GEPPRES Temui Bupati, Minta Ganti Rugi Sesuai Perpres 14/2007


SIDOARJO, Jawa Pos – Ribuan warga yang tergabung dalam gerakan pendukung Perpres (Geppres) No 14 Tahun 2007 menemui Bupati Sidoarjo Win Hendrarso kemarin. Mereka meminta dukungan atas terhambatnya proses pelunasan ganti rugi untuk korban lumpur. Selain itu, warga menyatakan mendukung pelaksanaan perpres yang murni tanpa ada manipulasi.

Ribuan warga itu tiba di alun-alun Sidoarjo pukul 12.30. Dengan menggunakan sepeda motor dan mobil, mereka beriringan dari posko masing-masing. Mereka yang tergabung dalam Geppres adalah warga Desa Renokenongo dan Kelurahan Jatirejo, Kecamatan Porong. Juga warga Desa Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin.

Selain warga tiga desa itu, tergabung juga warga yang mendukung pembayaran ganti rugi dengan skema 20:80 persen.

Pukul 13.00 warga diterima bupati di ruang rapat Pendapa Delta Wibawa. Turut menyambut, wakil dari Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS).

Pada pertemuan tersebut warga menceritakan kronologi awal munculnya Perpres No 14 Tahun 2007 sampai munculnya istilah cash and resettlement. Dalam perpres dijelaskan pembayaran dengan skema 20:80 secara tunai. Status bukti tanah yang berbentuk letter C dan pethok tidak dipermasalahkan.

“Sebab, sudah ada izin dari BPN yang memberi pengecualian pada korban lumpur,” ujar Mahmudatul Faqiah, salah seorang warga. Karena itu, lanjut dia, sikap PT Minarak yang mempermasalahkan status tanah dianggap tidak benar.

Mahmudatul menyayangkan adanya kesepakatan yang dibuat PT Minarak dengan warga yang mengatasnamakan korban lumpur. Kesepakatan yang dimaksud adalah ganti rugi cash and resettlement. Yakni, sistem ganti rugi dengan tanah direlokasi dan bangunan dibayar tunai.

Kesepakatan itu terjadi antara korban lumpur yang tegabung dalam Gabungan Korban Lumpur Lapindo (GKLL) dan PT Minarak. “Kesepakatan ini antara dua pihak tanpa persetujuan BPLS dan pemerintah. Jadi, kami menyayangkan hal tersebut,” jelas Mahmudah.

Sekdakab Vinno Rudy Muntiawan membenarkan Mahmudah. Menurut dia, berdasar penjelasan dan informasi dari BPN, status tanah letter C dan Pethok D untuk korban lumpur memang tidak dipermasalahkan. Karena itu, bisa diaktajualbelikan. “Tapi, mengapa PT Minarak mempermasalahkan, kami juga tidak tahu,” katanya.

Bupati Win menambahkan, dirinya tidak pernah dilibatkan dalam pembuatan kesepakatan antara GKLL dan PT Minarak. Dia baru tahu adanya kesepakatan itu setelah GKLL dan PT Minarak mengumumkan pembayaran dengan skema cash and resettlement. “Jadi, jalan ceritanya, saya kurang begitu tahu,” jelasnya.

Mendapat tanggapan seperti itu, Mahmudatul berharap Pemkab Sidoarjo mengambil sikap terkait nasib warga yang tidak jelas. Dia mengatakan, sekitar 2.000 warga yang tanahnya hanya punya bukti surat letter C atau pethok D.

Karena itu, menurut versi PT Minarak, lahan tersebut tidak bisa diaktajualbelikan. Padahal, kontrak rumah mereka hampir habis. “Kami harap ada kebijakan dari pemerintah yang berpihak pada masyarakat,” katanya. (riq/ib)


Translate »