Rumah Lama Amblas, Rumah Baru Terampas


SIDOARJO—Rifa’i menelan kegetiran, untuk ke sekian kalinya. Lelaki 38 tahun ini telah kehilangan rumah di Jatirejo, Porong, empat tahun lalu ketika lumpur Lapindo menghantam. Kini, ia juga harus rela kehilangan rumah barunya di Perumahan Puspa Garden, Candi, Sidoarjo. Ia membelinya dengan cara mengangsur.

Rifa’i tak sanggup lagi membayar angsuran. Seperti warga korban lumpur Lapindo lainnya, lelaki berkaca mata ini sudah lima bulan tidak menerima cicilan Rp 15 juta per bulan yang dijanjikan Lapindo sebagai sisa pembayaran aset 80 persen.

Setahun lalu, ketika menerima pembayaran 20 persen, Rifa’i dan keluarga memutuskan mengambil rumah di Perumahan Puspa Garden. Uang muka Rp 10 juta. Lalu setiap bulannya, Rifa’i mengangsur sebesar Rp 5 juta. Rifa’i mengandalkan cicilan Rp 15 juta per bulan dari Lapindo buat membayar tagihan rumah tersebut.

Setelah mencicil hampir separuh dari total Rp 110 juta, Rifa’i mulai kelabakan. Pada Mei 2010 kemarin, pihak developer mendatangi Ri’fai.  “Saya ditagih pihak developer, karena sudah telat tiga bulan,” cerita pria yang sehari-hari berkerja sebagai karyawan pabrik rotan ini.

Rifa’i pun sibuk mencari pinjaman ke para kerabat. Usaha yang tak mudah. Hingga Juni 2010, Rifa’i tak berhasil memperoleh pinjaman. Ia pun dipanggil ke kantor pengembang Perumahan Puspa Garden. Rifa’i diberi peringatan. Dan apa yang terjadi?

“Pihak developer akan menyita rumah baru saya. Saya diberi jangka waktu sampai bulan Juli 2010, untuk segera melunasi tunggakan cicilan rumah baru saya,” kisah Rifa’i.

Malang bagi Rifa’i. Hingga memasuki bulan Juli, cicilan dari pihak Lapindo tak kunjung diterima. Batas waktu di depan mata.

Rifa’i bingung, ditambah saat itu anak pertamanya harus mendaftar ke SLTP. Dengan kondisi linglung, Rifa’i mengadukan masalahnya ke Panitia Khusus Lumpur Lapindo DPRD Sidoarjo, lewat sepucuk surat yang ia kirimkan pada 15 Juli 2010. “Tapi sampai sekarang tidak ada jawaban,” ujar Rifa’i sembari menunjukkan surat itu.

Begitu batas waktu terlewat, dan Rifa’i belum juga menerima uang cicilan dari Lapindo, pihak pengembang pun melakukan tindakan. Pengembang Perumahan Puspa Garden menarik rumah yang sudah dicicil Rifa’i hampir setahun. Total uang yang sudah dibayarkan ke pengembang sebesar Rp 55 juta akan dikembalikan ke Rifa’i dengan dipotong sebesar 10 persen.

Dengan sangat kecewa, Rifa’i menandatangani surat pembatalan pembelian rumah itu.

“Terpaksa saya menandatangani. Saya takut uang saya yang sudah saya bayarkan ke developer akan hilang, jika saya tidak mau menandatangani surat itu,” ungkap Rifa’i.  Ia tidak langsung menerima uang itu. Pihak developer menjanjikan akan mengembalikan uangnya paling lambat tiga bulan ke depan.

Nasib serupa ternyata juga dialami banyak warga lainnya, misalnya Ibu Patanah. Patanah, yang juga warga Jatirejo, tidak bisa membayar rumah barunya di Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera II (TAS II) karena cicilan Rp 15 juta  per bulan dari Lapindo tak diterimanya selama lima bulan terakhir ini.

Lebih parah lagi, masa kontrak rumah yang ditinggal Patanah nyaris habis. “Tinggal dua bulan lagi,” ujar Patanah. Bila tak sanggup membayar, Patanah pun harus hengkang dari rumah kontrakan itu.

Rifa’i maupun Patanah tak berdaya menghadapi Lapindo yang sudah mengingkari janjinya sendiri untuk ke sekian kalinya. Mereka hanya bisa menunggu, meski tak jelas sampai kapan. Negara, baik legislatif maupun eksekutif, seolah juga takluk di kaki Lapindo. Tak berbuat hal berarti buat membela warganya. (vik)

(c) Kanal Newsroom


Translate »