tanggul titik 68 di Desa Gempolsari yang jebol dua bulan lalu dan hanya diperbaiki sementara.

    Sementara itu, Bupati Sidoarjo Syaiful Illah optimistis pemerintah pusat menyelesaikan persoalan ganti rugi warga korban lumpur pada 2015. Keyakinannya tersebut berdasarkan pada pernyataan Gubernur Soekarwo setelah bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Bogor pekan lalu.

    ”Awal 2015 pemerintah akan membeli aset-aset milik Lapindo yang sudah ada surat-suratnya,” ujar Syaiful kepada wartawan di Sidoarjo.

    Kewajiban pembayaran ganti rugi yang belum diselesaikan oleh PT Lapindo Brantas Inc mencapai Rp 1,3 triliun dengan rincian Rp 781 miliar untuk warga korban dan Rp 500 miliar untuk korban dari kalangan pengusaha.

    Siap jual aset

    Dari Makassar, Sulawesi Selatan, Presiden Direktur PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam Tabusalla mengatakan, Lapindo siap jika pemerintah membeli aset di wilayah terdampak untuk menyelesaikan ganti rugi kepada warga. Saat ini Lapindo menyiapkan sertifikat tanah dan rumah sebanyak 7.000 di atas total luas tanah sekitar 200 hektar untuk jual-beli ini.

    ”Kami setuju dengan opsi pemerintah jual-beli aset dan masih menunggu seperti apa model jual-belinya. Kami siap berbicara. Secara internal sedang mempersiapkan segala sesuatu, termasuk masalah hukum agar proses ini legal,” kata Andi.

    Ia mengatakan, saat ini Lapindo sudah kesulitan untuk menyelesaikan ganti rugi kepada warga hingga menyambut baik opsi pemerintah untuk membeli aset Lapindo. Petinggi dan pengambil keputusan di perusahaan ini kini koordinasi sambil menunggu keputusan pemerintah terkait jual-beli.

    Hingga kini Lapindo sudah menyelesaikan ganti rugi sebesar Rp 3,8 triliun meliputi lebih dari 13.000 keluarga. Sisanya tertunggak Rp 700 miliar-Rp 800 miliar meliputi lebih dari 3.000 keluarga. (NIK/REN)

  • Kawasan Lumpur Lapindo Jadi Museum Geologi

    Kawasan Lumpur Lapindo Jadi Museum Geologi

    SIDOARJO – Semburan lumpur panas sampai saat ini belum juga berhenti. Namun, sejumlah rencana sudah disiapkan oleh Badan Penanggulangan Bencana Lumpur Sidoarjo (BPLS) agar kawasan lumpur bisa dimanfaatkan.

    Salah satunya keinginan jangka panjang dengan menjadikan sebagian kawasan lumpur sebagai museum geologi. “Kami bekerjasama dengan konsultan memetakan kawasan lumpur itu nantinya bisa dimanfaatkan untuk apa saja. Salah satunya untuk museum geologi,” ujar Humas BPLS Dwinanto Hesti Prasetyo.

    Untuk memanfaatkan kawasan lumpur, lanjut pria yang akrab disapa Nanto itu, sudah dilakukan penelitian beberapa waktu lalu. Mulai dari bidang geologi, hidrologi, tata ruang hingga citra satelit. Hasilnya, kemudian dipaparkan dalam seminar studi pemanfaatan area terdampak lumpur di The Sun Hotel.

    Nanto merinci, dari hasil studi sekira 1.100 hektar sebanyak 53 persen digunakan untuk ruang konservasi geologi. Kemudian 14 persen untuk ruang terbuka hijau, kolam tampung air lumpur 12 persen, ruang pengembangan pertanian dan penelitian 10 hektar. Bahkan, BPLS juga akan memanfaatkan ruang sisanya yang digunakan antara lain untuk museum geologi. “Museum rencananya dibangun di kawasan Ketapang, Tanggulangin,” ulasnya.

    Potensi pemanfaatan area terdampak lumpur memang besar jika difungsikan dengan baik. Termasuk di kawasan Mindi, Kecamatan Porong yang juga akan dijadikan ruang terbuka hijau. Kawasan yang telah dibeli oleh pemerintah karena ikut masuk dalam wilayah ganti rugi itu masuk dalam prioritas pemanfaatan.

