Tag: sisa 80

  • 7 Warga Mindi Diamankan Aparat

    7 Warga Mindi Diamankan Aparat

    korbanlumpur.info – Maghrib tadi tujuh warga Mindi yang ikut dalam aksi menutup tanggul lumpur Lapindo diamankan aparat. Mereka masih belum tahu kesalahannya.

    Saat ditemui di Polsek, Tujuh warga ini bercerita, saat ditangkap mereka bilang polisi langsung datang satu truk dan bilang kalau waktu aksinya sudah habis.

    Mereka adalah Shohibul Izar warga RT 02 RW 01, Abdul Mukti warga RT 20 RW III, Muhammad Fatoni warga RT 07 RW III, Tri Joko Nugroho warga RT 21 RW III, Abdul Haris warga RT 14 RW II, Syamsul Ali warga RT 15 RW II, Boneran warga RT 14 RW II.

    Sebelumnya, sekitar pukul 16.00 WIB, kira-kira 10 orang warga Jatirejo memecahkan kaca bego, eskavator, yang diparkir di titik 25. Setelah aksi ini tiga orang warga Jatirejo yang diduga melakukan perusakan ditangkap aparat kepolisian dari polsek Porong dan Satuan Samapta Kepolisian Resort Sidoarjo.

    Tak hanya melakukan penangkapan polisi juga membubarkan warga Siring yang melakukan aksi penutupan di pintu masuk ke pusat semburan. Aksi damai ini dilakukan karena Lapindo ingkar janji dalam pembayaran tanah, rumah dan sawah warga yang seharusnya dibayar bulan Juli lalu.

    Kebanyakan warga baru dibayar 20 persen dan sebagian bahkan belum dibayar sama sekali. Karena itulah warga korban Lapindo dari beberapa desa melakukan aksi menutup penanggulan sejak subuh tadi.

    “Bayar dulu baru tanggul,” begitu tulisan warga dalam spanduk-spanduk mereka.

    Penutupan ini dilakukan warga di desa masing-masing; antara lain di desa Siring, Reno Kenongo, Jatirejo, Kedung Bendo dan Ketapang, Mindi (di Pejarakan dekat spill way)  menyebabkan operasi penanggulan lumpur macet total.

    Hingga siang aksi yang diamankan oleh aparat gabungan dari Polsek Porong dan Satuan Samapta ini berjalan tanpa kekerasan.

    Kasat Samapta Polres Sidoarjo T Harahap yang ditemui saat mengamankan aksi di titik Reno Kenongo memahami tuntutan warga. Sebab, menurutnya karena memang Lapindo belum membayar sisa utangnya. Dia bilang akan bersatu dengan warga untuk mengamankan aksi ini.

    Sampai pada insiden perusakan kaca-kaca Bego di yang diparkir di dekat lokasi desa Jatirejo. Aksi ini dilakukan beberapa orang dan masa aksi tetap tenang di titik masing-masing.

    Setelah itu polisi yang melakukan pengamanan mulai membubarkan masa aksi yang paling dekat dengan titik Jatirejo adalah Siring dan ini yang dibubarkan aparat. sound system, spanduk dan terpal diangkut semua dalam truk polisi dan dibawa di Polsek Porong.

    Meski kejadian pengerusakan di titik penutupan Jatirejo yang berdekatan dengan titik Siring tapi Polisi juga membubarkan aksi penutupan tanggul di dua titik lainnya yang jaraknya lebih dari 5 kilo meter dan tidak mengerti apa-apa dengan aksi pengerusakan ini. Dua titik tersebut adalah titik Renokenongo dan Mindi.

    Tak hanya membubarkan aksi polisi juga mengangkut sound system dan spanduk, terpal dari Reno Kenongo dan Di titik Mindi polisi membawa terpal. Tak hanya itu masa aksi yang saat pembubaran ini sedang bergantian untuk menunaikan shalat Magrib juga ditangkap polisi tanpa alasan yang jelas.

    Saat ketemu T Harahap di Polsek Porong dia hanya bilang polisi tidak menangkap tapi cuma meminta keterangan.

  • Mbak Waroh dan Usaha Yang Hilang

    Mbak Waroh dan Usaha Yang Hilang

    korbanlumpur.info – Menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri ini, kegundahan menyelimuti perasaan Mutomaroh. Korban Lumpur Lapindo dari desa Kedung Bendo ini dulunya mempunyai usaha kerajinan perhiasan emas. Sebelum terjadinya semburan lumpur yang kini menenggelamkan desanya, dia mampu memberi tunjangan hari raya (THR) kepada 6 orang anak buahnya.

    “Sekarang usaha saya sudah gulung tikar. Memikirkan dana untuk pengeluaran hari raya saja sudah sulit” tuturnya kepadatim media Kanal korban Lapindo.

    Meluncurlah kemudian kesaksian Mbak Waroh, demikian ibu muda berusia 30 tahun ini biasa dipanggil, tentang bagaimana usahanya yang harus tutup setelah terjadi semburan lumpur.