    Khusus untuk museum, nantinya bisa diisi dengan berbagai temuan serta sejarah terjadinya semburan lumpur yang masih terjadi hingga saat ini. Luas kolam penampungan lumpur yang sudah mencapai 640 hektar ini serta bentuk penanganannya juga menjadi bahan untuk mengisi museum nantinya.

    Hasil kajian BPLS dan konsultan itu nantinya akan diusulkan ke pemerintah pusat agar nantinya bisa ditindaklanjuti sebagai tata ruang. Namun, dalam kajian tersebut BPLS tetap memilah kawasan yang suah dibeli Lapindo dan dibeli pemerintah. ” Kalau areal 640 hektar yang dibeli Lapindo itu untuk kolam lumpur,” jelas Nanto.

    Sumber: http://surabaya.okezone.com/read/2013/10/25/521/886903/kawasan-lumpur-lapindo-jadi-museum-geologi

  • Pemudik Diminta Waspada Longsor Gunung Lumpur Lapindo

    Pemudik Diminta Waspada Longsor Gunung Lumpur Lapindo

    SIDOARJO – Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) mengimbau pemudik yang melintasi jalan raya Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur agar berhati-hati terhadap longsor gunung lumpur yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Imbauan itu disampaikan karena gunung lumpur lebih tinggi dibanding tanggul yang memisahkan antara kolam lumpur dengan rel kereta api dan jalan raya Porong. (more…)

  • Warga Peringati 17 Agustus Diatas Tanggul

    Warga Peringati 17 Agustus Diatas Tanggul

    korbanlumpur.info – Jatirejo: Sekitar 500 warga korban lumpur Lapindo dari beberapa desa, menghadiri acara upacara bendera yang diselenggarakan oleh BPLS di atas tanggul cincin, Jatirejo. Tepatnya di atas komplek Ponpes Ahas, yang sudah terkubur lumpur Lapindo.

    Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah undangan, diantaranya adalah jajaran polsek Porong, perwakilan Kodim Sidoarjo, perwakilan masyarakat Korban Lumpur lapindo, (GKLL dan Geppres), kelompok masyarakat yang berkegiatan di atas tanggul, mulai dari pengojek sampai pekerja tanggul. Tetapi, tidak terlihat warga GKLL yang hadir.

    Setelah acara upacara selesai digelar, warga Korban Lapindo yang menuntut pembayaran sistem cash and carrymelakukan aksi membentang spanduk tuntutan pembayaran sisa 80% kepada pihak BPLS.

    Para ibu-ibu dengan emosi mengadukan nasibnya kepada perwakilan BPLS, yang diwakili oleh Humas mereka, Zulkarnain. Mereka mengharapkan kepada BPLS untuk mengingatkan Lapindo supaya segera menyelesaikan sisa pembayaran 80 persen karena jatuh tempo pembayaran sudah lewat satu bulan. “Tolong pak Zul perhatikan kami, kontrakan kami sudah habis kami tidak punya uang lagi untuk mengontrak rumah. Tolong selesaikan pembayaran 80%”, tegas Uswati warga Jatirejo RT 10.

    Selain itu warga juga mengancam jika dalam akhir bulan agustus belum ada kepastian soal pembayaran 80 persen maka warga mengancam akan  menduduki tanggul dan memberhentikan semua aktifitas penanggulan. “Kalau sampai bulan ini belum ada kepastian maka kami akan menduduki tanggul ini karena kami masih punya hak atas tanah ini” tegas Pak Ikhsan, korban dari Desa Kedung Bendo dengan nada tinggi.
    BPLS sendiri menyikapinya dengan menjanjikan pertemuan dengan warga di Posko GEPPRES. Mereka berjanji kepada warga akan duduk bersama untuk membicarakan lebih lanjut soal tuntutan warga yang tergabung dalam Gabungan Pendukung Peraturan Presiden (GEPPRES). “Monggo kalau warga menuntut penyelesaian 80% dengan di fasilitasi oleh kami. Kami akan memfasilitasi” tegas Zulkanain menenangkan warga [man/nov]