    Menurutnya, usaha emas yang dulu digelutinya merupakan usaha turun temurun selama beberapa generasi. Keluarganya membuat berbagai macam perhiasan emas, seperti gelang, cincin, anting-anting, kalung dan sebagainya. Semua pekerjaan dilakukan di rumahnya sendiri, yang salah satu ruangannya dirombak jadi tempat produksi.

    Sebagian besar pesanan berasal dari pedagang di Bali, disamping dari beberapa tempat di sekitar Sidoarjo. Usaha kecil inibahkan mampu mempekerjakan 6 orang tetangganya di desa. “Setiap bulan, rata-rata keuntungan kami bisa mencapai 15 juta” kenang perempuan yang hanya tamatan SD ini.

    Bahkan dari usahanya ini, dia sudah mampu membuat satu rumah sendiri di sebelah rumah orang tuanya. Namun apa hendakdikata, lumpur kemudian menenggelamkan desanya, termasuk tempat usaha dan rumahyang baru selesai dibangun. “Bahkan saya dan suami belum sempat meninggali rumah yang kami beli dengan kerja keras kami sendiri itu,” tuturnya.

    Usaha Yang Hilang

    Ibu dari dua orang putra ini kemudian menjelaskan, bahwa usahanya langsung berhenti begitu lumpur merendam desa Kedung Bendo pasca ledakan pipa gas pertamina pada November 2006.

    Rumahnya yang agak jauh dari tanggul membuatnya dia masih sempat menyelamatkan beberapa peralatan produksi, sepertimesin giling, pemoles dan lainnya. Peralatan tersebut kemudian dititipkan kepada temannya di Japanan, Pasuruan, dengan harapan nantinya kalau lumpur sudah surut akan bisa dipakai lagi untuk usaha.

    Tetapi harapan tersebut tinggal harapan semata, karena alih-alih surut, lumpur semakin membesar dan menenggalamkan desanya secara permanen sampai sekarang. Setelah itu, dia dan keluarga mengungsi bersama sebagian besar korban lainnya ke Pasar Baru Porong. “Kami terpaksa tinggal disana selama 3 bulan lebih, dengan kondisi yang sangat menyesakkan,” kenangnya pahit.

    Setelah itu, dia mengontrak rumah di Japanan dengan harapan untuk memulai lagi usahanya. Tetapi keinginan tersebut sekali lagi tidak dapat terwujud. Untuk menyiapkan tempat produksi yang layak dan aman, memerlukan dana yang cukup besar. “Padahal uang tabungan sudah ludes semua untuk kebutuhan sehari-hari selama di pengungsian,” lanjutnya.

    Disamping itu, para pelanggan yang biasanya memberi pesanan kepadanya juga sudah berpindah kepada pengrajin di daerah lain. “Lha wong sebelumnya selama 3 bulan di pengungsian itu kami tidak bisa bekerjasama sekali karena tempatnya tidak memungkinkan,” lanjut Mbak Waroh.

    Karena usahanya yang dulu sudah tidak mungkin dikerjakan lagi, Mbak Waroh dan suaminya harus memutar otak untuk tetap bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. “Tetapi saya lebih kasihan mikir anak-anak (mantan anak buahnya, red), sebab mereka kondisinya lebih berat dari kami,” katanya.

    Dan kenangan akan para mantan anak buahnya itu semakin kuat menjelang bulan ramadhan seperti sekarang ini. Sebab dulunya pada bulan ramadhan dan pada musim liburan merupakan puncak ramainya bisnis yang diageluti. Dan hari raya depan adalah untuk yang kedua kalinya dia lewati tanpa kegembiraan seperti dulu sebelum ada lumpur.

    Segera Lunasi Sisa Pembayaran

    Namun segala kesulitan ini tampaknya masih akan lebih lama lagi dialami oleh Mbak Waroh dan ribuan korban lumpur Lapindo lainnya. Setelah dua tahun lebih, ternyata Lapindo masih jauh dari komitmen untuk membayar uang jual beli tanah warga yang sudah tenggelam oleh lumpur akibat kesalahan pemboran Lapindo itu.

    “Padahal, saya itu sebenarnya sudah terima lhodengan model ganti rugi itu, meskipun tidak adil. Tetapi kenapa mereka tidak segera bayar,” ujarnya. Menurut Mbak Waroh ganti rugi yang adil seharusnya menghitung pendapatan yang hilang akibat dia tidak bisa bekerja selama dua tahun ini. Juga kerugian immaterial lainnya seperti semua kesulitan dan ketidaknyamanan hidup yang terpaksa harus mereka alami.

    Karena itu, dia meminta kepada pemerintah untuk segera mendesak Lapindo menyelesaikan pembayaran sisa 80 persennya secara tunai. “Uang itu nantinya akan kami pakai untuk beli rumah sekaligus memulai lagi usaha kami yang dulu,” pungkasnya.

    Semoga tuntutan mbak Waroh dan puluhan ribu korban Lapindo lainnya segera terpenuhi. Agar mereka segera bisa menikmati kebahagiaan dan berbagi senyum di Hari Raya seperti sebelum terjadi semburan lumpur Lapindo. (ako)